Tag Archives: sholat berjamaah

Tata Cara Sholat Berjamaah di Kendaraan saat Bepergian


Jakarta

Islam adalah agama yang memudahkan, terutama dalam hal ibadah bagi mereka yang mengalami kesulitan atau kondisi darurat. Salah satu bentuk kemudahan itu adalah dibolehkannya melaksanakan sholat saat dalam perjalanan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 78,

“Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama.”

Ayat ini menjadi landasan bahwa dalam kondisi tertentu seperti bepergian, umat Islam diberi keringanan dalam menjalankan ibadah, termasuk sholat. Ketika seseorang tidak bisa turun dari kendaraan atau tidak ada tempat sholat yang memadai, maka sholat tetap dapat dilaksanakan di dalam kendaraan, baik secara sendiri maupun berjamaah, dengan beberapa penyesuaian.


Tata Cara Sholat di Kendaraan

Dalam buku Fiqih karya Hasbiyallah, disebutkan bahwa sholat saat bepergian tergolong dalam keadaan darurat (rukhsah), sehingga pelaksanaannya bisa disesuaikan dengan kondisi. Sholat tetap sah dilakukan di kendaraan seperti mobil, kapal, atau pesawat selama memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Berikut adalah tata cara sholat di dalam kendaraan:

  1. Niat sholat dalam hati sebelum memulai.
  2. Melakukan takbiratul ihram dalam posisi duduk.
  3. Tangan disedekapkan, lalu membaca doa iftitah, diikuti dengan surat Al-Fatihah dan surat pendek lainnya.
  4. Untuk gerakan rukuk, cukup menundukkan badan ke depan sambil tetap duduk.
  5. Gerakan sujud dilakukan dengan lebih menundukkan kepala dibanding saat rukuk, agar perbedaannya terlihat.
  6. Duduk di antara dua sujud tetap dilakukan dalam posisi duduk di kursi.
  7. Rangkaian gerakan sholat untuk rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti rakaat pertama.
  8. Setelah rakaat terakhir, duduk untuk tasyahud akhir.
  9. Menutup sholat dengan salam.

Bagaimana Jika Sholat Berjamaah di Kendaraan?

Sholat berjamaah juga bisa dilakukan di kendaraan, dengan catatan posisi imam dan makmum memungkinkan untuk saling mengikuti. Penjelasan tentang hal ini disampaikan oleh Buya Yahya, pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon, dalam salah satu tayangan kanal YouTube Al-Bahjah TV,

“Imam bisa berada di bagian depan kendaraan. Misalnya, sopirnya yang menjadi imam, atau seseorang yang duduk di kursi depan,” jelas Buya Yahya. detikHikmah telah mendapatkan izin dari Tim Al-Bahjah TV untuk mengutip ceramah Buya Yahya.

Namun, beliau menegaskan bahwa apabila kondisi tidak memungkinkan untuk berjamaah, maka sholat secara individu pun sah dilakukan.

“Kalau merasa tidak memungkinkan untuk berjamaah, maka sholat sendiri juga tidak masalah,” lanjutnya.

Arah Kiblat saat di Kendaraan

Dalam kondisi tertentu, terutama untuk sholat sunnah, arah kiblat dapat mengikuti arah kendaraan berjalan.

“Untuk sholat sunnah, arah kiblat itu disesuaikan dengan kemampuan. Jadi, ke mana kendaraan melaju, itulah kiblatnya,” terang Buya Yahya.

Namun, beliau juga memberikan catatan penting:

“Boleh menghadap ke arah mana saja. Yang tidak diperbolehkan adalah ketika kendaraan sudah menghadap ke kiblat, namun kita justru menghadap ke belakang. Itu yang tidak boleh,” tegasnya.

Contohnya, jika kendaraan bergerak ke utara, maka sholat dapat dilakukan dengan menghadap ke arah utara tersebut, kecuali dalam kondisi kendaraan memang mengarah ke kiblat, maka sebaiknya tidak membelakangi kiblat.

Syarat Sah Sholat Tetap Berlaku

Meskipun dalam perjalanan, syarat-syarat sah sholat tetap wajib dipenuhi, seperti berwudhu dan menutup aurat dengan benar.

“Sholat tetap harus dilakukan dengan wudhu dan memenuhi syarat-syarat yang sah, termasuk menutup aurat,” jelas Buya Yahya.

Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan bahwa perempuan bisa sholat di kendaraan dengan mengenakan pakaian muslimah yang longgar dan menutup seluruh tubuh dengan baik, termasuk mengenakan kaos kaki bila diperlukan. Sedangkan bagi laki-laki, busana yang dikenakan harus menutupi aurat secara sopan selama pelaksanaan sholat.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Sholat Berjamaah di Masjid Bagi Laki-Laki


Jakarta

Sholat berjamaah memiliki keutamaan yang luar biasa dibandingkan sholat sendiri. Umumnya, sholat berjamaah dipimpin oleh seorang imam dan diikuti oleh makmum.

Mengutip dari buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh H Ahmad Ahyar & Ahmad Najibullah, jamaah artinya berkumpul. Dengan begitu, sholat berjamaah dimaknai sebagai sholat yang dikerjakan secara bersama-sama paling sedikit dua orang, seorang menjadi imam dan seorang menjadi makmum.

Dalil terkait sholat berjamaah mengacu pada surah An Nisa ayat 102,


…وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوٓا۟ أَسْلِحَتَهُمْ

Artinya: “Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata mereka…”

Lantas, apa hukum sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki?

Sholat Berjamaah di Masjid bagi Laki-laki Hukumnya Apa?

Wahbah Az Zuhaili melalui Fiqhul Islam wa Adillathuhu terbitan Gema Insani menjelaskan bahwa sholat berjamaah hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan bagi setiap muslim, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Selain itu, menurut Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani dalam kitab Shalatul Mu’min mengatakan hukum sholat berjamaah adalah fardhu ain bagi seluruh laki-laki yang telah baligh dan mampu melaksanakannya, baik bermukim dalam sebuah wilayah maupun musafir. Pendapat ini mengacu pada sejumlah dalil Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum sholat berjamaah bagi ulama mazhab. Para ulama salaf beserta ahli fikih menganggap bahwa sholat berjamaah hukumnya wajib.

Sementara itu, mazhab Syafi’i, mazhab Maliki, dan salah satu pandangan dalam Hanbali menyatakan hukumnya adalah fardhu kifayah.

Adapun, pengikut aliran Hanafi dan mayoritas Malikiyah serta banyak ulama Syafi’iyah menyebut hukumnya sunnah muakkad.

Ada juga yang menganggapnya fardhu ain sekaligus syarat sahnya sholat, yaitu pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan sekelompok ulama salaf serta pengikut Imam Ahmad.

Keutamaan Sholat Berjamaah bagi Muslim

Mengutip dari buku Panduan Sholat Rosulullah 2 oleh Imam Abu Wafa, berikut beberapa keutamaan sholat berjamaah bagi muslim.

  1. Pahalanya dilipatgandakan
  2. Didoakan oleh malaikat
  3. Dosanya diampuni
  4. Derajatnya ditinggikan
  5. Setara dengan pahala sholat malam
  6. Mendapat jamuan di surga
  7. Terbebas dari api neraka

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Penjelasan Lengkap Menurut Syariat Islam



Jakarta

Dalam ajaran Islam, sholat berjamaah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan, bahkan diwajibkan bagi laki-laki dalam beberapa kondisi. Dalam sholat berjamaah, posisi imam sangat penting karena ia menjadi pemimpin dan penanggung jawab jalannya sholat.

Syariat Islam menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar seseorang sah menjadi imam sholat. Siapa yang berhak menjadi imam sholat?

Mengutip buku Fiqih Praktis I karya Muhammad Bagir, seorang yang paling berhak menjadi imam ialah yang paling baik akhlaknya dan paling fasih bacaan Al-Qur’annya di antara mereka yang hadir. Apabila semuanya sama dalam hal tersebut, maka yang lebih berhak adalah yang paling luas pengetahuannya tentang As-Sunnah.


Apabila semua sama dalam hal ilmu, maka yang paling berhak di antara mereka adalah yang paling tua usianya. Ketentuan ini dijelaskan melalui hadits Rasulullah SAW.

Syarat Imam Sholat Berjamaah

Merangkum Buku Panduan Sholat Lengkap (Wajib & Sunah) karya Saiful Hadi El Sutha dan Fikih Empat Madzhab Jilid 2 yang disusun Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, berikut ini syarat-syarat imam sholat berjamaah:

1. Beragama Islam

Syarat paling utama adalah imam harus seorang muslim. Sholat yang dipimpin oleh orang non-Muslim tidak sah, karena ibadah shalat hanya diterima dari orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

2. Berakal dan Baligh

Imam sholat harus orang yang berakal sehat dan telah baligh yakni dewasa secara syariat. Anak-anak yang belum baligh, meskipun hafal Al-Qur’an, tidak sah menjadi imam bagi orang dewasa menurut mayoritas ulama.

Dalam hadits dari Ali bin Abi Thalib RA, Nabi SAW bersabda,
“Telah diangkat pena (taklif) dari tiga golongan: anak kecil hingga ia baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sadar.” (HR. Abu Dawud)

3. Suci dari Hadas dan Najis

Imam wajib dalam keadaan suci dari hadas besar maupun kecil, serta tidak ada najis yang menempel pada tubuh, pakaian, atau tempatnya. Jika imam diketahui tidak suci, maka shalatnya tidak sah, dan jamaah yang mengikutinya pun batal shalatnya jika tidak segera mengganti imam.

Namun, jika seorang imam tidak menyadari bahwa ia sedang dalam keadaan hadas setelah sholat selesai, maka sholat tersebut tetap dianggap sah.

Rasulullah SAW bersabda,
“Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim)

4. Laki-laki (Untuk Jamaah Umum yang Campur)

Dalam sholat berjamaah yang melibatkan laki-laki, imam harus laki-laki. Seorang wanita tidak sah menjadi imam bagi laki-laki menurut ijma’ (kesepakatan) ulama. Namun, wanita boleh menjadi imam bagi jamaah sesama wanita.

Para sahabat Nabi tidak pernah meriwayatkan wanita mengimami laki-laki, dan ini menjadi dasar ketetapan ulama dari empat mazhab.

5. Fasih dan Mampu Membaca Al-Fatihah dengan Benar

Karena membaca surat Al-Fatihah adalah rukun shalat, maka imam harus mampu membaca Al-Fatihah dengan benar, sesuai kaidah tajwid minimal yang tidak merusak makna. Jika seorang imam salah membaca hingga mengubah arti, sholatnya tidak sah.

Dalam hadits, Nabi SAW bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Lebih Utama dalam Keilmuan dan Bacaan

Imam sebaiknya dipilih dari orang yang paling berilmu tentang agama dan paling baik bacaan Al-Qur’annya. Hal ini sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW.

Nabi SAW bersabda, “Yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling baik bacaan Al-Qur’annya. Jika dalam bacaan mereka sama, maka yang paling mengetahui sunnah. Jika mereka sama dalam sunnah, maka yang paling dahulu hijrah.” (HR. Muslim)

Urutan prioritas imam menurut hadits di atas:

  • Paling baik bacaan Al-Qur’an
  • Paling paham ilmu agama
  • Paling dahulu masuk Islam
  • Paling tua usianya

7. Mengetahui Tata Cara Sholat

Imam harus mengetahui rukun, syarat, dan bacaan shalat dengan benar. Jika ia tidak memahami tata cara sholat, dikhawatirkan akan menyalahi aturan dan membatalkan sholatnya maupun jamaah yang mengikutinya.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Apakah Sholat Sendiri di Rumah Tetap Sah bagi Laki-Laki? Ini Penjelasannya


Jakarta

Selain sholat berjamaah, muslim bisa mengerjakannya secara sendiri atau disebut munfarid. Sholat sendiri bisa dilakukan di rumah maupun tempat lainnya.

Meski demikian, keutamaan sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sendiri. Menukil buku Panduan Sholat Rosulullah 2 yang disusun Abu Wafa, terdapat hadits yang menyebutkan terkait keutamaannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda:


“Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia pergi ke rumah Allah (tempat sholat) untuk melaksanakan sholat wajibnya, maka tiap langkahnya salah satunya menghapus dosa dan satunya lagi mengangkat derajat.” (HR Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, diketahui bahwa sholat berjamaah sangat dianjurkan bagi laki-laki ketimbang sendiri. Lalu, apakah sholat sendiri di rumah tetap sah bagi laki-laki?

Apakah Sholat Sendiri di Rumah Tetap Sah bagi Laki-laki?

Mengutip buku Daqu Method dalam Tinjauan Manajemen Pendidikan Islam susunan Tarmizi As Shidiq dkk, sholat berjamaah yang ditegakkan Rasulullah SAW dan para sahabat dilakukan di Masjid Nabawi, Madinah. Para sahabat tidak mengerjakan sholat berjamaah kecuali di masjid, meski sebetulnya diperbolehkan juga melakukan sholat berjamaah di rumah.

Perlu dipahami bahwa sholat berjamaah tidak termasuk dalam syarat sah sholat. Artinya, jika sholat dikerjakan sendiri di rumah maka masih dianggap sah, baik itu laki-laki maupun wanita.

Meski demikian, terdapat hadits yang menyebut bahwa laki-laki lebih diutamakan sholat di masjid. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“”Salat seorang laki-laki dengan berjemaah dibanding salatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan 25 lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudu dengan menyempurnakan wudunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan salat berjemaah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan salat, maka malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat salatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan salat selama dia menanti pelaksanaan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Laki-laki Lebih Dianjurkan Sholat Berjamaah

Menurut kitab Fathul Mu’in oleh Zainuddin Al Malibari yang dinukil NU Online, dijelaskan bahwa pendapat kuat mengatakan hukum sholat berjamaah adalah fardhu kifayah bagi laki-laki yang sudah baligh dan tidak sedang bepergian. Berbeda dengan laki-laki, anjuran berjamaah bagi wanita tidak sekuat anjuran untuk laki-laki.

Oleh sebab itu, hukum meninggalkan sholat berjamaah bagi laki-laki adalah makruh. Sementara itu, perempuan yang meninggalkan sholat berjamaah tidak makruh.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Hukum Shalatnya Makmum yang Mendahului Imam


Jakarta

Shalat berjamaah merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Ash-Shaff ayat 4,

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ

Arab latin: Innallāha yuḥibbul-lażīna yuqātilūna fī sabīlihī ṣaffan ka’annahum bun-yānum marṣūṣ(un).


Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan, seakan-akan mereka suatu bangunan yang tersusun kukuh.

Menurut penjelasan dalam Tafsir Tahlili, ayat ini tidak hanya berkaitan dengan jihad, tetapi juga menjadi landasan pentingnya keteraturan dalam shalat berjamaah. Barisan shalat harus rapat, tanpa celah, karena celah akan diisi oleh setan.

Salah satu wujud keteraturan itu adalah mengikuti imam dengan tertib. Namun, dalam praktiknya, masih sering terjadi makmum mendahului imam, baik dalam gerakan maupun bacaan. Lalu, bagaimana hukum shalat makmum yang mendahului imam? Apakah sah atau justru batal?

Apa Hukum Makmum yang Mendahului Imam?

Dalam syariat Islam, imam ditetapkan sebagai pemimpin shalat berjamaah yang harus diikuti oleh makmum. Segala bentuk gerakan shalat seperti rukuk, sujud, dan salam, seharusnya dilakukan makmum setelah imam melakukannya. Jika makmum mendahului imam, maka ada ketentuan hukum yang perlu diperhatikan.

Dalam kitab Syarhul Muqaddimah Al-Hadramiyyah, Syekh Sa’id bin Muhammad menyatakan bahwa jika seorang makmum yakin telah mendahului imam dalam posisi shalat, maka shalatnya tidak sah. Namun, beliau memberikan pengecualian apabila terjadi kondisi darurat, seperti perasaan takut atau ancaman yang membahayakan. Dalam situasi seperti ini, mendahului imam dibolehkan karena adanya udzur syar’i.

Pernyataan ini memperjelas bahwa mendahului imam bukanlah hal sepele. Bahkan, jika dilakukan tanpa alasan yang sah, bisa berakibat fatal bagi keabsahan shalat berjamaah seseorang.

Penjelasan Buya Yahya tentang Makmum Mendahului Imam

Penjelasan lebih rinci disampaikan oleh Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon. Dalam salah satu kajian yang disiarkan melalui kanal Youtube Al-Bahjah TV, beliau menjelaskan,

“Imam belum salam, Anda salam duluan, batal ya. Jelas ini orang buru-buru,” ujar Buya Yahya. detikHikmah telah mendapatkan izin dari Tim Al Bahjah TV untuk mengutip ceramah Buya Yahya.

Namun, beliau memberikan pengecualian jika makmum memiliki kebutuhan mendesak yang membuatnya harus menyelesaikan shalat lebih cepat dan berniat mufaraqah (memisahkan diri dari jamaah). Buya Yahya memberi contoh kondisi seperti sakit perut yang bisa menyebabkan gangguan saat menunggu imam menyelesaikan shalat. Dalam kondisi seperti itu, makmum diperbolehkan mempercepat shalatnya dan mendahului imam, asalkan diniatkan mufaraqah.

“Kalau Anda mempercepat, memutus, niat memisahkan diri dari imam karena ada hajat mendesak pada diri Anda… tidak ada masalah,” lanjut Buya Yahya.

Buya Yahya juga menekankan bahwa rukun fi’li seperti rukuk, i’tidal, dan sujud tidak boleh dilakukan lebih dulu dari imam, dan ada ukuran dalam hal ini. Jika makmum mendahului dua rukun fi’li secara sempurna tanpa niat mufaraqah, maka shalatnya menjadi tidak sah. Tapi bila yang didahului hanya satu rukun, meskipun hukumnya haram, shalatnya tetap sah selama tidak berlebihan.

(inf/dvs)



Sumber : www.detik.com

Haruskah Makmum Membaca Al-Fatihah dan Surat Pendek saat Sholat Berjamaah?


Jakarta

Dalam sholat berjamaah, tak sedikit makmum yang masih merasa bingung mengenai bacaan yang perlu dibaca. Apakah makmum tetap wajib membaca Surat Al-Fatihah? Lalu, apakah surat pendek setelahnya juga perlu dibaca? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering muncul, terutama ketika imam membaca dengan suara pelan atau gerakan yang cukup cepat.

Kebingungan ini muncul karena dalam ajaran Islam, makmum diperintahkan untuk mengikuti imam dalam setiap gerakan dan bacaan sholat. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT surah An-Nisa ayat 59,

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta ulil amri di antara kamu.”


Lalu, apa sebenarnya yang harus dibaca oleh makmum ketika sholat berjamaah?

Apakah Makmum Wajib Membaca Al-Fatihah?

Dalam kitab Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah disebutkan bahwa seluruh imam mazhab sepakat makmum wajib mengikuti imam dalam setiap gerakan sholat. Selain itu, makmum juga dianjurkan mengikuti imam dalam bacaan, khususnya pada sholat yang bacaannya dikeraskan.

Penjelasan serupa juga ditemukan dalam buku Fiqih Kontroversi Jilid 1: Beribadah antara Sunnah dan Bid’ah karya H. M. Anshary, yang mengutip sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika imam bertakbir, maka bertakbirlah. Jika imam ruku’, maka ruku’lah. Jika imam bangkit dari ruku’, maka bangkitlah. Jika imam mengucapkan ‘sami’Allahu liman hamidah’, ucapkanlah ‘rabbana wa lakal hamd’. Jika imam sujud, maka sujudlah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim dari Abu Musa, disebutkan tambahan:

“Jika imam membaca Al-Fatihah, maka diamlah.”

Dari keterangan ini, dapat dipahami bahwa ketika imam membaca Al-Fatihah pada sholat jahriyah, makmum cukup diam dan mendengarkan. Hal ini dikuatkan dalam buku Sifat Shalat Nabi SAW karya Syaikh Muhammad Nashiruddin dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, bahwa pada sholat jahriyah, makmum tidak perlu membaca Al-Fatihah karena bacaan imam sudah mewakili makmum.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang sholat di belakang imam, maka bacaan imam adalah bacaannya juga.” (HR Ibnu Abi Syaibah, Daruquthni, Ibnu Majah, Ath-Thahawi, dan Ahmad)

Namun berbeda halnya dengan sholat sirriyah (seperti Dzuhur dan Ashar), di mana imam membaca dengan suara pelan. Dalam kondisi ini, makmum dianjurkan untuk membaca Surat Al-Fatihah. Sebagaimana riwayat dari Jabir RA:

“Kami membaca Al-Fatihah dan surat yang lain di belakang imam ketika sholat Dzuhur dan Ashar pada dua rakaat pertama. Adapun pada dua rakaat terakhir hanya membaca Surat Al-Fatihah.” (HR Ibnu Majah)

Perbedaan Pendapat Para Ulama

Menurut Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat karya Ahmad Sarwat, para ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bacaan makmum, yaitu sebagai berikut:

1. Madzhab Hanafiyah

Madzhab Hanafiyah menyatakan bahwa makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah. Makmum hanya perlu mendengarkan bacaan imam ketika imam membaca dengan suara keras (jahriyah) dan diam saat imam membaca dengan suara pelan (sirriyah).

2. Madzhab Maliki dan Hambali

Di sisi lain, Madzhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa dalam sholat jahriyah, makmum cukup mendengarkan bacaan imam karena bacaan imam juga dianggap sebagai bacaan makmum. Namun, saat sholat sirriyah, makmum dianjurkan untuk membaca Al-Fatihah secara perlahan.

3. Madzhab Syafi’i

Sedangkan Madzhab Syafi’i mewajibkan makmum membaca Surat Al-Fatihah pada semua jenis sholat, baik jahriyah maupun sirriyah. Meski begitu, makmum tetap diwajibkan untuk memperhatikan bacaan imam. Hal ini dikarenakan Al-Fatihah merupakan salah satu rukun sholat, dan Rasulullah SAW menegaskan bahwa sholat tidak sah tanpa membaca Al-Fatihah.

Apakah Makmum Juga Perlu Membaca Surat Pendek?

Setelah membaca Al-Fatihah, disunnahkan untuk membaca surat pendek dari Al-Qur’an, terutama pada dua rakaat pertama dalam setiap sholat.

Namun, dalam sholat berjamaah yang jahriyah, makmum tidak perlu membaca surat pendek karena bacaan imam sudah mewakili seluruh jamaah. Dalam situasi ini, makmum cukup mendengarkan.

Sebaliknya, pada sholat sirriyah, makmum dianjurkan membaca surat pendek setelah Al-Fatihah. Ini sesuai dengan riwayat dari Jabir RA:

“Kami membaca Al-Fatihah dan surat yang lain di belakang imam ketika sholat Dzuhur dan Ashar pada dua rakaat pertama. Adapun pada dua rakaat terakhir hanya membaca Surat Al-Fatihah.” (HR Ibnu Majah)

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Imam Wanita Mengeraskan Suara saat Salat Berjamaah?


Jakarta

Mayoritas ulama berpendapat, wanita boleh menjadi imam selama memenuhi kondisi tertentu. Hal ini ditunjukkan dari istri Rasulullah SAW, Aisyah RA, yang pernah mengimami jemaah salat fardhu.

“Aisyah pernah mengimami mereka dalam salat fardhu dan ia berdiri di antara mereka.” (HR Abdurrazaq, Darulquthni, dan Baihaqi)

Dikutip dari buku Fiqih Seputar Wanita oleh A.R. Shohibul Ulum, kebolehan seorang wanita menjadi imam bila mereka yang menjadi makmum adalah wanita dan anggota keluarga wanita tersebut.


Hal ini didasarkan dari hadits Ummu Waraqah binti Abdullah bin Al-Harits Al-Anshari. Ia adalah seorang wanita hafizah Al-Qur’an,

“Bahwasanya Rasulullah SAW telah memerintahkannya untuk menjadi imam bagi anggota keluarganya. Ia mempunyai seorang muadzin dan ia menjadi imam bagi anggota keluarganya.” (HR Abu Dawud)

Lalu, orang yang diutamakan menjadi imam di antara wanita tersebut adalah wanita yang paling pandai membaca Al-Qur’an. Selain itu, disebutkan Rasulullah SAW, apabila seseorang bertamu ke rumah seseorang maka tuan rumah lebih berhak menjadi imam. Hal ini dimaksudkan untuk penghormatan pada tuan rumah.

Selama menjadi imam, wanita tetap dianjurkan untuk terlindung dari pandangan laki-laki. Lantas, bolehkah imam wanita mengeraskan suara saat mengimami salat?

Tentang Imam Wanita yang Mengeraskan Suara

Salat fardhu yang bacaannya dibaca keras adalah salat Subuh, Maghrib, dan Isya. Dr. Musthafa Dib Al-Bugha dalam Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i mengatakan, para sahabat tidak ada yang meriwayatkan salat dengan bacaan keras selain pada dua rakaat pertama salat Maghrib dan Isya serta dua rakaat salat Subuh.

Hal senada juga diungkap Ibn Hajar al Haitami dalam al Minhaj al Qawim seperti diterjemahkan Ustaz Cece Abdulwaly dalam buku 140 Permasalahan Fiqih Seputar Membaca Al-Qur’an.

“Dan makruh mengeraskan bacaan salat pada salat-salat sirriyah (seperti salat Dzuhur dan Ashar), demikian juga memelankan bacaan pada salat-salat jahriyah (dua rakaat pertama salat Maghrib dan Isya serta dua rakaat salat Subuh), termasuk makruh bagi makmum mengeraskan bacaan salat dikarenakan menyelisihi kesunnahan pada masalah ini,” terangnya.

Menurut Abu Malik Kamal Salim dalam buku Panduan Beribadah Khusus Wanita, imam wanita juga mengeraskan suara (jahar) dalam bacaan salat saat menjadi imam salat jahar. Namun, disebutnya, imam wanita dilarang mengeraskan suara bila di sekitarnya ada kaum laki-laki kecuali mahramnya.

Pendapat serupa juga diungkap oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab. Seorang imam wanita dianjurkan untuk mengeraskan bacaan salat saat salat dengan para makmum wanita atau mahram laki-lakinya.

“Namun, sekiranya seorang perempuan salat berjamaah dan ada laki-laki di sekitarnya maka hendaklah dia memelankan suaranya,” demikian pernyataannya yang diterjemahkan dari laman Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia.

Disebutkan pula, bacaan jahar atau suara yang dikeraskan imam wanita dalam salat tetap harus lebih rendah dibandingkan bacaan jahar imam laki-laki. Ukuran keras suaranya hanya sebatas dapat didengar oleh makmum yang salat bersamanya.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com