Tag Archives: sholat

Bolehkah Salat Tanpa Menutup Aurat Sempurna? Ini Penjelasannya


Jakarta

Menutup aurat adalah syarat sah salat baik bagi laki-laki maupun perempuan. Terkadang masih dijumpai ada orang yang belum sempurna dalam menutup auratnya. Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Menurut penjelasan dalam Syarah Fathul Qulub terbitan Mahad Al-Jamiah Al-Aly UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, secara etimologi aurat artinya kekurangan dan sesuatu yang dianggap buruk. Adapun secara syara’, aurat adalah sesuatu yang wajib tertutup dan haram dilihat baik dalam salat maupun di luar salat.

Dalam salat, menutup aurat termasuk syarat sah ibadah, walaupun salat tersebut dilakukan sendirian atau di tempat gelap. Apabila tak menemukan penutup aurat, seseorang tetap wajib melakukan salat dengan memenuhi rukunnya dan tak harus mengulanginya. Hal ini karena termasuk uzur ‘am dan kadang berlangsung lama.


Semua ulama mazhab sepakat hukum menutup aurat saat salat adalah wajib. Hanya saja mereka berbeda pendapat terkait kesempurnaannya, seperti wajib tidaknya seorang wanita menutup wajah dan telapak tangan atau apakah seorang laki-laki harus menutup selain pusar dan lutut ketika salat.

Penulis kitab fikih perbandingan mazhab, Muhammad Jawad Mughniyah, membahas hal ini dalam kitabnya Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah. Berikut paparannya seperti diterjemahkan Masykur AB dkk.

Pendapat Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi berpandangan wanita wajib menutup belakang dua telapak tangan dan dua telapak kakinya. Sedangkan bagi laki-laki, wajib baginya menutup bagian lutut ke atas sampai pusar.

Pendapat Mazhab Syafi’i dan Maliki

Dalam pandangan mazhab Syafi’i dan Maliki, wanita boleh membuka wajahnya dan telapak tangannya (baik dalam maupun luarnya) ketika salat.

Pendapat Mazhab Hambali

Berbeda dengan tiga mazhab sebelumnya, Hambali berpendapat tidak boleh membuka kecuali wajahnya saja.

Wanita Wajib Mengulangi Salat Jika Auratnya Terbuka

Menurut pendapat sebagian ulama besar seperti Abu Hanifah dan Ahmad, salat seorang wanita tidak sah apabila terlihat rambut, lengan, betis, dada, atau lehernya. Apabila ada sedikit saja bagian rambut atau bagian badannya yang terbuka, ia tak wajib mengulangi salatnya.

Sedangkan apabila sebagian besar auratnya terbuka, wajib baginya mengulang salat sebagaimana pendapat ulama secara umum. Pendapat ini dijelaskan dalam buku Tanya Jawab Seputar Fikih Wanita susunan A.R. Shohibul Ulum.

Syarat Penutup Aurat saat Salat

Semua ulama mazhab sepakat pakaian penutup aurat saat salat wajib suci. Mereka juga sepakat mengharamkan pemakaian sutra dan emas bagi laki-laki, tetapi boleh bagi wanita. Hal ini bersandar pada sabda Rasulullah SAW, “Diharamkan memakai sutra dan emas bagi lelaki yang menjadi umatku, dan dihalalkan bagi wanita-wanita mereka.”

Dalam Syahrul Muhadzhab terdapat kutipan Imam Syafi’i yang menyatakan, “Kalau seorang lelaki salat dengan memakai sutra, maka ia berarti telah melakukan sesuatu yang diharamkan hanya salatnya tetap sah.”

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kapan Waktu Terbaik Sholat Taubat? Ini Tata Cara dan Niatnya


Jakarta

Setiap manusia pasti tak luput dari dosa. Sebagai hamba Allah yang ingin selalu kembali ke jalan-Nya, kita dianugerahi sebuah ibadah istimewa bernama sholat Taubat.

Sholat ini adalah wujud pengakuan diri atas kesalahan dan permohonan ampunan tulus kepada Allah SWT, yang Maha Pengampun. Lantas, kapan waktu terbaik melaksanakannya dan bagaimana tata caranya? Mari kita simak penjelasannya.

Keutamaan Sholat Taubat

Keutamaan sholat Taubat ini sangat jelas. Diriwayatkan oleh Abu Bakar As-Shiddiq RA, beliau mendengar sabda Rasulullah SAW:


“Tiada seorang pun yang berdosa, kemudian ia berwudu, lalu sholat serta memohon ampun kepada Allah, melainkan ia diampuni-Nya.”

Selanjutnya, Rasulullah SAW membaca ayat yang menguatkan hal ini:

“Orang-orang yang mengerjakan keburukan atau menganiaya diri sendiri, lalu ingat kepada Allah serta memohon ampun atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang kuasa mengampuni dosa-dosa itu selain Allah, mereka tidak terus-menerus berbuat dosa, setelah mereka mengetahui. Maka untuk mereka ini disediakan balasan pahala ampunan dari Tuhannya, serta surga yang mengalir beberapa sungai di bawahnya, mereka tetap berdiam di sana untuk selama-lamanya.” (HR Abu Dawud dan lainnya).

Ini menunjukkan betapa luasnya rahmat Allah bagi hamba-Nya yang ingin kembali pada kebenaran.

Kapan Waktu Terbaik Sholat Taubat?

Banyak yang bertanya-tanya kapan waktu paling tepat untuk melaksanakan sholat Taubat. Merujuk pada buku Panduan Shalat Rasulullah oleh Imam Abu Wafa, sebenarnya tidak ada waktu khusus yang ditetapkan untuk sholat taubat. Sholat Taubat dapat dikerjakan kapan saja, baik di siang hari maupun malam hari.

Namun, ada satu anjuran penting terkait waktu pelaksanaannya. Yaitu segera setelah seseorang melakukan perbuatan maksiat. Hal ini ditekankan oleh Ibnu Taimiyah RA, yang menyatakan:

“Demikianlah sholat Taubat itu dilakukan ketika seseorang melakukan kesalahan, maka taubat itu wajib disegerakan dan ia dianjurkan melakukan sholat dua rakaat kemudian ia bertaubat sebagaimana hadits Abu Bakar As-Shiddiq.”

Ini berarti, begitu kita menyadari telah berbuat dosa, segeralah bertaubat dan menunaikan sholat Ttaubat sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun. Meskipun demikian, para ulama juga menyarankan bahwa melaksanakan sholat Taubat pada malam hari-terutama di sepertiga malam terakhir-sering dianggap lebih utama karena suasana yang lebih hening dan dekat dengan Allah.

Tata Cara Sholat Taubat

Mengerjakan sholat Taubat pada dasarnya sama seperti sholat fardhu, baik dari bacaannya maupun gerakannya. Menukil buku Panduan Shalat untuk Wanita oleh Ria Khoirunnisa, berikut adalah tata cara sholat Taubat:

1. Niat Sholat Taubat

Awali dengan membaca niat sholat Taubat di dalam hati:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّوْبَةِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى

Bacaan latin: Ushalli sunnatat taubati rak ‘ataini lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Saya niat sholat taubat dua rakaat Lillahi Ta’ala.”

2. Dilakukan Sendiri (Munfarid)

Sholat Taubat merupakan ibadah personal seorang hamba kepada Tuhannya. Oleh karena itu, pelaksanaannya dilakukan secara perorangan (munfarid).

3. Jumlah Rakaat

Sholat Taubat bisa dilakukan minimal dua rakaat dan maksimal enam rakaat. Setiap dua rakaat diakhiri dengan satu kali salam, mengikuti sunnah Nabi SAW dalam sholat sunnah lainnya.

4. Bacaan Istighfar setelah Sholat

Setelah selesai menunaikan sholat taubat, sangat dianjurkan untuk memperbanyak bacaan istighfar sebagai wujud penyesalan dan permohonan ampun. Anda dapat membaca istighfar berikut:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْم الَّذِي لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Bacaan latin: Astaghfirullaahal’adziim, alladzii laa ilaaha illa huwal hayyul qayyuumu wa atuubu ilaiih.

Artinya: “Saya mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, Dzat yang tiada Tuhan melainkan hanya Dia Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri. Aku bertaubat kepada-Nya.”

Atau bisa juga membaca Sayyidul Istighfar (pemimpin istighfar), yang merupakan doa istighfar paling utama:

اللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لآاِلهَ اِلَّااَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَناَ عَبْدُكَ وَأَناَ عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ من شَرِّمَاصَنَعْتَ. اَبُوْءُلَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَي وَأَبُوْءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِي فَإِنَّهُ لاَيَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ

Bacaan latin: Allaahumma anta rabbii laa ilaaha illaa anta khalaqtanii wa ana’abduka wa ana’alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu a’uudzubika min syarri maa shana’tu abuu ulaka bini’matika ‘alayya wa abuu u bidzanbi fahghfirlii fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta.

Artinya: “Wahai Tuhan, Engkau adalah Tuhanku, tiada yang patut disembah melainkan hanya Engkau, Engkaulah yang menjadikan aku dan aku adalah hamba-Mu, dan aku dalam ketentuan dan janji-Mu yang Engkau limpahkan kepadaku dan aku mengakui dosaku, karena itulah ampunilah aku, sebab tidak ada yang dapat memberikan ampunan melainkan Engkau wahai Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan apa yang telah aku perbuat.”

Dengan memahami waktu pelaksanaan dan tata cara sholat Taubat ini, semoga kita semakin termotivasi untuk senantiasa kembali kepada Allah SWT setiap kali melakukan kesalahan. Ingatlah, pintu taubat selalu terbuka lebar bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Keutamaan Wudhu di Rumah Sebelum Jalan ke Masjid


Jakarta

Salat berjamaah di masjid sudah jelas lebih baik dan lebih utama dibandingkan salat sendirian di rumah, sebagaimana banyak dalil yang menunjukkan keutamaan besar berjamaah.

Sebelum seorang muslim berangkat ke masjid, tentu ada persiapan penting yang harus dilakukan, mulai dari membersihkan diri hingga mengenakan pakaian terbaik dan pakaian yang bersih.

Selain itu, wudhu juga bisa dilakukan di rumah sebelum menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Lantas, apakah lebih utama untuk wudhu di rumah dulu sebelum berangkat ke masjid?


Dalil Keutamaan Wudhu di Rumah

Dikutip dari buku Berjumpa Allah Lewat Shalat yang ditulis oleh Musthofa Masyhur, terdapat sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang berbunyi:

“Barang siapa yang berwudhu di rumahnya lalu dia berjalan ke salah satu rumah Allah untuk menunaikan kewajiban yang Allah perintahkan, maka setiap langkahnya akan menghapuskan satu kesalahan dan mengangkat satu derajat.” (HR Muslim)

Selain itu, ada juga dalil lain yang menyatakan tentang wudhu dulu di rumah, kemudian jalan menuju masjid. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:

صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ

Artinya: “Salat seorang laki-laki dengan berjamaah dibanding salatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan salat berjamaah, maka tidak ada satu langkah pun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan salat, maka Malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat salatnya; Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan salat selama dia menanti pelaksanaan salat.”

Dari dua hadits yang telah disebutkan bahwa wudhu di rumah sebelum berjalan menuju masjid memiliki keutamaan yang besar. Rasulullah menyebutkan pahala setiap langkah yang menghapus dosa dan mengangkat derajat bagi orang yang berwudhu di rumah lalu pergi ke masjid hanya untuk menunaikan salat berjamaah.

Namun, pada dasarnya, wudhu di mana saja, termasuk di masjid, tetap sah dan diperbolehkan dalam syariat. Hal yang terpenting adalah wudhu dilakukan dengan sempurna dan memenuhi rukun serta syarat yang telah diajarkan.

Setelah mempersiapkan diri dengan baik dan berwudhu, seorang muslim kemudian berjalan menuju masjid untuk melaksanakan salat berjamaah.

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap dkk menjelaskan tentang keutamaan jalan kaki secara perlahan menuju ke Masjid.

Anjuran Rasulullah SAW ini dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ، وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةَ وَالْوِقَارَ، وَلَا تُسْرِعُوْا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ، فَصَلُّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ، فَأَتِمُوْا

Artinya: “Jika kalian mendengar iqamah, pergilah salat, berjalanlah dengan tenang dan perlahan, janganlah tergesa-gesa. (Rakaat) yang engkau temui, salatlah, dan yang terluputkan dari kalian, maka sempurnakanlah.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Abu Dawud)

Seseorang yang berangkat ke masjid akan dicatat berada dalam keadaan salat sejak ia keluar dari rumahnya hingga selesai menunaikan salatnya.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Sholat Berjamaah di Masjid Bagi Laki-Laki


Jakarta

Sholat berjamaah memiliki keutamaan yang luar biasa dibandingkan sholat sendiri. Umumnya, sholat berjamaah dipimpin oleh seorang imam dan diikuti oleh makmum.

Mengutip dari buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh H Ahmad Ahyar & Ahmad Najibullah, jamaah artinya berkumpul. Dengan begitu, sholat berjamaah dimaknai sebagai sholat yang dikerjakan secara bersama-sama paling sedikit dua orang, seorang menjadi imam dan seorang menjadi makmum.

Dalil terkait sholat berjamaah mengacu pada surah An Nisa ayat 102,


…وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوٓا۟ أَسْلِحَتَهُمْ

Artinya: “Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata mereka…”

Lantas, apa hukum sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki?

Sholat Berjamaah di Masjid bagi Laki-laki Hukumnya Apa?

Wahbah Az Zuhaili melalui Fiqhul Islam wa Adillathuhu terbitan Gema Insani menjelaskan bahwa sholat berjamaah hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan bagi setiap muslim, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Selain itu, menurut Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani dalam kitab Shalatul Mu’min mengatakan hukum sholat berjamaah adalah fardhu ain bagi seluruh laki-laki yang telah baligh dan mampu melaksanakannya, baik bermukim dalam sebuah wilayah maupun musafir. Pendapat ini mengacu pada sejumlah dalil Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum sholat berjamaah bagi ulama mazhab. Para ulama salaf beserta ahli fikih menganggap bahwa sholat berjamaah hukumnya wajib.

Sementara itu, mazhab Syafi’i, mazhab Maliki, dan salah satu pandangan dalam Hanbali menyatakan hukumnya adalah fardhu kifayah.

Adapun, pengikut aliran Hanafi dan mayoritas Malikiyah serta banyak ulama Syafi’iyah menyebut hukumnya sunnah muakkad.

Ada juga yang menganggapnya fardhu ain sekaligus syarat sahnya sholat, yaitu pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan sekelompok ulama salaf serta pengikut Imam Ahmad.

Keutamaan Sholat Berjamaah bagi Muslim

Mengutip dari buku Panduan Sholat Rosulullah 2 oleh Imam Abu Wafa, berikut beberapa keutamaan sholat berjamaah bagi muslim.

  1. Pahalanya dilipatgandakan
  2. Didoakan oleh malaikat
  3. Dosanya diampuni
  4. Derajatnya ditinggikan
  5. Setara dengan pahala sholat malam
  6. Mendapat jamuan di surga
  7. Terbebas dari api neraka

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Apakah Pahala Sholat di Pelataran Masjidil Haram 100.000 Kali Lipat?


Jakarta

Banyak keutamaan yang dapat diraih muslim jika sholat di Masjidil Haram, Makkah. Salah satu riwayat menyebut akan mendapat pahala 100.000 kali lipat. Bagaimana dengan pelatarannya?

Masjidil Haram merupakan tempat berdirinya Ka’bah yang menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia sekaligus pusat ibadah haji dan umrah. Karenanya, banyak jemaah memanfaatkan waktunya untuk memperbanyak sholat di Masjidil Haram baik sebelum maupun setelah menunaikan ritual tawaf.

Hadits Pahala Sholat di Masjidil Haram

Sholat di Masjidil Haram memiliki pahala besar. Menukil dari buku Amalan Kecil Berpahala Besar: Meraih Keberkahan Hidup ala Rasulullah SAW susunan Ustaz Arif Rahman, sebuah hadits menyebut sholat di Masjidil Haram berpahala 100.000 kali lebih besar ketimbang sholat di tempat lain. Berikut bunyinya dari Jabir RA,


“Sholat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik dari 1.000 kali sholat di masjid lainnya kecuali di Masjidil Haram, Makkah dan sholat di Masjidil Haram lebih dari 100.000 sholat di masjid lainnya.” (HR Ibnu Majah)

Bagaimana dengan di pelatarannya? Apakah pahala sholat di pelataran Masjidil Haram 100.000 kali lipat juga?

Sholat di Pelataran Masjidil Haram Diganjar Pahala 100.000 Kali Lipat

Meski berada di kawasan yang sama, Masjidil Haram dan pelataran Masjidil Haram adalah dua tempat yang berbeda. Keutamaan yang disebutkan dalam hadits sebelumnya adalah jika muslim sholat di Masjidil Haram.

Jalaluddin Imam As Suyuthi melalui kitab al-Asybah wa an-Nazha’ir yang dinukil dari situs Kementerian Agama RI menyebut bahwa pelipatgandaan pahala di Tanah Haram Makkah tak hanya dikhususkan di Masjidil Haram. Artinya, keutamaan sholat di pelataran Masjidil Haram sama seperti sholat di Masjidil Haram itu sendiri.

“Sesungguhnya pelipatgandaan pahala di Tanah Haram Makkah tidak khusus di Masjidil Haram tetapi meliputi seluruh Tanah Haram,” tulisnya.

Begitu pula dengan pendapat mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i. Ketiga mazhab ini berpandangan bahwa pelipatgandaan pahala di Tanah Haram Makkah meliputi seluruh wilayah Tanah Haram itu sendiri.

Bagaimana Jika Muslim Tidak Sholat di Masjidil Haram?

Muslim yang tidak sempat atau berhalangan untuk sholat di Masjidil Haram tidak masalah. Menurut kitab Shalatul Mu’min oleh Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani yang diterjemahkan Abu Khadijah, muslim tidak akan mendapat dosa jika tidak mengerjakan sholat di Masjidil Haram.

Selain itu, turut dijelaskan dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kemenag RI bahwa sholat di Masjidil Haram hukumnya sunnah. Dengan demikian, jemaah haji atau umrah yang tidak sempat sholat di Masjidil Haram tidak berdosa.

Mereka tetap mendapat keutamaan dari sholat di Masjidil Haram selama mengerjakannya di Tanah Haram. Baik itu pelataran Masjidil Haram, hotel ataupun masjid sekitar sana.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bagaimana Sholatnya Orang Yang Ada di Dalam Ka’bah?



Jakarta

Ka’bah menjadi kiblat umat Islam di seluruh dunia dalam melaksanakan sholat. Sholat menghadap kiblat juga menjadi bagian dari syarat sah sholat.

Mengutip buku The Power of Kabah yang ditulis Zainurrofieq, dalam bahasa Arab, kata Ka’bah terdiri atas tiga huruf utama yaitu Kaf, Ain, dan Ba yang secara harfiah sangat banyak artinya. Syekh Ibnu Mandzur mengatakan bahwa makna asalnya adalah sesuatu yang agung yang ditempatkan di atas kaki manusia. Sedangkan arti Ka’bah secara istilah adalah rumah Allah yang suci.

Bagaimana Sholatnya Orang Yang Ada di Dalam Ka’bah?

Imam Asy Syafi’i dalam buku Al-UMM Kitab Induk Fiqih Islam yang diterjemahkan Fuad Syaifudin Nur menjelaskan tentang bagaimana sholat ketika berada di dalam Ka’bah. Imam Syafi’i berkata, “Malik mengabari kami, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW suatu ketika memasuki Ka’bah bersama Bilal, Usamah, dan Utsman bin Thalhah.


Ibnu Umar melanjutkan, aku lalu bertanya kepada Bilal apa yang dilakukan Rasulullah SAW di dalam Ka’bah.

Bilal menjawab, “Beliau menempatkan sebuah pilar di sebelah kiri beliau dan sebuah pilar di sebelah kanan beliau, serta tiga pilar di belakang beliau. Kemudian beliau sholat. Pada saat itu Baitullah memiliki enam pilar.”

Imam Syafi’i berkata, “Seseorang boleh melaksanakan sholat sunah atau sholat fardhu di dalam Ka’bah. Ke arah mana pun di dalam Ka’bah dia menghadap, maka itu merupakan kiblat.

Sebagaimana halnya orang ada di luar Ka’bah, jika dia menghadap ke sebagian dari Ka’bah, maka itu adalah kiblatnya. Kalau dia menghadap ke arah pintu Ka’bah tetapi tidak ada bagian apapun dari bangunannya yang menutupinya, maka itu tidak sah baginya.

Begitu pula kalau dia melakukan sholat dengan membelakangi Ka’bah dan tidak ada sedikit pun bangunan Ka’bah yang ada di hadapannya menutupinya, maka itu juga tidak sah baginya. Karena tidak ada sedikit pun dari bangunan Ka’bah yang di hadapannya menutupinya. Kalau di atas Ka’bah dibangun sesuatu yang menghalangi orang yang melakukan sholat di atasnya, maka sholat itu sah baginya.

Kalau seseorang boleh melaksanakan sholat sunah di dalam Ka’bah, maka boleh pula baginya untuk melaksanakan sholat wajib di dalamnya. Tidak ada tempat yang lebih suci dibandingkan Ka’bah dan tidak ada yang lebih tinggi keutamaannya, hanya saja kami nyatakan mustahab baginya untuk melaksanakan sholat secara berjamaah, padahal sholat jamaah dilakukan di luar Ka’bah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sholat fardhu maupun sunnah yang dikerjakan di dalam Ka’bah tetap sah dan dapat dilakukan dengan menghadap ke arah bagian manapun dari bangunan Ka’bah.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Apa yang Harus Dilakukan Jika Tertinggal Sholat Jumat? Ini Fikihnya


Jakarta

Sholat Jumat adalah ibadah wajib bagi laki-laki muslim. Sholat dilaksanakan secara berjamaah di masjid. Bagaimana jika tertinggal?

Dalil kewajiban sholat Jumat bersandar pada firman Allah SWT dalam surah Al Jumuah ayat 9,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٩


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Menurut penjelasan dalam Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang diterjemahkan Masykur AB dkk, semua ulama sepakat kewajiban sholat Jumat hanya untuk laki-laki, sedangkan perempuan tidak. Orang yang telah mengerjakan sholat Jumat, gugurlah kewajiban sholat Zuhur.

Para ulama juga sepakat syarat sholat Jumat seperti halnya syarat sholat lainnya. Wajib bersuci, menutup aurat, dan menghadap kiblat. Sholat dilaksanakan berjamaah di masjid.

Sholat Jumat dilakukan sebanyak dua rakaat dan didahului dua khutbah. Khutbah termasuk syarat sah sholat Jumat sehingga wajib dihadiri kaum muslim.

Dalam pelaksanaanya, jemaah sholat Jumat wajib mendapati rakaat pertama. Bagaimana jika tertinggal?

Apa yang Harus Dilakukan Jika Tertinggal Sholat Jumat?

Jika seseorang tertinggal sholat Jumat (makmum masbuk) dan hanya mendapat rukuk kedua dari imam, dia tetap berniat sholat Jumat tetapi dengan empat rakaat. Namun, apabila masih mendapati Al Fatihah dan rukuk imam pada rakaat pertama, ia terhitung sholat berjamaah.

Ketentuan tersebut dijelaskan dalam buku Memahami Ilmu Fikih Perspektif Kitab Fathul Qorib susunan Machnunah Ani Zulfah dkk.

“Masbuq yang tidak mendapati rakaat pertama secara berjamaah dengan imam maka ia harus menyempurnakan bilangan rakaat menjadi empat. Namun, bila masih mendapati Fatihah dan rukuk imam pada rakaat pertama maka ia terhitung berjamaah,” jelas buku tersebut.

Apabila terpaksa meninggalkan sholat Jumat karena perjalanan jauh misalnya, ia boleh menggantinya dengan sholat Zuhur. Mayoritas ulama, sebagaimana dikatakan Muhammad Na’im Muhammad Hani Sa’i dalam Maausu’ah Masa ‘Il Al-Jumhur Fi Al-Fiqh Al-Islamiy, menyatakan musafir tidak wajib sholat Jumat.

Menurut pendapat ulama mazhab Syafi’i, musafir yang bepergian sebelum fajar tidak ada kewajiban sholat Jumat baginya. Namun, jika ia berniat bermukim selama empat hari atau ia pergi pada Jumat pagi, ia tetap wajib sholat Jumat.

Tata Cara Sholat Jumat

Menukil buku Pedoman dan Tuntunan Shalat Lengkap susunan Abdul Kadir Nuhuyanan dkk, berikut tata cara sholat Jumat:

1. Saat masuk waktu sholat, khatib berdiri atau naik mimbar untuk menyampaikan khutbah. Khutbah diawali dengan salam.

2. Setelah salam, khatib duduk sebentar mendengarkan muazin sampai selesai mengumandangkan azan. Setelah itu berdiri lagi untuk menyampaikan khutbah.

3. Khatib mulai khutbah pertama dengan mengucapkan kalimat pujian, membaca syahadat dan sholawat, serta beberapa ayat Al-Qur’an. Baru kemudian melanjutkan tausiyahnya pada jemaah.

4. Setelah itu, khatib duduk sejenak dan berdiri lagi untuk menyampaikan khutbah kedua. Khutbah diakhiri dengan doa dan penutup.

5. Selesai khutbah, muazin mengumandangkan iqamah.

6. Imam minta jemaah merapikan shaf lalu memimpin sholat Jumat dua rakaat dengan mengeraskan suara.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Wudhu dalam Keadaan Telanjang, Apakah Sah?


Jakarta

Berwudhu dalam keadaan tanpa busana setelah mandi masih menjadi pertanyaan bagi sebagian muslim terkait keabsahannya. Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Wudhu secara etimologi berarti kebaikan dan kebersihan. Adapun maknanya dalam istilah fikih adalah menggunakan air pada anggota-anggota tubuh tertentu seperti wajah, tangan dan seterusnya dengan cara tertentu pula.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ma’idah ayat 6:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٦

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.”

Terkait kewajiban berwudhu, Rasulullah SAW bersabda, “Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia masih berhadas sampai ia wudhu.” (HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).

Berwudhu Tanpa Busana

Dalam laman Muhammadiyah terdapat sebuah riwayat dari Ya’la bin Umayyah RA, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW melihat seseorang yang mandi di tempat terbuka (dengan telanjang). Maka (ketika) naik mimbar dan sesudah membaca tahmid memuji kepada Allah, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah itu mempunyai sifat malu dan menutupi diri, maka mencintai kepada orang yang mempunyai malu dan menutup diri (di kala mandi) karena itu apabila salah satu di antaramu mandi hendaklah ia menutup diri (bertutup)’.” (HR Abu Dawudh dan An Nasa’i)

Dijelaskan dalam buku Taudhihul Adillah yang ditulis KH. M. Syafi’i Hadzami, sesuatu yang dianggap sah dalam ibadah atau mu’amalat adalah ketika memenuhi rukun dan syaratnya. Sebagaimana dikatakan dalam at-Ta’rifat, halaman 116,

الصَّحِيحُ فِي الْعِبَادَاتِ وَالْمُعَامَلَاتِ مَا اجْتَمَعَ أَرْكَانُهُ وَشَرَائِطُهُ حَتَّى يَكُوْنَ مُعْتَبِرًا فِي حَقِّ الْحُكْمِ.

Artinya: “Yang sah dalam ibadat dan mu’amalat, yaitu sesuatu yang berkumpul segala rukunnya dan segala syarat-syaratnya sehingga dapat dimasukkan dalam hak hukum.”

Mengingat bahwa menutup aurat bukan menjadi syarat sahnya berwudhu, maka sah berwudhu yang dilakukan tanpa memakai pakaian sehelai pun (telanjang bulat).

Aurat itu, ada aurat pada khalwat yaitu aurat ketika menyendiri, dan di hadapan orang yang boleh memandang kepada auratnya, seperti istri dan budak beliannya yang perempuan. Untuk keperluan mandi, diperbolehkan membuka seluruh aurat baik pada khalwat ataupun di hadapan istri. Akan tetapi haram membuka aurat di hadapan orang yang haram memandang auratnya, sebagaimana juga ketika berwudhu tanpa sesuatu keperluan.

Namun, aurat yang dimaksud adalah bagi laki-laki yang dalam khalwat khusus, dua kemaluan saja yaitu qubul dan dubur. Artinya haram tidak menutup qubul dan dubur dalam khalwat ketika berwudhu jika tidak ada suatu keperluan. Dan haram bagi perempuan dalam khalwat tanpa sesuatu keperluan, berwudhu tanpa menutup antara pusat dan lututnya. Tetapi jika ada sesuatu keperluan maka hal tersebut diperbolehkan, seperti mencegah kain dari kotoran dan sebagainya.

Dalam Kitab Fathu Al-Mu’in, pada Hamisi l’anatu at-Talibin, juz ke-I halaman 80 dikemukakan,

وَجَازَ تَكَشُفْ لَهُ أَيْ لِلغُسْلِ فِي خَلْوَةٍ أَوْ بِحَضْرَةِ مَنْ يَجُوْزُ نَظْرُهُ إِلَى عَوْرَتِهِ كَزَوْجَةٍ أَوْ أَمَةٍ وَالسَّتْرُ أَفْضَلُ وَحَرُمَ إِنْ كَانَ ثُمَّ مَنْ يَحْرُمُ نَظْرُهُ إِلَيْهَا كَمَا حَرَّمَ فِي الْخَلْوَةِ بِلَا حَاجَةٍ وَحَلَّ فِيْهَا لَأَدْنَى عَرَضٍ كَمَا يَأْتِي.

Artinya: “Dan boleh membuka aurat, karena mandi pada khalwat atau di hadapan orang yang boleh memandang kepada auratnya, seperti istri dan budak belian perempuannya, menutup aurat adalah lebih utama. Dan haram membuka aurat jika ada orang yang haram memandang kepadanya, sebagaimana diharamkan pada khalwat, sekurang-kurangnya keperluan sebagaimana akan datang.”

Dengan keterangan tersebut jelaslah bahwa diperbolehkannya telanjang adalah karena mandi pada khalwat dan di hadapan istri. Keperluan meratakan air waktu mandi, tidak sama seperti keperluan meratakan air ketika berwudhu.

Mandi perlu telanjang sedang wudhu tidak perlu telanjang. Maka berwudhu dengan telanjang bulat, sampai qubul dan duburnya tidak ditutup di dalam khalwat, tanpa sesuatu keperluan adalah haram.

Senada, Buya Yahya menjelaskan bahwa berwudhu dalam keadaan telanjang setelah mandi hukumnya sah.

“Berwudhu dalam keadaan telanjang bulat adalah sah hanya makruh. Karena nantinya menjadi ragu-ragu kalau sholat dapat menyenggol wilayah tertentu yang membatalkan wudhu,” ujar Buya Yahya dalam ceramahnya yang berjudul Wudhu Tanpa Busana, Apakah Sah? yang diunggah dalam YouTube Al Bahjah TV, seperti dilihat, Kamis (10/7/2025).

detikHikmah telah mendapatkan izin dari Tim Al Bahjah TV untuk mengutip ceramah Buya Yahya dalam channel tersebut.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Sholat Tahajud Lengkap dengan Bacaan Niatnya


Jakarta

Meningkatkan pahala ibadah dapat dilakukan tidak hanya melalui kewajiban yang sudah ditetapkan, tetapi juga dengan melaksanakan amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Salah satu amalan sunnah yang penuh keutamaan adalah sholat tahajud, ibadah malam yang mendekatkan seorang muslim kepada Allah SWT.

Sholat sunnah tahajud memiliki banyak sekali keistimewaan, mulai dari menjadi kebiasaan orang-orang saleh hingga menjadi sarana penghapus dosa. Lantas, bagaimana tata cara melaksanakan sholat tahajud dengan benar sesuai sunnah?

Tata Cara Sholat Tahajud

Sebelum membahas tata cara sholat tahajud secara lebih mendalam, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu bacaan niatnya. Niat ini bisa dilafalkan dengan ikhlas sebagai bentuk kesungguhan hati untuk beribadah semata-mata kepada Allah SWT.


Berikut ini adalah niat sholat tahajud:

اُصَلِّى سُنَّةً التَّهَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Ushallii sunnata-t-tahajjudi rak’ataini mustaqbilal qiblati lillahi ta’alla

Artinya: “Aku niat sholat sunnah tahajud 2 rakaat, menghadap kiblat, karena Allah Ta’ala.”

Setelah mengetahui niat, selanjutnya adalah mempelajari tata cara sholat tahajud agar bisa melaksanakannya dan mendapatkan keutamaannya. Pada dasarnya, tata cara sholat tahajud masih sama seperti sholat lainnya.

Dalam buku Sholat Tahajud & Kebahagiaan karya Abd. Muqit, berikut adalah tata cara sholat tahajud.

  1. Mengucapkan niat sholat tahajud sebelum memulai ibadah.
  2. Melakukan takbiratul ihram dilanjutkan dengan membaca doa iftitah.
  3. Membaca surat Al-Fatihah sebagai pembuka bacaan.
  4. Membaca salah satu surat setelah Al-Fatihah.
  5. Melaksanakan gerakan rukuk dengan tuma’ninah.
  6. Bangkit dari rukuk untuk berdiri dalam posisi itidal.
  7. Melakukan sujud pertama dengan khusyuk.
  8. Mengulangi rangkaian gerakan sebagaimana rakaat sebelumnya.
  9. Membaca doa tahiyat akhir di rakaat kedua.
  10. Menutup sholat dengan salam ke kanan dan kiri.

Berapa Rakaat Sholat Tahajud?

Tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah rakaat dalam pelaksanaan sholat tahajud. Namun, jika memungkinkan, sebaiknya ditutup dengan sholat witir sebanyak tiga rakaat atau setidaknya satu rakaat setelah sholat Isya.

Menurut buku Sholat Tahajud & Kebahagiaan karya Abd Muqit, meskipun jumlah rakaatnya tidak dibatasi, sholat tahajud minimal dikerjakan dua rakaat. Sangat dianjurkan bagi seorang muslim untuk melaksanakannya setiap malam meskipun hanya dua rakaat saja.

Tata cara sholat tahajud yang paling utama sesuai sunnah dilakukan sebanyak sebelas rakaat, termasuk tiga rakaat sholat witir. Pelaksanaannya dapat dibagi dengan format 4+4+3 (empat rakaat tahajud, empat rakaat tahajud lagi, lalu tiga rakaat witir), atau bisa juga 2+2+2+2 rakaat tahajud ditambah tiga rakaat witir (dengan cara dua rakaat lalu satu rakaat atau tiga rakaat sekaligus).

Apakah Sholat Tahajud Harus Tidur Dulu?

Dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat karya Ahmad Sarwat, Lc, M.A, sholat tahajud dilaksanakan pada malam hari setelah sholat Isya.

Para ulama sepakat bahwa sholat tahajud lebih utama jika dilakukan di malam hari setelah seseorang sempat tidur terlebih dahulu. Meskipun tidurnya hanya sebentar dan waktunya belum mencapai sepertiga malam terakhir, sholat tahajud tetap memiliki keutamaan.

Namun demikian, meskipun seseorang belum sempat tidur, hukum syariat tetap membolehkan pelaksanaan sholat tahajud.

Pandangan ini juga disampaikan oleh Quraish Shihab dalam bukunya Kosakata Keagamaan. Ia menjelaskan bahwa istilah “tahajud” berasal dari kata yang berarti meninggalkan tidur. Menurutnya, huruf ta di awal kata menunjukkan makna meninggalkan, sehingga tahajud berarti meninggalkan tidur, bukan harus bangun dari tidur.

Ada pula pendapat lain yang membolehkan sholat tahajud dilakukan tanpa tidur sebelumnya, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Hasyiyah Ad Dasuqi. Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa tahajud merupakan sholat sunnah apa pun bentuknya yang dikerjakan setelah sholat Isya.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Sholat Tapi Masih Maksiat, Apa Artinya Belum Diterima?


Jakarta

Sholat merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim lima waktu dalam sehari. Muslim diajarkan bahwa sholat memiliki banyak keutamaan, salah satunya adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Dalam surat Al Ankabut ayat 45, Allah SWT berfirman:

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ


Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan (Allah) kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Namun, tidak jarang kita menemukan kenyataan bahwa ada orang yang rajin sholat tetapi masih saja terjerumus dalam berbagai perbuatan maksiat. Lantas, apakah sholat yang dilakukan oleh seseorang yang masih berbuat maksiat berarti tidak diterima oleh Allah SWT?

Rajin Sholat Tapi Masih Maksiat

Mengenai fenomena Muslim yang rajin melaksanakan sholat tetapi masih melakukan maksiat, Muhammad Aqil Haidar, Lc., M.H., Dosen Tafsir dan Bahasa Arab di Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Dirosat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta memberikan penjelasan yang penting untuk dipahami, seperti yang dikutip dalam arsip detikhikmah.

Ia menerangkan bahwa sholat tetap menjadi kewajiban mutlak bagi setiap Muslim yang berakal, baligh, dan suci dari haid maupun nifas bagi perempuan.

Beliau menegaskan bahwa meninggalkan sholat tanpa alasan syar’i termasuk perbuatan dosa besar yang tidak dapat dibenarkan. Kewajiban sholat tidak berkaitan dengan apakah seseorang tergolong saleh atau tidak saleh.

Seseorang yang masih melakukan maksiat pun tidak berarti terbebas dari kewajiban mendirikan sholat. Justru dalam keadaan seperti itu, sholat semakin dibutuhkan sebagai benteng dari perbuatan dosa.

Aqil Haidar menjelaskan bahwa sholat memiliki pengaruh yang secara bertahap dapat mengurangi kebiasaan maksiat, meskipun hasilnya tidak terjadi secara instan. Sholat yang dilaksanakan secara konsisten akan membantu menahan diri dari perbuatan keji dan mungkar sedikit demi sedikit.

Beliau juga mengingatkan bahwa kualitas sholat sangat menentukan seberapa besar dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Namun jika belum mampu mencapai sholat yang berkualitas, bukan berarti seseorang boleh meninggalkannya sama sekali.

Seseorang yang masih bermaksiat meski rajin sholat menandakan sholatnya yang belum sempurna. Pasalnya, jika seorang Muslim melakukan sholatnya dengan khusyuk dan benar, maka otomatis dia akan terhindar dari kegiatan-kegiatan maksiat.

Seperti kata Allah di dalam surat Al Ankabut ayat 45 bahwa orang yang sholat maka akan terhindar dari perbuatan munkar atau maksiat.

Motivasi utama sholat adalah mendekatkan diri kepada Allah serta menjaga diri dari perbuatan salah. Jika seseorang benar-benar memahami dan melaksanakan sholat dengan niat yang tulus, maka tidak mungkin sholat berjalan sementara maksiat tetap dilakukan tanpa ada perubahan.

Mengenai diterima atau tidaknya sholat, hal ini dijelaskan di dalam kitab Terjemah Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi bin Al-Bantani. Dalam kitab itu disebutkan Rasulullah SAW pernah menyatakan hal demikian,

عشرة نفر لن يقبل الله تعالى صلاتهم

Artinya: “Sepuluh orang yang sholatnya tidak diterima Allah SWT,”

Dari 10 golongan tersebut, salah satunya adalah seseorang yang rutin menunaikan sholat tetapi sholatnya tidak mampu menahan diri dari perbuatan keji dan mungkar, justru bisa membuatnya semakin jauh dari Allah SWT.

Maka dari itu, mari kita memperbaiki sholat dengan sungguh-sungguh dan berusaha sekuat mungkin menjauhkan diri dari segala perbuatan maksiat.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com