Tag Archives: serangan

Kisah Perjuangan Warga Gaza Bertahan Hidup Melawan Kelaparan dan Keputusasaan


Jakarta

Setiap pagi di tenda pengungsian yang berlokasi di tepi laut Gaza, Abeer dan Fadi Sobh membuka mata dengan satu pertanyaan yang selalu menghantui: Bagaimana caranya memberi makan keenam anak mereka hari ini?

Pilihan mereka terbatas. Jika dapur umum buka, mungkin mereka bisa membawa pulang sepanci lentil encer. Jika tidak, mereka harus bersaing dengan ratusan orang lain untuk sekarung tepung dari truk bantuan. Dan jika semua gagal, hanya satu jalan tersisa: mengemis.

“Kadang kami tidak makan sama sekali,” ujar Abeer, 29 tahun dalam Aljazeera (2/8/2025) . “Kelaparan bukan lagi ancaman-ia sudah menjadi keseharian.”


Hidup dari Hari ke Hari di Tengah Perang

Masih dalam sumber yang sama, Keluarga Sobh telah berpindah-pindah tempat berkali-kali sejak perang berkecamuk. Kini, mereka tinggal di tenda seadanya di kamp pengungsian di Gaza Barat. Seperti ribuan keluarga lainnya, mereka kehilangan rumah, mata pencaharian, dan rasa aman.

Konflik yang sudah berlangsung hampir dua tahun ini telah membuat akses bantuan kemanusiaan nyaris mustahil. Blokade total selama dua setengah bulan oleh Israel-yang bertujuan menekan Hamas untuk membebaskan sandera sejak serangan 7 Oktober 2023-memicu krisis pangan terburuk yang pernah terjadi di Gaza. Meskipun bantuan mulai masuk lagi sejak Mei, jumlahnya jauh dari cukup.

“Ini bukan lagi peringatan. Ini adalah kelaparan yang sedang terjadi,” ujar para ahli pangan.

Mandi Air Laut dan Tak Bisa Makan

Saat matahari belum tinggi, Abeer menyiapkan anak-anak untuk ‘mandi’ dengan air laut yang dia ambil sendiri. Mereka berdiri di baskom logam, sementara air asin dituang ke kepala mereka. Bayi mereka, Hala yang baru berusia sembilan bulan, menangis kesakitan karena perih di matanya.

Tanpa makanan sisa dari hari sebelumnya, Abeer keluar untuk meminta-minta. Kadang tetangga memberinya sedikit lentil, kadang tidak ada yang bisa diberikan. Jika beruntung, ia mencampur lentil dengan air untuk diberikan pada Hala.

“Satu hari terasa seperti seratus hari,” katanya. “Karena panas, kelaparan, dan tekanan yang tidak berhenti.”

Mencari Makanan di Dapur Umum dan Titik Bantuan

Sementara Abeer mencoba mencari sarapan, Fadi menuju dapur umum terdekat-yang hanya buka sekali seminggu. Kebanyakan, ia pulang dengan tangan kosong.

Dulu, Fadi masih sanggup ikut berdesakan di Gaza utara, tempat truk bantuan kadang muncul. Tapi sejak ia tertembak di kaki saat mencoba mengambil makanan, ia tak bisa lagi bersaing. Kini, hanya dapur umum yang tersisa sebagai harapan.

Sementara itu, Abeer dan ketiga anak sulung mereka-Youssef (10), Mohammed (9), dan Malak (7) berjalan jauh untuk mengisi jeriken air dari truk bantuan. Jeriken yang berat membuat anak-anak harus menyeretnya di jalanan berdebu. Tapi itu satu-satunya cara agar keluarga mereka bisa memiliki air bersih untuk hari itu.

Mengemis dan Memohon di Antara Kerumunan

Terkadang, Abeer pergi sendiri ke titik distribusi bantuan. Dikelilingi para pria yang lebih kuat dan cepat, dia hampir selalu kalah. “Tapi saya tetap mencoba,” katanya.

Kalau gagal, ia meminta belas kasih dari mereka yang berhasil mendapatkan makanan. “Kalian selamat hari ini karena Tuhan, tolong beri saya sedikit saja,” ucapnya. Ada yang mengabaikannya, tapi banyak pula yang membagi sedikit tepung atau makanan.

Abeer dan putranya kini dikenal di antara para penerima bantuan. Salah satu dari mereka, Youssef Abu Saleh, sering melihat Abeer berjuang. “Kami semua lapar,” katanya, “tapi mereka lebih butuh.”

Bertahan di Tengah Puing dan Sampah

Saat panas mereda, anak-anak keluar menjelajah reruntuhan kota. Mereka mencari apa saja yang bisa dibakar-potongan kayu, kertas, plastik, bahkan sepatu tua untuk menyalakan kompor darurat keluarga. Satu hari, mereka menemukan panci di tempat sampah yang kini jadi harta berharga mereka.

“Kami nyaris tak punya barang apa-apa lagi,” kata Abeer. “Tapi saya harus bisa bertahan, untuk anak-anak.”

Setelah seharian mencari makan, air, dan bahan bakar, jika semua tersedia, Abeer bisa memasak. Biasanya hanya sup lentil encer, tapi itu sudah cukup untuk membuat anak-anak tertidur tanpa kelaparan yang menyiksa.

Namun, lebih sering dari itu, mereka tidur tanpa makan.

“Saya makin lemah,” katanya pelan. “Sering pusing saat berjalan mencari air atau makanan. Saya tidak tahu berapa lama lagi saya bisa seperti ini.”

Di ujung ceritanya, Abeer tak bisa menahan air mata. “Kalau perang ini terus begini… saya mulai berpikir lebih baik saya mati saja. Saya sudah kehabisan kekuatan.”

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Arab Saudi dan Yordania Kecam Aksi Provokatif Menteri Israel di Masjid Al-Aqsa



Riyadh

Arab Saudi mengecam keras tindakan provokatif Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada Minggu (3/8). Kementerian Luar Negeri Saudi menyebut aksi tersebut sebagai pemicu ketegangan yang berpotensi memperburuk konflik di sana.

“Kerajaan Arab Saudi mengutuk sekeras-kerasnya provokasi yang terus-menerus dilakukan oleh pejabat pemerintahan pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa,” bunyi pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Saudi di akun X.

“Tindakan semacam ini hanya akan memperkeruh situasi dan menghambat upaya perdamaian di Timur Tengah.”


Ben-Gvir diketahui memasuki kompleks Al-Aqsa dan mengaku melaksanakan salat di sana. Aksi tersebut dinilai menantang status quo yang telah lama berlaku, di mana pengelolaan situs suci tersebut berada di bawah otoritas keagamaan Yordania. Sesuai kesepakatan yang telah berlangsung puluhan tahun, umat Yahudi diizinkan berkunjung ke kompleks Al-Aqsa, namun tidak diperkenankan melakukan ibadah di sana.

Arab Saudi juga kembali menyerukan kepada komunitas internasional agar mengambil langkah tegas menghentikan pelanggaran hukum dan norma internasional oleh pejabat Israel yang dinilai merusak stabilitas kawasan.

Sikap serupa juga disampaikan oleh pemerintah Yordania. Melalui pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Yordania mengecam tindakan Ben-Gvir sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan hukum humaniter internasional. “Ini adalah provokasi yang tidak bisa diterima dan bentuk eskalasi yang sangat berbahaya,” tegas pernyataan tersebut.

Dilansir dalam Arab News pada Minggu (3/8/2025), Juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Duta Besar Sufian Qudah, menyatakan penolakan tegas negaranya atas serangan provokatif yang terus berulang dari para pejabat Israel. Ia juga menyoroti keterlibatan aparat keamanan Israel yang secara berkala memfasilitasi masuknya pemukim Yahudi ke kawasan Masjid Al-Aqsa.

“Israel tidak memiliki kedaulatan atas Masjid Al-Aqsa/Al-Haram Al-Sharif,” tegas Qudah. Ia memperingatkan bahwa upaya untuk membagi masjid secara waktu maupun wilayah merupakan bentuk pelanggaran terhadap status historis dan hukum tempat suci tersebut.

Qudah juga menekankan bahwa tindakan-tindakan tersebut merupakan penodaan terhadap kesucian situs-situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem, serta memperingatkan bahwa provokasi semacam ini berisiko memicu eskalasi berbahaya dan memperburuk situasi di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Negara Arab dan Islam Kecam Menteri Israel Berdoa di Al-Aqsa



Jakarta

Negara-negara Arab dan Islam mengecam aksi Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa dan berdoa di sana. Aksi provokatif itu memicu kekhawatiran meningkatnya ketegangan yang tengah berlangsung.

Dilansir Arab News dan Saudi Gazette, Senin (4/8/2025), Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam pernyataannya mengatakan “praktik provokatif” yang dilakukan Ben-Gvir memicu konflik di wilayah tersebut.

“Arab Saudi mengecam keras praktik provokatif berulang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan menekankan praktik ini memicu konflik di kawasan tersebut,” kata Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam pernyataannya di X pada Minggu (3/8/2025), menyusul aksi yang dilakukan Ben-Gvir di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem.


“Kerajaan Arab Saudi terus menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menghentikan praktik-praktik pejabat pendudukan Israel, yang melanggar hukum dan norma internasional serta melemahkan upaya perdamaian di wilayah tersebut,” tambah pernyataan itu.

Selain Arab Saudi, Yordania turut mengecam keras aksi Ben-Gvir. Kementerian Luar Negeri Yordania dalam pernyataannya mengatakan tindakan itu sebagai “pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan hukum humaniter internasional, provokasi yang tidak dapat diterima dan eskalasi yang dikutuk.”

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Yordania Sufian Qudah juga menegaskan kembali penolakan Yordania atas serangan provokatif berulang yang dilakukan menteri ekstremis Israel terhadap Masjid Al-Aqsa.

“Tindakan-tindakan seperti itu merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap status quo masjid tersebut dan merupakan upaya memecah belah masjid tersebut secara temporal dan spasial, serta penodaan terhadap kesuciannya,” tegas Qudah.

Yordania sendiri memegang tanggung jawab atas urusan administratif di kompleks Masjid Al-Aqsa lewat Badan Waqf Yerusalem.

Kementerian Luar Negeri Palestina, seperti dilansir Anadolu Agency, menyebut serangan yang dipimpin Ben-Gvir ke Al-Aqsa “bukan insiden yang terisolasi”. Palestina menyebut penyerbuan berulang oleh pejabat Israel menegaskan kebijakan kolonial dan rasis untuk menghilangkan keberadaan Palestina di Yerusalem.

Kelompok jihad Palestina, Hamas, menyebut apa yang dilakukan Ben-Gvir sebagai “tindakan kriminal” yang mengancam perdamaian dan keamanan regional dan internasional.

Sejumlah organisasi negara-negara Islam seperti Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab mengeluarkan pernyataan terpisah yang menyebut aksi Ben-Gvir bersama ribuan pemukim Israel adalah “provokasi serius terhadap sentimen muslim”.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa pada Minggu (3/8/2025) pagi. Dilansir Reuters, Ben-Gvir mengaku berdoa di situs suci tersebut.

Dalam sebuah video yang dirilis organisasi Yahudi bernama Temple Mount Administration, terlihat Ben-Gvir memimpin sekelompok orang berjalan di kompleks tersebut. Video lain memperlihatkan Ben-Gvir sedang berdoa.

Laporan Departemen Wakaf Islam di Yerusalem, ada 1.251 pemukim yang ikut serta dalam penyerbuan ke kompleks Masjid Al-Aqsa. Mereka melakukan ritual Talmud, menari, dan berteriak hingga mengganggu kesucian masjid.

Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem adalah situs suci ketiga bagi umat Islam. Ini juga menjadi tempat bersejarah umat Kristen dan disucikan oleh umat Yahudi. Aturan yang berlaku di tempat tersebut hanya mengizinkan umat Islam beribadah di sana.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Israel Setuju Caplok Gaza, Pindah Paksa Warga Palestina



Jakarta

Kabinet politik-keamanan Israel menyetujui rencana pencaplokan Kota Gaza. Rencana tersebut melibatkan evakuasi warga Palestina dan serangan darat.

Dilansir Reuters, Jumat (8/8/2025), persetujuan tersebut tercapai beberapa jam setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan mengambil alih kendali militer atas seluruh Jalur Gaza.

“IDF akan bersiap untuk menguasai Kota Gaza sambil memberikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk sipil di luar zona pertempuran,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan, merujuk pada Pasukan Pertahanan Israel.


Reporter Axios Barak Ravid, mengutip seorang pejabat Israel, mengatakan di X rencana tersebut melibatkan evakuasi warga sipil Palestina dari Kota Gaza dan melancarkan serangan darat di sana.

Sebelumnya, Netanyahu dalam sebuah wawancara di Fox News Channel pada Kamis (7/8/2025) mengatakan “bermaksud” mengambil alih kendali militer seluruh Gaza.

“Kami bermaksud demikian,” kata Netanyahu ketika ditanya apakah Israel akan mengambil alih seluruh wilayah pesisir tersebut.

Netanyahu mengatakan Israel ingin menyerahkan pemerintahan atas wilayah tersebut kepada pasukan Arab. Namun, dia tidak merinci tata kelola atau negara mana saja yang kemungkinan terlibat.

“Kami tidak ingin mempertahankannya. Kami ingin memiliki perimeter keamanan. Kami tidak ingin mengaturnya. Kami tidak ingin berada di sana sebagai badan pemerintahan,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Hamas menyebut pernyataan Netanyahu itu sebagai “kudeta terang-terangan” terhadap proses negosiasi.

“Rencana Netanyahu untuk memperluas agresi menegaskan tanpa keraguan bahwa ia berusaha menyingkirkan tawanannya dan mengorbankan mereka,” kata Hamas dalam pernyataannya, dilansir Reuters.

Sementara itu, sumber resmi Yordania mengatakan negara-negara Arab hanya akan mendukung apa yang diputuskan dan disetujui oleh Palestina. Sumber tersebut juga mengatakan keamanan di Gaza harus ditangani melalui “lembaga-lembaga Palestina yang sah.”

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kecam Rencana Israel Kuasai Gaza, Saudi Desak Dewan Keamanan PBB Ambil Tindakan



Jakarta

Arab Saudi mengecam keras rencana Israel untuk kuasai Gaza. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Arab Saudi melalui akun X-nya.

“Kerajaan Arab Saudi mengutuk sekeras-kerasnya keputusan otoritas pendudukan Israel untuk menduduki Jalur Gaza dan dengan tegas mengutuk kegigihan mereka dalam melakukan kejahatan kelaparan, praktik brutal dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” demikian bunyi pernyataannya seperti dikutip dari unggahan X-nya @KSAmofaEN.


Lebih lanjut, Saudi memperingatkan bahwa kegagalan berkelanjutan komunitas internasional dan Dewan Keamanan PBB untuk segera menghentikan serangan serta pelanggaran Israel yang merusak pondasi tatanan internasional sekaligus legitimasi internasional. Selain itu, tindakan Israel juga mengancam perdamaian serta keamanan regional. Juga, meramalkan konsekuensi mengerikan yang mendorong genosida dan pengungsian secara paksa.

“Gagasan dan keputusan tidak manusiawi yang diadopsi oleh otoritas pendudukan Israel tanpa pencegahan menegaskan kembali kegagalan mereka dalam memahami ikatan emosional, historis, dan hukum rakyat Palestina dengan tanah ini dan hak mereka atasnya, berdasarkan hukum internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan,” lanjut pernyataan tersebut.

Kemudian, Kerajaan Saudi juga menegaskan bahwa kejahatan Israel yang terus berlanjut menuntun komunitas internasional untuk mengambil sikap yang efektif, tegas dan jera untuk mengakhiri bencana kemanusiaan yang dihadapi rakyat Palestina dan memungkinkan tercapainya solusi yang disepakati oleh negara-negara pecinta damai.

“Yaitu implementasi solusi dua negara dan pembentukan negara Palestina di perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, berdasarkan resolusi PBB yang relevan,” sambungnya.

Sebagaimana diketahui, kabinet keamanan Israel menyetujui rencana yang diusulkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar militer mengambil alih kendali Kota Gaza. Hal ini disampaikan oleh Netanyahu di kantornya dalam pernyataan yang dirilis pada Jumat lalu (8/8).

“Berdasarkan rencana untuk ‘mengalahkan’ Hamas di Jalur Gaza, pasukan Israel “akan bersiap untuk mengambil alih kendali Kota Gaza sambil mendistribusikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk sipil di luar zona pertempuran,” demikian pernyataan tersebut, dilansir kantor berita AFP.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Innalillahi! Ini Nama-nama Jurnalis yang Tewas di Gaza Akibat Serangan Israel


Jakarta

Serangan Israel di Gaza tidak hanya menimbulkan banyak korban jiwa di kalangan warga sipil, tetapi juga menewaskan ratusan jurnalis yang bertugas di lapangan.

Salah satu serangan paling tragis terjadi pada Minggu (10/8/2025) malam di depan Rumah Sakit al-Shifa, Kota Gaza. Sebuah drone milik Israel menargetkan tenda media yang digunakan para jurnalis untuk berlindung dan bekerja.

Menurut laporan Al Jazeera, serangan tersebut menewaskan tujuh orang, lima di antaranya adalah jurnalis/staf Al Jazeera, yaitu:


  • Anas al-Sharif (28), jurnalis Al Jazeera
  • Mohammed Qreiqeh (33), koresponden Al Jazeera
  • Ibrahim Zaher (25), juru kamera
  • Mohammed Noufal (29), juru kamera
  • Moamen Aliwa (23), juru kamera

Selain itu, reporter lepas Mohammed Al-Khaldi juga dilaporkan tewas.

Rekan mereka, Hani al-Shaer, yang selamat, menyatakan bahwa tenda tersebut jelas bertanda media, sehingga serangan ini diduga sengaja dilakukan.

Beberapa Jurnalis Al Jazeera yang Sebelumnya Tewas

Serangan terhadap jurnalis Al Jazeera bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, beberapa jurnalis Al Jazeera juga tewas dalam serangan Israel, antara lain:

  • Samer Abudaqa, juru kamera yang meninggal pada 14 Desember 2023 saat meliput di Khan Younis.
  • Hamza Dahdouh, putra kepala biro Al Jazeera di Gaza, yang tewas dalam serangan rudal pada 7 Januari 2024.
  • Ahmed al-Louh, yang terbunuh pada 15 Desember 2023 di kamp Nuseirat.
  • Ismail al-Ghoul dan juru kameranya, Rami al-Rifi, yang tewas pada 31 Juli 2024 di kamp pengungsi Shati.
  • Hossam Shabat (23), meninggal pada 24 Maret 2024 di Beit Lahiya, Gaza utara.

Jumlah Jurnalis Tewas di Gaza Tinggi

Menurut data dari Costs of War Project Universitas Brown, jumlah jurnalis yang tewas di Gaza sejak Oktober 2023 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jurnalis yang gugur dalam Perang Dunia I dan II, Perang Korea, Perang Vietnam, konflik di bekas Yugoslavia, dan perang di Afghanistan setelah 9/11 jika digabungkan.

Laporan dari Reporters Without Borders (RSF) menyebut 2024 sebagai tahun paling mematikan bagi jurnalis. Lebih dari 120 jurnalis tewas secara global, dengan lebih dari 50 di antaranya akibat serangan Israel di Gaza dalam delapan bulan terakhir.

Statistik Korban Jurnalis di Gaza

Menurut situs Shireen.ps, yang dinamai dari jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh, hampir 270 jurnalis dan pekerja media tewas dalam 22 bulan terakhir akibat serangan Israel di Gaza. Artinya, rata-rata 13 jurnalis tewas setiap bulan.

Sementara menurut kantor media Gaza yang dikelola Hamas, seperti dilansir Reuters, total jurnalis yang tewas sejak serangan 7 Oktober 2023 ada 238 orang. Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mencatat setidaknya 186 jurnalis tewas akibat konflik Gaza.

CPJ mengatakan pembunuhan dan penahanan jurnalis telah menyebabkan kekosongan informasi yang dapat membuat pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang sulit didokumentasikan.

Pada Juni 2024 lalu, organisasi media dunia seperti RSF dan CPJ bersama sejumlah media lainnya mengeluarkan surat terbuka yang menyatakan bahwa jurnalis Palestina menghadapi ancaman serius hanya karena menjalankan tugas mereka.

Amnesty International juga menyatakan bahwa Israel tidak hanya membunuh jurnalis tetapi juga menyerang dunia jurnalisme dengan mencegah pendokumentasian kejahatan perang.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

MUI Kecam Keras Israel atas Pembunuhan 5 Jurnalis Al Jazeera di Gaza


Jakarta

Militer Israel kembali melancarkan serangan mematikan yang menewaskan lima jurnalis Al Jazeera di Gaza, Minggu malam, 10 Agustus 2025. Serangan terjadi di luar gerbang utama Rumah Sakit al-Shifa, Kota Gaza, saat para jurnalis berada di tenda untuk meliput perkembangan terbaru di wilayah konflik.

Menurut laporan Al Jazeera, para korban adalah Anas al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal, dan Moamen Aliwa. Serangan terjadi sekitar pukul 23.35 waktu setempat, ketika drone Israel menargetkan lokasi tempat para wartawan berkumpul.


Kecaman Keras dari MUI

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Prof Sudarnoto Abdul Hakim mengecam keras serangan Israel yang menewaskan jurnalis Al Jazeera.

“Majelis Ulama Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam sekaligus mengecam dengan sekeras-kerasnya tindakan militer Israel yang telah membunuh lima wartawan Al-Jazeera,” ujarnya, dikutip dari MUI Digital, Selasa (12/8/2025).

Ia menilai serangan itu melanggar prinsip-prinsip perlindungan terhadap jurnalis dalam konflik bersenjata dan merupakan pelanggaran serius.

Sudarnoto turut mengecam narasi militer Israel yang menyebut para jurnalis sebagai “teroris”. Ia menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan hanya digunakan untuk membenarkan tindakan kekerasan terhadap media yang menyuarakan kebenaran.

Menurutnya, tuduhan seperti ini telah mendapat kecaman dari berbagai organisasi hak asasi manusia dan lembaga pers internasional.

MUI menyoroti tingginya jumlah korban jiwa di kalangan media sejak konflik meletus. Berdasarkan data dari Committee to Protect Journalists (CPJ) per 24 Juli 2025, sebanyak 186 jurnalis dan pekerja media telah terbunuh. Sementara itu, menurut International Federation of Journalists (IFJ), 164 di antaranya merupakan warga Palestina hingga Mei 2025.

Sudarnoto bilang angka-angka tersebut kemungkinan belum mencerminkan jumlah korban yang sebenarnya, mengingat keterbatasan akses dan dokumentasi di wilayah konflik.

Menanggapi tragedi yang berulang, MUI menyerukan tiga hal penting:

  1. Mendesak penyelidikan independen internasional terhadap setiap serangan terhadap jurnalis, melibatkan lembaga seperti PBB, UNESCO, CPJ, IFJ, dan lainnya.
  2. Menegaskan bahwa kebebasan pers adalah hak asasi manusia, yang harus dijamin dan dilindungi dalam situasi apa pun.
  3. Mengajak solidaritas global dari seluruh jurnalis untuk mengecam kejahatan ini dan mendukung proses hukum terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).

“Mereka harus dilindungi, bukan diserang. Menyuarakan bahwa kebebasan pers adalah hak asasi yang harus dilindungi,” pungkasnya.

Rentetan Serangan Sebelumnya terhadap Jurnalis Al Jazeera

Sebelum 10 Agustus 2025, sedikitnya lima jurnalis Al Jazeera telah menjadi korban serangan Israel, menurut laporan Al Jazeera berikut nama-nama jurnalis yang gugur:

  • 14 Desember 2023: Samer Abudaqa tewas dalam serangan udara saat meliput di Khan Younis bersama Kepala Biro Gaza, Wael Dahdouh. Tim medis tidak dapat menyelamatkannya karena dihalangi militer Israel.
  • 7 Januari 2024: Hamza Dahdouh, anak tertua Wael Dahdouh sekaligus jurnalis Al Jazeera, gugur akibat serangan rudal terhadap kendaraan yang ia tumpangi.
  • 31 Juli 2024: Ismail al-Ghoul dan juru kameranya Rami al-Rifi tewas dalam serangan di kamp pengungsi Shati, meski sudah mengenakan rompi pers dan menggunakan kendaraan bertanda media.
  • 15 Desember 2024: Ahmed al-Louh menjadi korban serangan udara di kamp Nuseirat, Gaza tengah.
  • 24 Maret 2025: Hossam Shabat (23) tewas dalam serangan di wilayah Beit Lahiya, Gaza utara.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Bantuan Asing Masih Sulit Masuk Gaza, Aturan Baru Israel Hambat Penyaluran



Jakarta

Undang-Undang baru Israel yang mengatur organisasi bantuan asing kini semakin sering digunakan untuk menolak permohonan pengiriman pasokan ke Gaza. Hal ini terungkap dalam surat bersama yang diterbitkan Kamis (14/08/2025), ditandatangani oleh lebih dari 100 kelompok, termasuk Oxfam dan Dokter Lintas Batas (MSF).

Dilansir dari Arab News pada Kamis (14/08/2025), hubungan antara LSM internasional dan pemerintah Israel memang sudah lama tegang. Pejabat Israel kerap menilai organisasi bantuan bersikap bias. Ketegangan ini memuncak setelah serangan besar Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023.

Menurut pernyataan bersama, otoritas Israel telah menolak puluhan permintaan LSM untuk mengirimkan barang penyelamat dengan alasan mereka “tidak berwenang mengirimkan bantuan.” Pada Juli 2025 saja, setidaknya 60 permohonan bantuan ke Gaza ditolak.


Dalam The Journal dikatakan bahwa pada bulan Maret lalu, pemerintah Israel menyetujui seperangkat aturan baru untuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing yang bekerja dengan warga Palestina. Regulasi ini mengatur proses pendaftaran, sekaligus memberi kewenangan pemerintah untuk menolak atau mencabut izin jika suatu organisasi dinilai menentang karakter demokratis Israel atau mendukung kampanye delegitimasi negara tersebut.

Menteri Diaspora Israel, Amichai Chikli, menyatakan banyak organisasi bantuan dijadikan kedok untuk aktivitas permusuhan bahkan kekerasan. Namun, ia menegaskan, LSMyang bebas dari keterlibatan tersebut dan tidak terkait gerakan boikot akan tetap diizinkan beroperasi.

Kelompok bantuan menilai aturan ini membuat warga Gaza kehilangan akses bantuan vital. “Mandat kami adalah menyelamatkan nyawa, tetapi pembatasan pendaftaran membuat warga sipil tak mendapat makanan, obat, dan perlindungan yang mereka butuhkan,” kata Jolien Veldwijk, Direktur CARE untuk wilayah Palestina dalam BBC, Kamis (14/08/2025)

CARE sendiri belum bisa mengirimkan bantuan ke Gaza sejak blokade penuh diberlakukan pada Maret, meski ada sedikit pelonggaran pada Mei.

Israel menuduh Hamas kerap mencuri bantuan yang masuk. Sejak Mei, distribusi makanan dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung AS. Namun, operasi sering kacau karena ribuan warga berebut setiap hari. Beberapa warga bahkan ditembak, termasuk oleh tentara Israel, ketika mencoba mendekati pusat distribusi.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Muhammadiyah Sebut Aksi Israel Pindahkan Warga Gaza Awal ‘Israel Raya’


Jakarta

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengecam keras rencana Israel yang ingin memindahkan paksa warga dari Gaza utara ke selatan. Menurutnya, langkah ini adalah bagian dari “rencana jahat” Israel untuk mencaplok wilayah Gaza sepenuhnya.

Anwar Abbas menyebut pemindahan paksa ini adalah langkah awal dari impian Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mendirikan Negara Israel Raya.

“Jangankan akan memindahkan warga Gaza utara ke selatan, Netanyahu dan Donald Trump malah ingin mengevakuasi seluruh rakyat Gaza ke luar negeri, termasuk ke Indonesia,” ujar Anwar Abbas dalam keterangannya, Senin (18/8/2025), dikutip detikNews.


“Mereka mengatakan hal itu karena mereka katanya akan membangun kembali Gaza yang porak poranda. Padahal sejatinya mereka ingin mencaplok Gaza dan menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari negara Israel,” imbuhnya.

Anwar Abbas menjelaskan, impian Negara Israel Raya mencakup seluruh wilayah Palestina, Suriah, Lebanon, Yordania, sebagian Mesir, Arab Saudi, dan Irak. Oleh karena itu, langkah pemindahan warga Gaza utara ke selatan adalah bagian dari strategi zionis untuk menguasai Gaza secara bertahap.

“Jadi usaha pihak Israel memaksa warga Gaza utara untuk pindah ke selatan itu merupakan bagian dari strategi mereka untuk menduduki dan menguasai Gaza secara bertahap dalam konteks mendirikan Israel Raya yang sudah menjadi cita-cita dari zionis Israel,” tegasnya.

PBB Diharapkan Turun Tangan

Anwar Abbas mendesak agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan para pemimpin dunia tidak tinggal diam. Ia berharap PBB bisa mencegah rencana jahat Israel yang berdalih demi keamanan warga.

“Untuk itu kita berharap agar dunia termasuk PBB jangan berdiam diri dan harus bisa mencegah tindakan Israel tersebut karena tindakan ini jelas-jelas merupakan bagian dari niat jahat Israel untuk mencaplok wilayah Gaza yang sangat strategis tersebut secara bertahap,” pungkas Wakil Ketua Umum MUI itu.

Seperti diketahui, rencana Israel untuk memindahkan warga Gaza utara ke selatan telah memicu kekhawatiran internasional. Pihak militer Israel beralasan relokasi ini dilakukan untuk menjamin keselamatan warga karena mereka akan memulai serangan baru.

Bahkan, militer Israel menjanjikan tenda dan peralatan perlindungan di zona relokasi, sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (17/8/2025).

Namun, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan justru menyatakan keprihatinan. Mereka khawatir rencana Israel ini hanya akan menambah penderitaan bagi 2,2 juta penduduk di wilayah kantong tersebut.

Selengkapnya baca di sini.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas, Israel Belum Merespons


Jakarta

Hamas menyatakan setuju dengan usulan gencatan senjata selama 60 hari yang diajukan oleh Qatar dan Mesir. Proposal ini termasuk pembebasan sandera secara bertahap dan penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza. Namun, Israel hingga kini belum memberikan jawaban resmi dan masih meragukan kesepakatan tersebut.

Menurut laporan BBC, Pejabat Hamas, Taher al-Nunu, menyatakan kepada Al-Araby TV bahwa Hamas menerima proposal tersebut tanpa meminta perubahan apa pun. Ia menyebutnya sebagai “kesepakatan parsial menuju kesepakatan menyeluruh” dan menegaskan bahwa negosiasi untuk mencapai gencatan senjata permanen akan dimulai sejak hari pertama pelaksanaan.

Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, isi proposal gencatan senjata ini hampir identik dengan rencana yang diajukan oleh utusan Amerika Serikat, Steve Witkoff, pada Juni lalu. Rencana Witkoff juga mencakup gencatan senjata selama 60 hari, dengan pembebasan 10 sandera hidup dan 18 jenazah secara bertahap, serta pembebasan tahanan Palestina sebagai imbalannya.


Meskipun pada saat itu Israel menerima rencana Witkoff, Hamas menolaknya karena khawatir gencatan senjata sementara itu tidak akan berlanjut menjadi permanen.

Isi Proposal Gencatan Senjata

Masih dari sumber sebelumnya, berikut isi proposal gencatan senjata.

1. Pembebasan Sandera oleh Hamas

Hamas akan membebaskan sandera secara bertahap sebagai tanda komitmen terhadap gencatan senjata:

  • Hari ke-1: Membebaskan 8 sandera yang masih hidup
  • Hari ke-7: Menyerahkan 5 jenazah sandera
  • Hari ke-30: Menyerahkan 5 jenazah sandera
  • Hari ke-50: Membebaskan 2 sandera hidup lagi
  • Hari ke-60: Menyerahkan 8 jenazah sandera

2. Pembebasan Tahanan oleh Israel

Sebagai imbalan atas pembebasan sandera, Israel akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina sebagai bentuk kesepakatan timbal balik:

  • Sekitar 1.500 tahanan asal Gaza dibebaskan
  • Termasuk 150 tahanan dengan hukuman seumur hidup
  • Termasuk 50 tahanan dengan hukuman lebih dari 15 tahun

3. Penarikan Pasukan Israel Selama Gencatan Senjata

Selain aspek pembebasan tahanan, proposal juga mengatur soal penarikan pasukan Israel agar suasana gencatan senjata dapat berjalan efektif:

  • Pasukan Israel akan mundur sejauh 800 meter hingga 1,2 kilometer dari perbatasan Gaza selama masa 60 hari gencatan senjata
  • Namun, Israel tetap mempertahankan posisi di koridor militer Morag dan Philadelphi di selatan Gaza

Jika dibandingkan dengan proposal sebelumnya, utusan AS Steve Witkoff mengajukan rencana yang hampir sama, namun dengan perbedaan signifikan yang membuat Hamas menolaknya:

  • Hamas hanya membebaskan 10 sandera hidup dan 18 jenazah pada hari pertama dan ketujuh
  • Israel membebaskan 125 tahanan seumur hidup, 1.111 tahanan Gaza, dan 180 jenazah Gaza
  • Hamas menolak karena tidak ada jaminan gencatan senjata permanen

Respons Israel Masih Belum Jelas

Pemerintah Israel belum memberikan tanggapan resmi atas proposal tersebut. Namun, juru bicara pemerintah, David Mencer, mengatakan bahwa Israel tidak tertarik pada kesepakatan parsial. Ia menyebut keadaan saat ini telah berbeda. Menurut analisa Al Jazeera, hal ini mengisyaratkan bahwa Israel ingin terus melanjutkan operasi militer di Gaza.

Israel juga menuntut agar seluruh 50 sandera yang diyakini masih ditahan di Gaza dibebaskan sekaligus. Seorang pejabat di kantor Perdana Menteri Netanyahu mengatakan bahwa pembebasan seluruh sandera adalah syarat utama untuk mengakhiri perang.

Situasi di Gaza Semakin Sulit

Menurut laporan Al Jazeera, Qatar mengonfirmasi bahwa Hamas sudah memberikan tanggapan positif terhadap usulan gencatan senjata tersebut, tetapi Israel belum merespon.

Sementara itu, serangan Israel masih terus terjadi. Dalam beberapa hari terakhir, sedikitnya 12 orang tewas akibat serangan di tenda pengungsian di Khan Younis dan Deir el-Balah. Serangan juga menghancurkan rumah-rumah di Gaza selatan dan terjadi tembakan hebat di wilayah Gaza timur. Jumlah korban tewas dalam serangan sejak pagi hari itu mencapai 40 orang.

Sejak perang dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 62.000 orang telah meninggal di Gaza, sementara di Israel, sebanyak 1.139 orang tewas dan lebih dari 200 orang disandera.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com