Tag Archives: shahih al – jami

Bolehkah Menguap saat Shalat?


Jakarta

Menguap bisa muncul tanpa disadari, terutama saat tubuh merasa letih atau mengantuk. Namun jika itu terjadi saat shalat, bagaimana Islam memandangnya? Ternyata, hal ini bukan perkara ringan dalam syariat. Sebab, shalat adalah ibadah yang menuntut kekhusyukan dan fokus. Dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’minun ayat 1-2, Allah berfirman,

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ

Arab latin: Qad aflaḥal-mu’minūn(a). Allażīna hum fī ṣalātihim khāsyi’ūn(a).


Artinya: “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.”

Ayat ini menunjukkan pentingnya menjaga kekhusyukan dalam shalat. Maka dari itu, segala sesuatu yang bisa mengganggu kekhusyukan, termasuk menguap, perlu diperhatikan dan dihindari.

Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, yang telah dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al Jami’. Rasulullah SAW bersabda:

“Menguap dalam shalat dari setan; jika seseorang dari kalian menguap maka hendaklah dia menahannya semampu mungkin.” (HR Tirmidzi)

Rasulullah menyebut bahwa menguap berasal dari setan karena dapat mengganggu kekhusyukan dalam shalat. Hal ini juga ditegaskan dalam hadits lain yang dikutip Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram:

“Menguap itu dari setan maka jika salah satu kalian menguap maka tahanlah semampunya, karena sesungguhnya jika salah satu kalian mengucapkan, ‘Haa,’ maka setan tertawa.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa:

“Dalam riwayat yang lain hadits ini diqayidi (diberikan catatan) saat melaksanakan shalat, sehingga mungkin saja lafal yang mutlak diarahkan pada lafal yang diqayidi. Sebab setan memiliki keinginan yang kuat untuk mengganggu orang yang tengah melakukan shalat, dan mungkin juga kemakruhan menguap dalam shalat itu lebih dimakruhkan. Hal ini tidak menetapkan ketidakmakruhan menguap pada selain waktu shalat.”

Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa larangan menguap saat shalat memiliki tingkat kemakruhan yang lebih tinggi dibanding di luar shalat, karena dampaknya terhadap kekhusyukan saat beribadah.

Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya 354 Sunnah Nabi Sehari-hari menyebut bahwa setan menyukai manusia yang malas dan jauh dari semangat kebaikan. Menguap dianggap sebagai pintu masuk bagi setan untuk melemahkan manusia, terutama ketika sedang shalat.

Karena itu, menjaga konsentrasi dan menahan menguap termasuk adab yang penting dalam menjaga kekhusyukan ibadah.

Jika seseorang tidak dapat menahan menguap, maka disunnahkan untuk menutup mulut. Ini termasuk bagian dari adab yang dibahas dalam literatur fikih. Sa’id bin Muhammad Ba’isyan dalam Busyral Karim bi Syarhi Masailit Ta’lim menjelaskan:

“Disunahkan menutup mulut dengan menggunakan tangan apabila ada hajat (kebutuhan), seperti saat menguap, karena terdapat hadits shahih yang menjelaskannya. Lantas, apakah menutupi mulut tersebut dengan menggunakan tangan kanan atau kiri? Imam Ar-Ramli mengatakan menggunakan tangan kiri; sedangkan Imam Ibnu Hajar mengatakan boleh menggunakan tangan kiri atau kanan dan kesunahan bisa hasil dengan salah satu tangan kiri atau kanan, baik menggunakan telapak bagian luar atau dalam.”

Berdasarkan pendapat tersebut, bisa disimpulkan bahwa menutup mulut saat menguap dalam shalat merupakan sunnah, dan tangan yang digunakan bisa kanan maupun kiri. Intinya adalah menjaga adab dan menghindari celah bagi setan untuk mengganggu kekhusyukan dalam ibadah.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Hari Kiamat Disebut Berlangsung 50 Ribu Tahun, Ini Penjelasannya


Jakarta

Kiamat adalah hari berakhirnya kehidupan seluruh umat manusia dan alam semesta. Dalam sebuah hadits, dikatakan kiamat akan berlangsung selama 50 ribu tahun.

Dalil terkait kiamat dijelaskan dalam hadits dan Al-Qur’an, salah satunya surah Taha ayat 15. Allah SWT berfirman,

اِنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ اَكَادُ اُخْفِيْهَا لِتُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا تَسْعٰى ١٥


Artinya: “Sesungguhnya hari Kiamat itu (pasti) akan datang. Aku hampir (benar-benar) menyembunyikannya. (Kedatangannya itu dimaksudkan) agar setiap jiwa dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan.”

Benarkah Kiamat Berlangsung 50 Ribu Tahun?

Dalam kitab At Tadzkirah Jilid 1 oleh Imam Syamsuddin Al Qurthubi yang diterjemahkan H Anshori Umar Sitanggal, hadits yang menyebut kiamat berlangsung 50 ribu tahun berasal dari Abu Sa’id Al Khudri. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Dalam suatu hari yang kadarnya 50 ribu tahun.”

Abu Sa’id berkata, “Alangkah lamanya ini.”

Maka, Nabi SAW menjawab, “Demi Allah yang menggenggam jiwaku, sesungguhnya orang mukmin benar-benar akan diringankan, sehingga hari itu akan lebih ringan (pendek) baginya daripada salat wajib yang dia lakukan di dunia.”

Meski demikian, bagi mukmin kiamat tidak berlangsung selama itu. Hal ini dijelaskan dalam Shahih Al-Jami’,

“Hari kiamat bagi orang-orang mukmin hanyalah seukuran antara Dzuhur dan Ashar.”

Selain itu, dalam redaksi lain disebutkan bahwa 50 ribu tahun merupakan ukuran untuk satu hari ketika kiamat. Berikut haditsnya yang dikutip dari buku Jika Sedekah Menjadi Lifestyle tulisan Ustaz Bagenda Ali.

Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (perak) darinya (yaitu zakat), kecuali jika telah terjadi hari kiamat (perak) dijadikan lempengan-lempengan di neraka kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau: Akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga dan kemungkinan menuju neraka.” (HR Muslim)

Turut dijelaskan dalam Al Yaum Al Akhir: Al Qiyamah Ash Shughra wa ‘Alamat Al Qiyamah Al Kubra susunan Umar Sulaiman Al Asyqar yang diterjemahkan Irfan Salim dkk, hadits tersebut menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang tidak menunaikan zakat hartanya. Apabila harta itu berupa emas dan perak, maka idjadikan lempengan panas kemudian pemiliknya disiksa dengan itu.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com