Tag Archives: shahih muslim

Hukum Membunuh Binatang di Rumah: Kapan Diperbolehkan?


Jakarta

Di dalam rumah, kita mungkin akan menjumpai berbagai macam hewan, mulai dari yang tidak berbahaya hingga yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan penghuni. Beberapa hewan yang mungkin kita temukan di rumah seperti cicak dan tikus bisa mengganggu kehidupan di rumah.

Lantas, bagaimana Islam memandang tindakan membunuh hewan-hewan tersebut di dalam rumah? Apakah boleh membunuh hewan yang mengganggu, atau justru ada aturan dan batasan tertentu dalam syariat?

Membunuh Hewan di Rumah

Dalam menjalani kehidupan di rumah, mungkin kita akan bertemu dengan berbagai macam hewan yang bisa jadi mengganggu kehidupan para penghuni surga. Dalam Islam, dibolehkan untuk membunuh beberapa jenis hewan.


Berikut beberapa hewan yang boleh dibunuh di rumah dalam Islam.

1. Cicak

cicakCicak (Foto: iStock)

Menurut buku Kajian Islam Profesi Peternakan oleh Retno Widyani, sebuah hadits dalam Shahih Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan membunuh cicak karena menyebutnya “penjahat kecil.”

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا.

Artinya: Dari Sa’id bin Abi Waqqash RA bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan membunuh cicak, dan beliau menamainya si penjahat kecil. (HR Muslim)

Bahkan, terdapat keutamaan dan pahala bagi mereka yang membunuh cicak sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW berikut.

مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ

Artinya: Barang siapa membunuh cicak dengan sekali pukulan, maka dia mendapat kebaikan sekian dan sekian. Barang siapa membunuh cicak dengan dua kali pukulan, maka dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit daripada yang pertama. Jika dia membunuh cicak dengan tiga kali pukulan, maka dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit daripada yang kedua. (HR Muslim)

2. Tikus

Cara mengusir tikus dari rumahTikus (Foto: Pixabay/Pexels)

Tikus adalah salah satu hewan yang sering ditemukan di dalam rumah dan dapat menimbulkan gangguan serta menyebarkan penyakit. Dalam Islam, tikus termasuk hewan yang boleh dibunuh karena dianggap berbahaya dan merusak.

Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, terdapat lima jenis hewan yang diperkenankan untuk dibunuh dalam ajaran Islam. Dalam sabdanya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa lima hewan tersebut boleh dibunuh karena sifat atau bahayanya.

“Lima jenis hewan yang boleh dibunuh di Tanah Suci dan di luar Tanah Suci adalah burung gagak, burung elang besar, kalajengking, tikus, dan anjing yang menggigit.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa membunuh tikus di rumah tidak termasuk dosa.

3. Tokek

Tokek tokay diketahui memiliki 'indra keenam'Tokek tokay diketahui memiliki ‘indra keenam’ (Foto: uritafsheen/Getty Images via Science Alert)

Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk membunuh tokek. Menurut salah satu riwayat, anjuran ini berkaitan dengan peristiwa ketika Nabi Ibrahim AS dilempar ke dalam api oleh Raja Namrud dan pasukannya.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam Qashash Al-Anbiyaa bahwa perintah tersebut disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari, tepatnya pada Bab Kisah Para Nabi dalam pembahasan ayat Allah, “Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS An-Nisa: 125).

Dari Ubaidillah bin Musa (Ibnu Salam), dari Ibnu Juraij, dari Abdul Hamid bin Jubair, dari Said bin Musayib, dari Ummu Syuraik yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk membunuh tokek, lalu beliau mengatakan, “Karena dahulu tokek itu pernah meniup-niupkan api kepada Ibrahim.”

4. Ular

Potret ular weling (Bungarus candidus) sedang merayap di tanah.Potret ular weling (Bungarus candidus) sedang merayap di tanah. (Foto: Benjamin Michael Marshall/Flickr/Lisensi CC BY-NC 2.0)

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya membunuh ular. Terutama yang memiliki dua garis putih di punggung atau ekornya pendek/buntung.

Dalam istilah Arab, ular bergaris putih dikenal dengan sebutan dzu ath-thifyatain, sedangkan ular berekor pendek disebut al-abtar.

Kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan karya Muhammad Fuad Abdul Baqi (terjemahan Ganna Pryadharizal Anaedi dan Muhamad Yasir al-Abtar) juga merujuk pada ular dengan ciri khas tidak berekor atau panjangnya kurang dari sehasta (sekitar 45 cm). Ular ini biasanya berwarna biru dengan ujung ekor yang putus.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa perintah membunuh dua jenis ular ini didasarkan pada bahayanya, karena diyakini dapat menyebabkan kebutaan dan keguguran.

Rasulullah SAW bersabda,

“Bunuhlah ular dan anjing. Apalagi ular yang di punggungnya ada dua garis putih serta ular yang ekornya buntung. Sebab, kedua jenis ular itu bisa membutakan mata dan menggugurkan kandungan.” (HR Muslim).

5. Hewan yang Membahayakan

Kalajengking masuk rumah bikin resah warga Cianjur.Kalajengking masuk rumah bikin resah warga Cianjur. (Foto: Ikbal Selamet/detikJabar)

Miftah Faridl, dalam buku Antar Aku ke Tanah Suci: Panduan Mudah Haji, Umrah, dan Ziarah, menerangkan bahwa diperbolehkan membunuh hewan pada kondisi-kondisi tertentu. Salah satunya adalah ketika hewan tersebut menyerang manusia. Dalam situasi seperti itu, membunuh hewan dianggap sebagai bentuk perlindungan diri. Maka, tindakan tersebut tidak termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Urutan Memotong Kuku Menurut Islam: Dahulukan Kiri atau Kanan?


Jakarta

Memotong kuku adalah bagian dari fitrah manusia. Ini adalah praktik yang sangat dianjurkan dalam Islam sebagai bentuk kebersihan dan kesehatan

Rasulullah SAW bersabda, “Fitrah itu ada lima macam: khitan, mencukur habis bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memendekkan kumis.” (HR Bukhari)

Menurut Mausu’atul Adab Al-Islamiyyah karya Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada (terjemahan Abu Ihsan Al-Atsari), memotong kuku berarti menghilangkan bagian kuku yang melebihi ujung jari. Kebiasaan ini penting karena kuku yang panjang dapat menjadi sarang kotoran dan terlihat tidak rapi.


Namun, tahukah detikers kalau memotong kuku juga memiliki adab dan tata caranya?

Mengapa Urutan Penting dalam Islam?

Islam adalah agama yang memperhatikan detail, bahkan dalam hal-hal kecil sekalipun. Urutan dalam berbagai ibadah dan aktivitas sehari-hari seringkali memiliki makna dan hikmah tersendiri.

Mengikuti sunnah Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan adalah bentuk kecintaan dan ketaatan kepada ajaran-Nya. Insyaallah dengan begitu akan mendatangkan keberkahan.

Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara spesifik menjelaskan urutan jari dalam memotong kuku, prinsip mendahulukan bagian kanan adalah kaidah umum yang diajarkan Rasulullah SAW dalam banyak hal. Misalnya, dalam berpakaian, bersuci, atau makan, beliau selalu mendahulukan yang kanan.

Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Rasulullah SAW senang mendahulukan anggota kanannya dalam semua perbuatan baiknya saat bersuci, menyisir rambut, dan memakai sandal.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin terjemahan Misbah, juga menyebut hadits lain. Karena Nabi SAW menyukai mendahulukan yang kanan dalam segala sesuatu yang baik.

“Tangan Rasulullah SAW yang kanan beliau gunakan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan beliau yang kiri untuk sesuatu yang dilakukan dalam cebok dan untuk hal-hal yang kotor.” (HR Abu Dawud)

Urutan Memotong Kuku

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam memotong kuku, disunahkan untuk mendahulukan bagian yang kanan. Prinsip ini selaras dengan banyak amalan lain dalam Islam yang mengutamakan sisi kanan sebagai bentuk penghormatan dan keberkahan.

Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (terjemahan Abu Kanzoon Wawan Djunaedi), mengatakan bahwa seorang muslim disunnahkan untuk memotong kuku dari jari tangan kanan. Kemudian berlanjut ke tangan kiri kemudian ke kaki.

Adapun urutan yang paling banyak dipegang adalah sebagai berikut:

  • Dimulai dari tangan kanan: Potong kuku tangan kanan terlebih dahulu, dimulai dari jari telunjuk, tengah, manis, kelingking, lalu ibu jari.
  • Dilanjutkan dengan tangan kiri: Setelah selesai tangan kanan, barulah beralih ke tangan kiri, dengan urutan yang sama (jari telunjuk, tengah, manis, kelingking, lalu ibu jari).

Waktu Memotong Kuku dalam Islam

Seorang Muslim dianjurkan untuk memotong kuku pada hari-hari tertentu yang dianggap lebih utama. Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzhahib Al-Arba’ah (terjemahan Shofa’u Qolbi Djabir) menuturkan bahwa Senin, Kamis, dan Jumat adalah hari-hari terbaik untuk memotong kuku.

Selain anjuran waktu, Islam juga menetapkan batas maksimal tidak memotong kuku. Seorang Muslim dilarang membiarkan kukunya panjang lebih dari 40 hari. Batas waktu ini dijelaskan dalam hadis riwayat Muslim:

“Ditetapkan waktu bagi kami dalam memotong kumis, menggunting kuku, mencabut rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam.” (HR Muslim)

Hadis ini menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan diri secara rutin. Termasuk memotong kuku, sebagai bagian dari ajaran Islam.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Menahan Kentut saat Salat?


Jakarta

Bagi umat Islam, salat adalah pilar agama yang sangat penting. Melaksanakannya dengan khusyuk dan sempurna adalah dambaan setiap muslim.

Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami hukum-hukum salat. Termasuk soal menahan kentut, demi memastikan salat kita diterima oleh Allah SWT.

Lantas, bagaimana hukumnya? Bolehkan menahan kentut saat salat?


Hukum Menahan Kentut Saat Salat

Menurut Saleh bin Al Fauzan dalam buku Ringkasan Fiqih Islam, makruh hukumnya bagi seseorang untuk salat dalam kondisi terganggu oleh sesuatu yang menyusahkan. Ini termasuk merasa kepanasan, kedinginan, menahan kencing, menahan buang air besar, menahan kentut, lapar, atau haus.

Mengapa? Karena kondisi-kondisi tersebut dapat menghilangkan kekhusyukan dalam ibadah salat. Hal ini juga didukung oleh hadits yang diriwayatkan Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ

Artinya: “Tak ada salat ketika makanan telah dihidangkan. Begitu pula tak ada salat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar).” (HR Muslim dalam Shahih Muslim Kitab Ash-Shalat)

Frasa “tidak ada salat” dalam hadits ini dijelaskan berarti tidak sempurnanya salat seseorang. Jadi, makruh hukumnya bagi orang yang menahan kencing, buang air besar, termasuk kentut, saat salat.

Makruh sendiri artinya tak haram dikerjakan, tapi lebih baik untuk ditinggalkan. Alasan utama mengapa ini makruh adalah karena menahan kentut dapat mengganggu pikiran, sehingga menghilangkan kesempurnaan dan kekhusyukan dalam mendirikan ibadah salat.

Batalkah Salah Jika Menahan Kentut?

Mengutip buku Populer Tapi Keliru karya Adil Fathi Abdillah, hal-hal yang dapat menghilangkan kekhusyukan salat secara keseluruhan tidak otomatis membatalkan salat. Menurut mayoritas ulama, keadaan menahan kentut saat salat tidak membatalkan salat.

Yang perlu ditekankan di sini adalah pentingnya salat tanpa gangguan. Meskipun salatnya sah, orang yang salat sambil menahan kentut, kencing, atau buang air besar, tidak akan bisa menyempurnakan pahalanya seperti orang yang khusyuk dalam salatnya.

Jadi, salat orang yang menahan kencing, buang air besar, atau kentut, hukumnya makruh. Namun salatnya tetap sah.

Oleh karena itu, sangat disarankan untuk menyelesaikan urusan buang air kecil atau besar sebelum memulai salat. Seorang muslim sebaiknya memastikan diri dalam kondisi paling nyaman dan tenang agar tidak merasa ingin kentut saat mendirikan salat.

Dengan begitu, salat bisa dikerjakan dengan khusyuk dan tenang, tanpa rasa was-was, dan pahalanya pun bisa sempurna.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kapan Waktu Terbaik Memotong Kuku? Ini Penjelasan dan Urutan Lengkapnya


Jakarta

Merawat kebersihan tubuh adalah bagian dari ajaran Islam yang tidak bisa disepelekan. Salah satu caranya adalah dengan rutin memotong kuku. Meski terlihat sederhana, kebiasaan ini termasuk sunnah fitrah yang diajarkan Rasulullah SAW. Bahkan, jauh sebelum dunia medis menyarankan pentingnya kebersihan kuku, Islam sudah lebih dulu menekankannya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 222,

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ


Arab latin: innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn(a).

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga kebersihan adalah bagian dari ibadah yang dicintai oleh Allah, termasuk lewat hal sederhana seperti memotong kuku.

Memotong Kuku dalam Islam

Dalam buku Seri Fikih Kehidupan karya Ahmad Sarwat, Lc., MA, dijelaskan bahwa meskipun kuku bisa tampak bersih secara kasat mata, para ahli kesehatan tetap menyarankan untuk memotongnya secara rutin. Kuku yang panjang mudah menyimpan kotoran dan bisa menjadi tempat tumbuhnya bakteri.

Islam sejak awal telah mengajarkan pentingnya kebersihan lewat sunnah fitrah. Rasulullah SAW bersabda:

“Lima hal yang termasuk fitrah: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR. Jama’ah)

Urutan Memotong Kuku yang Dianjurkan

Ternyata, Islam tidak hanya menyarankan untuk memotong kuku, tapi juga mengatur adab dan urutannya. Dalam Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi yang diterjemahkan oleh Abu Kanzoon Wawan Djunaedi, dijelaskan bahwa cara memotong kuku yang dianjurkan adalah:

  • Dimulai dari tangan kanan: mulai dari jari telunjuk, lalu jari tengah, jari manis, jari kelingking, dan terakhir ibu jari.
  • Lanjut ke tangan kiri: mulai dari jari kelingking hingga ibu jari.
  • Kemudian kaki kanan: dari jari kelingking hingga ibu jari.
  • Terakhir kaki kiri: dari ibu jari hingga jari kelingking.

Urutan ini bukan kewajiban, tapi termasuk dalam sunnah yang dianjurkan.

Kapan Sebaiknya Memotong Kuku?

Lalu, kapan waktu yang tepat untuk memotong kuku? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW memberi batas waktu agar kuku tidak dibiarkan terlalu panjang:

“Ditetapkan waktu bagi kami dalam memotong kumis, menggunting kuku, mencabut rambut ketiak, dan mencukur rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam.” (HR. Muslim)

Artinya, idealnya kuku dipotong sebelum mencapai 40 hari. Tidak ada hari khusus yang diwajibkan, namun memotong kuku secara rutin tetap sangat dianjurkan.

Menurut buku Fiqih Praktis Sehari-hari oleh Farid Nu’man, Islam tidak menetapkan hari tertentu untuk memotong kuku. Namun, sebagian ulama, terutama dalam mazhab Syafi’i menyebutkan bahwa memotong kuku pada hari Jumat, Kamis, atau Senin dianggap lebih utama.

Seperti yang ditulis dalam buku Fikih Empat Madzhab Jilid 3 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi:

“Memotong kuku yang panjang pada hari Jumat adalah sunnah bagi yang sedang tidak ihram. Begitu pula hari Kamis dan Senin.”

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Hadits Ungkap Penyakit yang Tak Bisa Diobati, Apa Itu?


Jakarta

Dalam ajaran Islam, keyakinan akan takdir Allah SWT dan kuasa-Nya atas segala sesuatu sangatlah fundamental. Salah satu aspek yang sering dibahas adalah mengenai penyakit dan penyembuhannya.

Rasulullah SAW, melalui berbagai sabdanya, telah memberikan banyak petunjuk dan pemahaman mendalam tentang hal ini. Umumnya, kita mengenal bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, namun tahukah Anda bahwa ada satu penyakit yang disebutkan oleh beliau tidak memiliki obat? Mari kita selami lebih lanjut.

Dalil tentang Setiap Penyakit Ada Obatnya

Keyakinan bahwa setiap penyakit ada obatnya bersumber dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdillah dalam Shahih Muslim. Rasulullah SAW bersabda:


لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ؛ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ

Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan izin Allah.”

Hadits ini, yang juga dinukil oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, menegaskan bahwa Allah SWT menurunkan penyakit beserta penawarnya. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa cakupan “penyakit” di sini tidak hanya terbatas pada penyakit fisik, tetapi juga mencakup penyakit hati, roh, dan bahkan kebodohan.

Beliau mencontohkan bahwa obat dari kebodohan adalah bertanya kepada para ulama. Namun, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW memberikan pengecualian terhadap satu kondisi yang tidak dapat diobati.

Hadits di atas ditahqiq oleh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari. Pustaka Imam Asy-Syafi’i telah menerbitkan edisi Indonesianya.

Penyakit Ini Tak Ada Obatnya dalam Islam

Dalam hadits shahih yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dari Usamah bin Syarik, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءٌ، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ، وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Ini diketahui oleh sebagian orang dan tidak diketahui oleh yang lain.”

Kemudian, dalam redaksi lain, beliau melanjutkan:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءٌ، أَوْ دَوَاءٌ، إِلَّا دَاءً وَاحِدًا فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ! مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit, melainkan Dia juga meletakkan obatnya, kecuali satu penyakit.” Para sahabat bertanya, “Penyakit apa itu, wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Ketuaan.”

Menurut At-Tirmidzi, hadits ini berstatus shahih. Ini berarti bahwa proses penuaan yang alami adalah satu-satunya “penyakit” yang tidak memiliki obat secara harfiah. Ketuaan adalah bagian dari fitrah kehidupan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Selain ketuaan, ada pula riwayat dari Abu Sa’id yang menyatakan bahwa kematian adalah penyakit yang tidak ada obatnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah Allah menciptakan penyakit, kecuali Dia juga menciptakan obatnya-yang akan diketahui oleh yang mengetahuinya dan tidak akan diketahui oleh orang bodoh-kecuali kematian.” (HR Ahmad dan At-Thabrani)

Hadits ini juga disebutkan dalam kitab At-Taghdziyah an-Nabawiyah*karya Abdul Basith Muhammad Sayyid (terjemahan Bachtiar). Dengan demikian, baik ketuaan maupun kematian adalah bagian dari ketetapan Allah SWT yang tidak dapat dihindari atau diobati.

Doa Adalah Obat Penawar yang Kuat

Meskipun ada penyakit yang tak bisa diobati seperti ketuaan dan kematian, dalam Islam, doa memiliki peran yang sangat penting sebagai penawar dan sarana memohon kesembuhan. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berdoa dengan sungguh-sungguh:

أُدْعُو اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالاِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Artinya: “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa kalian akan terkabul. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak serius.” (HR Hakim dalam al-Mustadrak dari Abu Hurairah RA)

Hadits ini mengandung makna bahwa doa adalah obat penawar yang mampu memberikan manfaat dan menghilangkan penyakit. Namun, kekuatan doa bisa melemah bahkan hilang jika hati lalai kepada Allah SWT atau jika seseorang mengonsumsi hal-hal yang haram.

Hal ini senada dengan riwayat dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah RA, di mana Nabi SAW menjelaskan tentang seorang laki-laki yang berdoa namun makanannya, minumannya, dan pakaiannya haram. Nabi SAW bertanya, “Maka bagaimana mungkin doanya akan terkabul?”

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Hadits Ungkap Penyakit yang Tak Bisa Diobati, Apa Itu?


Jakarta

Dalam ajaran Islam, keyakinan akan takdir Allah SWT dan kuasa-Nya atas segala sesuatu sangatlah fundamental. Salah satu aspek yang sering dibahas adalah mengenai penyakit dan penyembuhannya.

Rasulullah SAW, melalui berbagai sabdanya, telah memberikan banyak petunjuk dan pemahaman mendalam tentang hal ini. Umumnya, kita mengenal bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, namun tahukah Anda bahwa ada satu penyakit yang disebutkan oleh beliau tidak memiliki obat? Mari kita selami lebih lanjut.

Dalil tentang Setiap Penyakit Ada Obatnya

Keyakinan bahwa setiap penyakit ada obatnya bersumber dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdillah dalam Shahih Muslim. Rasulullah SAW bersabda:


لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ؛ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ

Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan izin Allah.”

Hadits ini, yang juga dinukil oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, menegaskan bahwa Allah SWT menurunkan penyakit beserta penawarnya. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa cakupan “penyakit” di sini tidak hanya terbatas pada penyakit fisik, tetapi juga mencakup penyakit hati, roh, dan bahkan kebodohan.

Beliau mencontohkan bahwa obat dari kebodohan adalah bertanya kepada para ulama. Namun, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW memberikan pengecualian terhadap satu kondisi yang tidak dapat diobati.

Hadits di atas ditahqiq oleh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari. Pustaka Imam Asy-Syafi’i telah menerbitkan edisi Indonesianya.

Penyakit Ini Tak Ada Obatnya dalam Islam

Dalam hadits shahih yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dari Usamah bin Syarik, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءٌ، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ، وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Ini diketahui oleh sebagian orang dan tidak diketahui oleh yang lain.”

Kemudian, dalam redaksi lain, beliau melanjutkan:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءٌ، أَوْ دَوَاءٌ، إِلَّا دَاءً وَاحِدًا فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ! مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit, melainkan Dia juga meletakkan obatnya, kecuali satu penyakit.” Para sahabat bertanya, “Penyakit apa itu, wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Ketuaan.”

Menurut At-Tirmidzi, hadits ini berstatus shahih. Ini berarti bahwa proses penuaan yang alami adalah satu-satunya “penyakit” yang tidak memiliki obat secara harfiah. Ketuaan adalah bagian dari fitrah kehidupan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Selain ketuaan, ada pula riwayat dari Abu Sa’id yang menyatakan bahwa kematian adalah penyakit yang tidak ada obatnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah Allah menciptakan penyakit, kecuali Dia juga menciptakan obatnya-yang akan diketahui oleh yang mengetahuinya dan tidak akan diketahui oleh orang bodoh-kecuali kematian.” (HR Ahmad dan At-Thabrani)

Hadits ini juga disebutkan dalam kitab At-Taghdziyah an-Nabawiyah*karya Abdul Basith Muhammad Sayyid (terjemahan Bachtiar). Dengan demikian, baik ketuaan maupun kematian adalah bagian dari ketetapan Allah SWT yang tidak dapat dihindari atau diobati.

Doa Adalah Obat Penawar yang Kuat

Meskipun ada penyakit yang tak bisa diobati seperti ketuaan dan kematian, dalam Islam, doa memiliki peran yang sangat penting sebagai penawar dan sarana memohon kesembuhan. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berdoa dengan sungguh-sungguh:

أُدْعُو اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالاِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Artinya: “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa kalian akan terkabul. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak serius.” (HR Hakim dalam al-Mustadrak dari Abu Hurairah RA)

Hadits ini mengandung makna bahwa doa adalah obat penawar yang mampu memberikan manfaat dan menghilangkan penyakit. Namun, kekuatan doa bisa melemah bahkan hilang jika hati lalai kepada Allah SWT atau jika seseorang mengonsumsi hal-hal yang haram.

Hal ini senada dengan riwayat dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah RA, di mana Nabi SAW menjelaskan tentang seorang laki-laki yang berdoa namun makanannya, minumannya, dan pakaiannya haram. Nabi SAW bertanya, “Maka bagaimana mungkin doanya akan terkabul?”

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Ini Ciri-ciri Rumah yang Tidak Akan Dikunjungi Malaikat, Seperti Apa?


Jakarta

Rumah menjadi tempat berlindung bagi setiap manusia. Dalam Islam dikatakan bahwa malaikat berkunjung ke rumah untuk memberi berkah dan rahmat dari Allah SWT.

Malaikat merupakan makhluk yang Allah SWT ciptakan dari cahaya. Terkait hal ini disebutkan Rasulullah SAW dalam hadits berikut,

“Malaikat itu diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian.” (HR Muslim)


Menukil dari buku Mengundang Malaikat ke Rumah yang disusun Mahmud asy Syafrowi, malaikat menyukai rumah yang bersih dan wangi. Sebagaimana diketahui, Islam menjunjung tinggi kebersihan. Bahkan, syarat sah sejumlah ibadah adalah suci dari najis.

Berkaitan dengan itu, ada juga sejumlah ciri dari rumah yang enggan dikunjungi oleh malaikat. Seperti apa rumah itu?

Rumah yang Tidak Dikunjungi Malaikat

Abu Hudzaifah Ibrahim dan Muhammad Ash Shayim melalui kitab Buyuut La Tad Khuluha asy-Syayaathiin yang diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani dkk menyebut beberapa ciri rumah yang membuat malaikat enggan berkunjung ke dalamnya. Seperti apa rumah itu?

1. Rumah Orang yang Memelihara Anjing

Ciri pertama dari rumah yang tidak ingin dikunjungi malaikat adalah yang di dalamnya terdapat anjing. Terkait hal ini disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW,

“Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya.” (Muttafaq ‘Alaih dari Abu Thalhah Al Anshari)

Dalam riwayat lainnya dari Aisyah RA diceritakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW memiliki janji temu bersama Jibril, tiba-tiba ia tidak datang karena ada seekor anak anjing di bawah tempat tidur. Rasulullah SAW bersabda,

“Allah tidak mungkin mengingkari janji-Nya, tetapi mengapa Jibril belum datang?”

Tatkala Rasulullah menoleh, ternyata beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur. “Kapan anjing ini masuk?” tanya beliau. Aku (Aisyah) menyahut, “Entahlah.” Setelah anjing itu dikeluarkan, masuklah malaikat Jibril.

“Mengapa engkau terlambat?” tanya Rasulullah kepada Jibril. Jibril pun menjawab, “Karena tadi di rumahmu ada anjing. Ketahuilah, kami tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar (patung).” (HR Muslim)

2. Rumah yang Ada Lukisan dan Patung

Menurut kitab Maadza Yuhibbu an Nabi Muhammad SAW wa Maadza Yukrihu susunan Andan Tharsyah yang diterjemahkan Nur Faizah Dimyathi, Imam Nawawi melalui Keterangan Shahih Muslim berkata,

“Para ulama berpendapat bahwa sebab terhalangnya malaikat masuk ke dalam rumah yang ada gambarnya, karena itu merupakan perbuatan dosa sebab meniru ciptaan Allah, bahkan sebagian gambar ada yang disembah.” tulisnya.

Hadits terkait malaikat yang enggan masuk ke rumah karena ada patung disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW sebelumnya. Riwayat lainnya berbunyi sebagai berikut,

“Sesungguhnya mereka yang melukis gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang telah kalian buat.’ Sesungguhnya rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar, tidak dimasuki malaikat.” (HR Bukhari)

3. Rumah yang Kotor

Rumah yang kotor juga tidak akan dikunjungi oleh malaikat. Dalam Islam, kebersihan disebut sebagian dari iman.

Malaikat menyukai aroma wangi dan akan merasa terganggu dengan bau busuk. Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang merah, dan makanan tidak sedap lainnya, maka jangan sekali-kali ia mendekati (memasuki) masjid kami, oleh karena sesungguhnya para malaikat terganggu dari apa-apa yang mengganggu manusia.” (HR Bukhari dan Muslim)

4. Rumah Orang yang Jadi Pemutus Tali Silaturahmi

Silaturahmi artinya menghubungkan sesuatu yang memungkinkan terjadinya kebaikan, serta menolak sesuatu yang memungkinkan terjadinya keburukan dalam batas kemampuan. Keutamaan silaturahmi tercantum dalam hadits Nabi SAW, beliau bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menghubungkan tali silaturahmi. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)

5. Rumah yang Tidak Pernah Dibacakan Al-Qur’an

Rumah yang tidak pernah dilantunkan bacaan ayat suci Al-Qur’an, sholawat, dan semacamnya membuat malaikat enggan berkunjung. Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Sirin, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya, rumah yang di dalamnya dibacakan Al-Qur’an, maka lapanglah penghuninya, banyak kebaikan, malaikat menghadirinya dan setan-setan meninggalkannya. Sebaliknya, rumah yang tak dibacakan Al Qur’an, maka sempitlah penghuninya, sedikit kebaikannya, malaikat meninggalkannya dan setan-setan mendekatinya.” (HR Ibnu Sirin)

Rumah yang Tidak Dimasuki oleh Malaikat Rahmat

Mengacu pada sumber yang sama, ada juga beberapa rumah yang enggan dimasuki oleh Malaikat Rahmat, yaitu:

  1. Rumah yang tidak disebutkan Asma Allah
  2. Rumah yang banyak caci maki dan laknat di dalamnya
  3. Rumah yang ada lonceng
  4. Rumah yang digunakan minum khamr
  5. Rumah yang ditempati perjudian
  6. Rumah yang penghuninya hidup boros
  7. Rumah yang digunakan untuk kekejian atau dosa besar
  8. Rumah yang memakan riba
  9. Rumah orang yang durhaka kepada orang tua
  10. Rumah orang yang memakan harta anak yatim

Wallahu a’lam.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Sering Tak Terlihat, di Mana Posisi Imam Salat Masjidil Haram?


Jakarta

Pelaksanaan salat di Masjidil Haram berbeda dengan salat di masjid-masjid pada umumnya. Selain shaf yang melingkar, posisi imam tak selalu terlihat oleh jemaah.

Menurut penelusuran detikHikmah, posisi imam salat Masjidil Haram berbeda-beda. Kadang berada tepat di depan Ka’bah, kadang berada di tempat khusus yang sedikit jauh dari Ka’bah. Posisi kedua ini membuat tak semua jemaah bisa melihat keberadaan imam.

Saat ini, posisi imam lebih sering berada di tempat khusus yang disebut dengan mihrab. Ini merupakan tempat imam memimpin salat sekaligus menyampaikan ceramah pada jemaah. Letak persisnya di belakang mataf, di seberang dinding Ka’bah antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad.


Mihrab Masjidil Haram, Makkah.Mihrab Masjidil Haram, Makkah. Foto: X/@AlharamainSA

Jika jemaah mengamati, ada celah kosong memanjang di pelataran Ka’bah saat salat berjamaah berlangsung. Celah ini segaris dengan posisi imam yang berada di mihrab Masjidil Haram. Dengan demikian, tak ada jemaah yang menghalangi imam saat memimpin salat berjamaah menghadap Ka’bah.

Pelaksanaan salat di Masjidil Haram dengan shaf melingkari Ka'bah.Pelaksanaan salat di Masjidil Haram dengan shaf melingkari Ka’bah. Foto: X/@AlharamainSA

Posisi Makmum Salat di Masjidil Haram

Shaf salat di Masjidil Haram melingkari Ka’bah. Posisi makmum berada di belakang imam, jika imam berada di depan Ka’bah. Namun, jika posisi imam di mihrab, makmum bisa memposisikan diri mengelilingi Ka’bah mulai dari barisan paling depan dan mengosongkan area arah imam.

Saat imam memimpin salat dari mihrab, makmum yang berada di arah yang sama tak boleh lebih maju dari imam. Demikian menurut penjelasan para ulama.

Keutamaan Salat di Masjidil Haram

Salat di Masjidil Haram memiliki keutamaan yang tak terdapat di mana pun. Menurut sebuah hadits, salat di Masjidil Haram pahalanya setara dengan 100.000 kali salat. Rasulullah SAW bersabda,

الصَّلَاةُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ وَالصَّلَاةُ فِي مَسْجِدِي بِأَلْفِ صَلَاةٍ وَالصَّلَاةُ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ بِخَمْسِمِائَةِ صَلَاةٍ (رواه الطبراني)

Artinya: “Salat di Masjidil Haram (Makkah) pahalanya sama dengan 100.000 (seratus ribu) kali salat, dan salat di Masjidku (Masjid Nabawi) sama pahalanya dengan 1.000 (seribu) kali salat, dan salat di Baitul Maqdis sama pahalanya dengan 500 (lima ratus) kali salat.” (HR Thabrani)

Dalam Shahih Muslim juga terdapat hadits yang menyebut keutamaan salat di Masjidil Haram, Makkah dan Masjid Nabawi, Madinah.

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ أَخرجه البخاري في: ۲۰ كتاب فضل الصلاة في مسجد مكة والمدينة : ۱ باب فضل الصلاة في مسجد مكة والمدينة

Artinya: Abu Hurairah berkata: “Nabi bersabda: ‘Salat di masjidku ini lebih baik dari seribu kali salat di masjid lainya, kecuali Masjidil Haram (Makkah).” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-20, Kitab Keutamaan Salat di Masjid Makkah dan Madinah bab ke-1, bab Keutamaan Salat di Masjid Makkah dan Madinah)

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Ciri-Ciri Al-Jassasah Mata-Mata Dajjal dan Lokasi Tempatnya Bersembunyi


Jakarta

Keberadaan Al Jassasah diterangkan dalam sejumlah hadits Rasulullah SAW. Meski tak banyak riwayat yang menceritakannya, sejumlah pendapat mengaitkan makhluk misterius ini sebagai mata-mata Dajjal.

Salah satu hadits yang membahas Al Jassasah menceritakan tentang pertemuan sahabat Rasulullah SAW yang bernama Tamim dengan Dajjal. Dinukil dari Alaamat Al Qiyaamah Al Kubra susunan Syekh Mutawalli Sya’rawi terjemahan Masturi Irham dan Moh Asmuitaman, hadits pertemuan Tamim dan Dajjal terdapat dalam riwayat muslim pada bab Quissotul Jasasah.


Bunyi Hadits tentang Al Jassasah

Kala itu, Tamim tengah melakukan perjalanan pada suatu pulau. Di tengah perjalanan, Tamim melihat hewan aneh yang menyebut dirinya sebagai mata-mata bernama Al Jassasah.

Setelahnya, mereka bertemu makhluk yang berbulu lebat hingga tidak dapat dibedakan antara bagian depan dan belakang. Mereka pun bertanya, “Siapakah kamu ini hai makhluk berbulu?”

Makhluk berbulu itu menjawab, “Aku adalah Al Jassasah.”

Mereka bertanya lagi, “Apakah Jassasah itu?”

Bukannya menjawab, makhluk itu berkata, “Hai sekalian manusia, pergilah kalian kepada seorang laki-laki di suatu biara, karena ia sangat mengharapkan berita dari kalian.”

Setelah mendengar itu, rombongan mereka langsung pergi meninggalkan tempat tersebut karena mengira makhluk aneh itu adalah setan. Hingga akhirnya mereka masuk ke dalam pulau tersebut.

Tiba-tiba, mereka bertemu dengan seseorang yang sangat besar di suatu biara. Diakui oleh Tamim sendiri, ia belum pernah melihat orang yang sebesar dan sekekar itu. Makhluk inilah yang mengaku dirinya Dajjal.

Kedua tangan orang tersebut terbelenggu pada lehernya dan kedua kakinya dirantai dengan besi antara kedua lutut hingga kedua mata kakinya. Rombongan Tamim pun bertanya, “Siapakah kamu ini?”

Makhluk itu menjawab, “Bukankah kalian telah memperoleh sedikit informasi tentang diriku, maka sekarang beritahukanlah kepadaku siapakah kalian sebenarnya?”

Tamim dan kawanannya menjawab, “Kami adalah orang-orang yang berasal dari Arab. Kami berlayar mengarungi laut dengan menggunakan perahu. Kemudian kami terbawa ke tengah laut pada saat gelombang laut mulai membesar.”

Mereka pun menceritakan pertemuan dengan hewan aneh tersebut pada si makhluk raksasa.

Laki-laki di biara itu kemudian bertanya pada mereka, “Hai rombongan pengendara perahu, beritahukanlah kepadaku tentang kebun kurma Baisan?”

Dijawab oleh rombongan Tamim bertanya, “Tentang hal apakah yang akan kamu tanyakan kepada kami?”

Laki-laki itu menjawab, “Aku bertanya tentang pohon kurma kepada kalian, apakah ia telah berbuah?”

Kami menjawab, “Ya. Pohon kurma itu telah berbuah.” Laki-laki itu justru berkata bahwa pohon kurma tersebut sebentar lagi tidak akan berbuah. Ia lalu bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang telaga Thabariyyah?”

Rombongan Tamim balik bertanya, “Apakah yang akan kamu tanyakan kepada kami?”

Laki-laki itu berkata, “Apakah telaga tersebut ada airnya?”

Dijelaskan pada laki-laki biara tersebut bahwa air telaga ada sangat banyak. Namun, sang laki-laki kembali berkata bahwa air telaga itu akan habis.

Kemudian laki-laki itu bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang seorang nabi utusan Allah yang ummi, apa yang telah ia lakukan?”

Rombongan Tamim menjawab, “Nabi tersebut telah keluar dari Kota Makkah dan menetap di Kota Yatsrib (Madinah).”

Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah nabi itu dimusuhi oleh orang Arab?” Dan kemudian dijawab dengan, “Ya, ia selalu dimusuhi orang Arab.”

Laki-laki itu terus bertanya, “Bagaimana upaya nabi tersebut dalam menghadapi mereka?”

Kemudian dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW yang dimaksud tersebut telah berhasil dalam menyebarkan dakwahnya. Hingga lelaki biara itu menjawabnya dengan panjang lebar sembari menjelaskan siapa dirinya. Hal ini pun menjelaskan mengapa ia mengetahui tentang masa yang akan datang.

“Sungguh lebih baik apabila orang Arab itu mematuhinya. Sekarang, baiklah aku akan memberitahukan kepada kalian tentang diriku! Sesungguhnya aku ini adalah al Masih Dajjal dan sebentar lagi aku telah diizinkan untuk keluar. Setelah itu, aku akan menjelajahi dunia hingga tidak ada satu kampung pun yang tidak aku singgahi dalam jangka waktu empat puluh malam, kecuali Kota Makkah dan Thaybah (Madinah).

Aku dihalangi untuk memasuki kedua kota tersebut. Setiap kali aku berupaya untuk memasuki salah satunya, maka seorang malaikat akan menghadangku yang siap sedia dengan pedang di tangannya. Sementara itu, di setiap penjuru Kota Makkah dan Madinah ada beberapa malaikat yang menjaganya.”

Ciri-ciri Al Jassasah Berdasarkan Hadits

Mengacu pada hadits di atas, ciri-ciri Al Jassasah adalah memiliki bulu kasar dan melata. Namun, tidak ditemukan penjelasan apakah Al Jassasah termasuk kelompok melata yang muncul pada akhir zaman atau bukan.

Umar Sulaiman Al Asyqar dalam Qashash Al Ghaib Fii Shahih Al Hadits An Nabawi yang diterjemahkan Drs Asmuni, Al Jassasah adalah makhluk yang memata-matai berita tentang Dajjal.

Lokasi Al Jassasah Bersembunyi

Ibnu Manzur mengatakan bahwa Al Jassasah berada di suatu pulau di tengah laut. Mereka memata-matai sambil mencari berita yang diberikan kepada Dajjal.

Brilly El Rasheed dalam bukunya Ad Dabbah Misteri Mutan Akhir Zaman menukil pendapat Imam Nawawi dalam Shahih Muslim bahwa penamaan Jassasah disebabkan makhluk tersebut bertugas untuk tajassus atau memata-matai berbagai berita yang akan dikirim ke Dajjal.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Bentuk Sedekah yang Pahalanya Dahsyat Menurut Hadits


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang dicintai Allah SWT dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Menurut sebuah hadits, ada sedekah yang pahalanya paling dahsyat.

Menurut Buku Saku Terapi Bersedekah yang ditulis Manshur Abdul Hakim, Al-Jurjani mengartikan sedekah sebagai pemberian yang dimaksudkan untuk mengharap pahala dari Allah SWT. Sementara itu, Al-Raghib memaknai sedekah sebagai harta yang dikeluarkan seseorang karena ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Imam Nawawi melalui Syarh Shahih Muslim-nya mengatakan bahwa sedekah menjadi bukti ketulusan seseorang sekaligus lurusnya iman di dalam hatinya. Dengan begitu, perilaku dan suara hatinya selaras. Jadi, sedekah adalah cermin dari iman yang tulus dan lurus.


Anjuran bersedekah dijelaskan dalam sejumlah ayat suci Al-Qur’an, salah satunya firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 267.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Berkaitan dengan itu, ada sedekah yang pahalanya besar. Hal ini disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.

Sedekah Apa yang Pahalanya Paling Besar?

Sedekah yang pahalanya paling besar tercantum dalam hadits Rasulullah SAW. Berikut bunyi haditsnya yang dinukil dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi yang diterjemahkan Misbah.

Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Kemudian Rasulullah pun bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan’, padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih)

Mengacu pada hadits di atas, sedekah yang pahalanya paling besar pahalanya adalah sedekah yang dilakukan ketika sehat dan kikir. Menurut Imam Nawawi, ketika muslim bersifat dermawan dan sedekah dalam keadaan sehat itu membuktikan keikhlasan serta cinta yang besar kepada Allah SWT.

Saat seseorang bersedekah dalam keadaan sehat tentu berbeda ketika sakit. Seperti diketahui, sewaktu seseorang sakit dan ajalnya dekat maka ia merasa putus asa dengan hidup sehingga harta di matanya tak lagi menjadi hal yang penting.

Sedekah ketika kaya juga menjadi salah satu jenis amalan yang pahalanya luar biasa. Ini dijelaskan oleh Asy Syarqawi melalui Jawaih Al-Bukhari tulisan Syaikh Muhammad Imarah yang diterjemahkan M Abdul Ghoffar.

Tujuan dari sedekah adalah menguatkan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Oleh karenanya, sedekah dalam keadaan sakit atau jelang kematian berbeda dengan sedekah sewaktu sehat dan kaya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com