Tag Archives: siti hajar

Sejarah Munculnya Air Zamzam yang Keluar dari Tanah Gersang



Jakarta

Air zamzam yang hingga kini masih berlimpah ruah dulunya keluar dari tanah yang gersang. Sejarah munculnya air zamzam tidak lepas dari kisah Nabi Ismail AS.

Nabi Ismail AS adalah putra dari Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar. Ia memiliki sejumlah mukjizat sejak bayi.

Sejarah Munculnya Air Zamzam

Dikutip dari buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi karya Rizem Aizid, dikisahkan bahwa awal mula sejarah munculnya air zamzam adalah ketika Siti Hajar dan Ismail AS kecil masih tinggal di Makkah yang masih begitu gersang seperti gurun. Saat itu, Siti Hajar memiliki keinginan kuat untuk tetap hidup bersama dengan putra yang disayanginya yaitu Ismail AS.


Akan tetapi, dengan keadaan hidup yang sangat sulit, di situlah dimulai beban hidup yang ditanggung oleh Siti Hajar semenjak karena Nabi Ibrahim AS kembali Palestina. Meskipun sudah terdapat bekal dan makanan, namun tidak cukup lantaran kondisi Hajar yang masih harus menyusui Ismail AS.

Nabi Ibrahim AS diketahui meninggalkan istri dan anaknya lantaran perintah dari Allah SWT. Kurang lebih kejadian saat Nabi Ibrahim AS meninggalkan keluarga mereka adalah seperti ini,

Siti Hajar bertanya, “Wahai suamiku, apakah engkau bersungguh-sungguh hendak meninggalkan kami di tempat ini?”

“Maaf istriku, aku hanya menjalankan perintah Allah. Bertakwalah kepada Allah. Insya Allah Dia akan selalu melindungi kalian,” jawab Nabi Ibrahim AS.

Melanjutkan di saat kondisi Siti Hajar dan Ismail AS serba kekurangan, kemudian Ismail AS menangis karena air susu dari Siti Hajar mengering lantaran kekurangan makanan. Tangisan Ismail AS yang tidak kunjung berhenti ini membuat Siti Hajar cemas, bingung sekaligus panik.

Siti Hajar menoleh dan mencari ke kanan dan kiri, ke sana kemari, demi mencari sesuap makanan atau seteguk air yang dapat meringankan rasa lapar dan haus, sekaligus meredakan tangisan anaknya. Akan tetapi, usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil.

Menurut keterangan Ibnu Hisyam, saat Siti Hajar putus asa lantaran tidak mendapatkan air, ia pun berlari-lari kecil dari Bukit Shafa ke Marwah sebanyak tujuh kali (yang kini diabadikan menjadi salah satu rukun ibadah haji, yang disebut sa’i) sembari memohon kepada Allah SWT agar menolongnya dan putranya yang sedang mengalami krisis persediaan makanan dan air.

Allah SWT pun mengutus Malaikat Jibril untuk melakukan misi penyelamatan bagi keduanya, sehingga kaki Ismail terlihat menginjak-injak tanah dan kemudian muncullah air.

Sedangkan, Siti Hajar saat itu mendengarkan suara air seperti binatang buas, yang membuatnya ketakutan. Air tersebut mengalir dengan sangat deras, hingga tangannya menggapai air yang mengalir dari tempat Ismail AS. Kemudian air inilah yang akhirnya diketahui dengan nama air zamzam.

Dijelaskan lebih lanjut dalam buku ini bahwa para ulama sepakat bahwa zamzam adalah air untuk minum Ismail AS dan ibunya, Hajar. Tetapi terdapat beberapa perbedaan mengenai sebab alasan munculnya air tersebut.

Secara singkat, dalam pendapat ulama yang lain, penyebab munculnya air zamzam adalah berdasarkan dari hentakan kaki Malaikat Jibril. Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Bukit Shafa dan Marwah, Saksi Perjuangan Siti Hajar demi Nabi Ismail



Jakarta

Bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang menjadi tempat dilaksanakannya salah satu rukun haji yaitu sa’i. Tempat tersebut menyimpan kisah perjuangan ibunda Nabi Ismail AS, Siti Hajar.

Hepi Andi Bastoni dalam buku Umrah Sambil Belajar Sirah Menapak Tilas Sejarah Rasulullah menjelaskan bahwa letak Bukit Shafa dan Marwah dekat dengan Ka’bah (Baitullah).

Bukit Shafa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter ini menjadi tempat melaksanakan ibadah Sa’i saat melaksanakan haji maupun umrah.


Terdapat suatu alasan mengapa Bukit Shafa dan Marwah menjadi tempat suci sekaligus tempat melaksanakan salah satu rukun haji.

Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Qashash al-Anbiyaa bahwa alasan mengapa sa’i dilakukan di Bukit Shafa dan Marwah yaitu berkaitan dengan kisah Siti Hajar dan Nabi Ismail AS.

Siti Hajar adalah istri kedua Nabi Ibrahim AS. Dari pernikahan keduanya lahirlah Nabi Ismail AS. Adapun, istri pertama Nabi Ibrahim AS adalah Siti Sarah.

Saat itu, Nabi Ibrahim AS membawa Siti Hajar dan Nabi Ismail AS yang saat itu masih bayi untuk pergi ke Makkah. Hal ini dikarenakan Siti Sarah cemburu dengan Siti Hajar karena ia telah melahirkan seorang anak.

Siti Sarah meminta kepada Nabi Ibrahim AS untuk membawa Siti Hajar dan Nabi Ismail AS pergi menuju suatu tempat. Nabi Ibrahim AS menempatkan Siti Hajar dan Ismail di Baitullah dekat pohon besar.

Pada saat itu, tidak ada seorang pun yang berada di Makkah dan sama sekali tidak ada air di sana. Sebelum meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail AS, Nabi Ibrahim AS meletakkan geribah yang berisi kurma dan bejana yang terisi air di sisi Siti Hajar dan putranya.

Ketika Nabi Ibrahim AS hendak beranjak pergi, Siti Hajar mengikutinya dan seraya berkata, “Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau hendak pergi meninggalkan kami sementara di lembah ini tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali?”

Hajar melontarkan pertanyaan itu berkali-kali, namun Nabi Ibrahim AS tidak bergeming. Siti Hajar kemudian kembali bertanya, “Apakah Allah SWT memerintahkan hal ini kepadamu?” Nabi Ibrahim AS menjawab, “Ya.”

Lalu Siti Hajar berkata, “Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.” Setelah Nabi Ibrahim AS pergi, Siti Hajar mulai menyusui Nabi Ismail AS ketika air yang ada di dalam bejana sudah habis, Siti Hajar dan Nabi Ismail AS mulai merasa kehausan.

Siti Hajar melihat putranya lemas dan tidak berhenti menangis karena kehausan dan sesekali kakinya menendang-nendang. Siti Hajar yang melihatnya tidak tega, ia segera pergi untuk mencari air supaya air susunya kembali keluar untuk menyusui Nabi Ismail AS.

Ia mencari sumber air ke Bukit Shafa yang letaknya paling dekat, ia lalu menaiki Bukit Shafa dan melihat lembah di bawahnya barangkali saja ada orang yang lewat. Namun, ternyata tidak ada seorang pun yang dilihatnya.

Hingga akhirnya Hajar pun kembali turun, ia terus berusaha sekuat tenaga hingga ia berhasil melewati lembah.

Selanjutnya, ia mendaki Bukit Marwah dan berdiri di atasnya. Hajar kembali melihat-lihat ke bawah berharap ada orang yang lewat namun ternyata tidak ada seorang pun.

Setelah itu, Siti Hajar berjalan mondar-mandir antara Bukit Shafa dan Marwah hingga tujuh kali. Ibnu Abbas berkata, “Nabi Muhammad SAW bersabda: “Oleh sebab itu, manusia melakukan sa’i (lari-lari kecil) di antara kedua bukit itu (dalam pelaksanaan ibadah haji)’.”

Kemudian saat mendekati Bukit Marwah, Siti Hajar mendengar suara “Diamlah”. Siti Hajar yang menyadarinya pun langsung terdiam dan ternyata ia bersama dengan malaikat yang kemudian menghentakkan kakinya ke tanah hingga membentuk kolam kecil.

Kemudian Siti Hajar menciduk air tersebut dan memasukkannya ke dalam bejana, ia pun meminum air itu yang kemudian di beri nama zamzam dan kembali menyusui Nabi Ismail AS.

Mengenai Bukit Shafa dan Marwah merupakan tempat suci ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya,
۞ اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ ١٥٨

Artinya: “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 158)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ismail & Sang Ibu, Awal Mula Disyariatkannya Sa’i



Jakarta

Sa’i merupakan satu ibadah yang diperintahkan untuk dikerjakan dalam ibadah haji dan umrah. Di balik pensyariatan sa’i, ternyata ada kisah singkat Nabi Ismail AS bersama sang ibu, Siti Hajar.

Sebelumnya, Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah menjelaskan ibadah sa’i adalah amal yang dilakukan dengan berjalan atau berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali pulang pergi, dikerjakan setelah melaksanakan thawaf, dalam rangka manasik haji dan umrah.

Hukum pelaksanaan sa’i sendiri terdapat perbedaan di kalangan ulama. Menukil buku Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, terbagi tiga pandangan mengenai hukum sa’i. Terdapat ulama yang menyebut sa’i adalah rukun haji, yang bila ditinggalkan maka ibadah hajinya batal dan tidak bisa diganti dengan dam.


Ada yang menyatakan termasuk wajib haji, yang jika ditinggalkan maka harus bayar dam (denda) tetapi ibadah hajinya tidak batal. Serta terdapat pula ulama yang berpendapat sa’i merupakan amalan sunnah haji. Di mana ditinggalkan maka tak ada kewajiban apa-apa bagi jemaah.

Perintah melaksanakan ibadah sa’i dalam haji dan umrah termaktub pada Surat Al Baqarah ayat 158.

اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ – 158

Artinya: “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.”

Adapun Nabi SAW juga mensyariatkan sa’i sebagaimana riwayat dari Barrah binti Abu Tajrah yang mengatakan, “Bahwa Nabi SAW melakukan sa’i pada ibadah haji beliau antara Shafa dan Marwah, dan beliau bersabda, ‘Lakukanlah sa’i karena Allah telah mewajibkanya atas kalian.'” (HR Daruquthni)

Selain itu, terdapat riwayat singkat di balik ibadah ini, sehingga dikenal menjadi sejarah disyariatkannya sa’i. Tepatnya yakni kisah Nabi Ismail AS bersama sang ibu, Siti Hajar. Bagaimana kisahnya?

Kisah Nabi Ismail AS dan Siti Hajar

Masih dari buku Fiqih Sunnah, kisah ini diriwayatkan Ibnu Abbas dari Nabi SAW. Dikisahkan, “Ibrahim AS datang bersama Hajar dan Ismail AS. Ketika itu, Ismail AS masih menyusui. Ibrahim AS menempatkan istri dan anaknya di bawah sebuah pohon besar di tempat terpancarnya air zam-zam (sekarang ini).

Kala itu, tidak ada seorang pun yang bertempat tinggal di Makkah dan di sana tidak didapati air. Dalam kondisi seperti itu, Ibrahim AS membawa anak dan istrinya ke sana.

Nabi Ibrahim memberi bekal sekeranjang kurma dan sekantung air untuk istri dan anaknya. Ibrahim AS melangkahkan kakinya untuk meneruskan perjalanan, dan Hajar mengikutinya. Hajar bertanya kepada Ibrahim AS, “Wahai Ibrahim, ke manakah engkau pergi? Apakah engkau meninggalkan kami di sini yang tidak ada seorang pun dan suatu pun?”

Hajar berulang kali mengemukakan pertanyaannya. Tapi Ibrahim AS tidak pernah menoleh kepadanya. Kemudian Hajar bertanya lagi, “Apakah Allah SWT yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?”

Nabi Ibrahim menjawab, “Iya.” Hajar berkata, “Kalau begitu, Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan kami.”

Dalam satu riwayat disebutkan, Hajar berkata kepada Ibrahim AS, “Kepada siapakah engkau meninggalkan kami?” Ibrahim AS menjawab, “Kepada Allah SWT.” Hajar berkata, “Sungguh, aku ridha kepada Allah SWT.”

Hajar kembali ke tempat semula. Sementara Ibrahim AS terus berjalan. Ketika Nabi Ibrahim tiba di bukit dan tidak dapat dilihat lagi oleh Hajar, dia menghadap ke Kakbah kemudian berdoa sambil mengangkat kedua tangannya:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ – 37

Latin: Rabbanaa innii askangtu ming dzurriyyatii biwaadin ghairi dzii zar’in ‘inda baitikal-muharram(i), rabbanaa liyuqiimush-shalaata faj’al af-idatam minan-naasi tahwii ilaihim warzuqhum minats-tsamaraati la’allahum yasykuruun(a)

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37)

Setelah Ibrahim AS pergi, Hajar menyusui anaknya serta makan dan minum
dari bekal yang telah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim. Sampai pada saat perbekalan yang dibawanya habis, Hajar dan Ismail merasa dahaga. Hajar melihat kesana-kemari, barangkali tersedia air. Tapi dia tidak melihat adanya air.

Karena merasa iba dengan sang anak, dia berdiri untuk mencari air. Dia melihat gunung yang terdekat, yaitu Shafa. Lantas dia naik ke atasnya dan melihat di sekelilingnya, barangkali ada orang yang dilihat. Namun, tidak seorang pun nampak.

Dia lantas turun dari Shafa. Setelah berada di bawah, dia berlari kecil hingga sampai di bukit Marwah. Dia naik ke atas bukit Marwah untuk melihat-melihat, barangkali dia menemukan seseorang. Tetapi, tidak seorang pun yang dilihatnya.

Dia mengulangi seperti itu hingga tujuh kali.” Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Itulah (awal mula) manusia melakukan sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah.” (HR Bukhari dalam kitab Al-Anbiya, bab ‘Yazfuna: an-Naslani fi al-Masyyi’. Ditemukan pula dalam kitab Fath Al-Bari, jilid VI, hal. 396)

Demikian kisah singkat Nabi Ismail AS dan ibunya, Siti Hajar, yang menjadi landasan disyariatkannya ibadah sa’i dalam haji dan umrah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Istri Nabi Ibrahim, Wanita Pilihan yang Lahirkan Para Nabi


Jakarta

Nabi Ibrahim AS memiliki dua istri yang bernama Siti Sarah dan Siti Hajar. Mereka merupakan wanita yang dipilih Allah SWT untuk melahirkan para nabi.

Dari istri keduanya, Siti Hajar, lahirlah anak pertama Nabi Ibrahim AS yang diberi nama Ismail AS. Sedangkan dari istri pertamanya, Siti Sarah, ia dikaruniai putra kedua yang bernama Ishaq AS ketika usianya sudah cukup tua.

Sosok Sarah Istri Nabi Ibrahim yang Pertama

Diceritakan dalam buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi oleh Rizem Aizid, Nabi Ibrahim AS bersama istri pertamanya semula hidup di Babilonia, Irak. Sarah merupakan wanita yang sangat cantik, tidak hanya secara fisik tetapi juga secara akhlak dan budi pekerti.


Sarah begitu patuh dengan sang suami dan mengikuti risalahnya untuk beriman kepada Allah SWT. Suatu hari, Sarah mendapat cobaan ketika ia masuk ke Mesir sebab kecantikannya itu.

Kecantikan Sarah yang mengagumkan membuat penguasa Mesir, Raja Firaun, ingin mempersuntingnya sebagai selir. Akan tetapi, kekukuhan iman Sarah doa-doanya yang begitu tulus akhirnya membuatnya lepas dari godaan raja. Bahkan, ia diminta oleh raja Mesir untuk pulang dan diberi hadiah seorang budak bernama Hajar.

Tahun demi tahun berjalan, Sarah yang sudah semakin tua tak kunjung dikaruniai keturunan oleh Allah SWT. Atas petunjuk dari Allah SWT, sarah kemudian dengan ikhlas menawarkan suaminya untuk menikah dengan Hajar agar diberi keturunan.

Ia berkata kepada suaminya, “Hai suamiku, hai kekasih Allah, inilah Hajar, aku berikan kepadamu. Mudah-mudahan Allah memberi anak keturunan kepada kita darinya.”

Akhirnya, Nabi Ibrahim AS pun menikah dengan Siti Hajar. Keduanya dikaruniai putra pertama yang diberi nama Ismail.

Kecemburuan Sarah setelah Kelahiran Ismail

Imam Ibnu Katsir mengisahkan dalam buku Qashash Al-Anbiyaa, ketika Siti Hajar melahirkan putra pertama Nabi ibrahim AS yang bernama Ismail, kecemburuan Sarah terhadapnya semakin membara. Sarah kemudian meminta Nabi Ibrahim AS untuk menyingkirkan Siti Hajar dari pandangannya.

Nabi Ibrahim AS lalu membawa Siti Hajar dan bayi Ismail keluar dari rumah mereka untuk meringankan kecemburuan Sarah. Mereka berjalan sampai di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Kota Makkah.

Setelah menemukan tempat tersebut, Nabi Ibrahim AS pun berniat kembali dan melihat keadaan Sarah yang mengalami guncangan. Siti Hajar yang merasa asing dengan tempat tersebut pun memegangi baju Nabi Ibrahim agar ia tidak meninggalkannya.

“Wahai Ibrahim, hendak ke mana kah kamu pergi, apakah kamu tega meninggalkan kami di sini, kami tidak kenal dengan lingkungan ini.”

Nabi Ibrahim AS hanya terdiam menjawabnya. Lantas Siti Hajar bertanya kembali, “Apakah Allah memerintahkanmu untuk berbuat seperti ini?”

Nabi Ibrahim AS menjawab, “Benar.” Selanjutnya Siti Hajar dengan ikhlas berkata, “Baiklah kalau demikian adanya, kamu boleh pergi sekarang, karena jika Allah yang menghendaki, maka Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.”

Setelah cukup jauh berjalan, Nabi Ibrahim AS berbalik ke belakang dan melihat tempat yang ditinggalkannya dari kejauhan. Ia kemudian mengangkat tangannya seraya berdoa:

رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Artinya: “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37)

Siti Hajar yang telah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim AS pun tetap memberikan asi kepada anaknya, sedangkan air yang ada digunakan untuk diminum olehnya. Namun, semakin lama air itu pun habis hingga membuat ia dan anaknya kehausan sebab air susunya pun telah mengering.

Siti Hajar kemudian memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan mencari air minum, sebab tak kuasa mendengar anaknya yang terus menangis.

Perjalanan Siti Hajar di Bukit Shafa-Marwah hingga Munculnya Air Zamzam

Dalam kepergiannya, Siti Hajar tiba di Bukit Shafa, bukit yang paling dekat dengan tempat peristirahatannya. Ia berdiri di atas bukit dan memandang sekelilingnya untuk mencari seseorang yang bisa membantunya, tetapi ia tidak menemukan siapa pun.

Selanjutnya Siti Hajar turun dari bukit itu hingga sampai di Bukit Marwah dan menaikinya. Namun, lagi-lagi ia tidak menemukan seorangpun yang bisa membantunya. Siti Hajar terus mencoba untuk berjalan pulang pergi dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah sampai tujuh kali perjalanan.

Disebutkan dalam buku Sejarah Ibadah oleh Syahruddin El-Fikri, saat kali ketujuh sampai di Bukit Marwah, tiba-tiba Siti Hajar mendengar suara yang mengejutkan. Alangkah kagetnya mengetahui bahwa suara itu berasal dari air yang memancar dari dalam tanah dengan derasnya di bawah telapak kaki Ismail.

Sumber air yang memancar tersebut hingga saat ini dikenal sebagai sumur Zamzam. Di lokasi ini pula, Siti Hajar mendengar suara malaikat Jibril yang berkata kepadanya, “Jangan khawatir, di sini Baitullah (rumah Allah) dan anak ini (Ismail) serta ayatnya akan mendirikan rumah itu nanti. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.”

Dari air zamzam yang terus mengalir, Siti Hajar dan Ismail mampu meneruskan kehidupannya. Sementara itu, Nabi Ibrahim AS kembali menjalani kehidupannya dengan Siti Sarah. Hingga saat usia keduanya sudah sangat tua, malaikat datang ke rumahnya dan memberi kabar gembira.

فَبَشَّرْنَٰهَا بِإِسْحَٰقَ وَمِن وَرَآءِ إِسْحَٰقَ يَعْقُوبَ

Artinya: “Maka kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq, dan dari Ishaq (akan lahir putranya), Ya’qub.” (QS Hud: 71).

Peristiwa itu menunjukkan bentuk kebesaran Allah SWT. Istri Nabi Ibrahim AS yang pertama ini dikaruniai putra di usia yang sudah tidak muda lagi, yakni 90 tahun. Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

4 Kisah Seorang Ibu yang Diceritakan dalam Al-Qur’an


Jakarta

Al-Qur’an adalah petunjuk untuk umat manusia, didalamnya terdapat berbagai kisah-kisah masa lalu yang menjadi pelajaran untuk umat selanjutnya. Di bawah ini kisah tentang ibu yang ada dalam Al-Quran.

Terdapat kisah-kisah luar biasa dari seorang perempuan sekaligus ibu dari para nabi mulia, kisah-kisah ini diabadikan langsung oleh Allah SWT untuk menjadi pengingat kepada hambanya bahwa kasih sayang Allah tidak terbatas hanya karena gender dan usia saja.

Seperti empat kisah ibu yang tertulis dalam Al-Qur’an ini yakni: kisah Siti Hajar ibu Nabi Ismail AS, kisah Milyanah ibu Nabi Musa AS, kisah Hanah ibu Siti Maryam, dan kisah Siti Maryam ibu Nabi Isa AS.


1. Kisah Siti Hajar Ibu Nabi Ismail AS

Mengutip buku Kisah Teladan dalam Al-Qur’an karya Ahmad Laudzai dahulu dikisahkan Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar (Istrinya) telah menikah lama, namun mereka belum diberikan seorang anak pun oleh Allah SWT.

Setia waktunya Nabi Ibrahim AS tidak luput berdoa seperti ini, “Ya Allah aku berani mengorbankan apa saja, asalkan pintaku terpenuhi.” Hingga akhirnya Allah mengabulkan keinginan keduanya, Siti Hajar berhasil mengandung seorang anak yang diberi nama Ismail.

Suatu hari Nabi Ibrahim membawa Siti Hajar dan Ismail kecil ke sebuah lembah yang nantinya menjadi kota Makkah. Ketika sampai Ibrahim berpesan kepada keduanya, “Wahai istriku, tinggalah engkau bersama Ismail, di tempat ini sementara waktu, Tunggu sampai aku selesai.”

Surah Ibrahim ayat 37:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ ٣٧

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Selayaknya manusia umumnya, Siti Hajar bernama, ” Mengapa aku bersama Islamil harus menetap di tempat yang gersang dan tandus ini”

Nabi Ibrahim menjawab, “Sesungguhnya ini semua adalah perintah Allah SWT.” Siti Hajar pun ikhlas menerimanya.

Hari demi hari berlalu, Ibrahim AS tidak kunjung datang, padahal persediaan makanan dan minuman mereka sudah habis. Ditambah Ismail kecil menangis.

Sambil menenangkan anaknya, Siti Hajar berlari mendaki dua bukit yang berseberangan, yakni bukit Safa dan bukit Marwah untuk mencari sumber air. Meskipun sudah berkali-kali melalui dua bukit tersebut masih belum mendapatkan sumber air.

Sampai Siti Hajar kelelahan dan tergeletak di samping anaknya, tetapi akhirnya Allah SWT membantu Siti Hajar dan Ismail dengan memberikannya Air Zam-Zam.

2. Kisah Milyanah Ibu Nabi Musa AS

Suatu ketika Firaun memerintahkan pasukannya untuk menyembelih anak laki-laki. Surah Al-Qasas ayat 4:

اِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِى الْاَرْضِ وَجَعَلَ اَهْلَهَا شِيَعًا يَّسْتَضْعِفُ طَاۤىِٕفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَيَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْ ۗاِنَّهٗ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ ٤

Artinya: “Sesungguhnya Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Bersamaan dengan perintah Firaun lahir seorang bayi laki-laki keturunan Israil. Allah berkata kepada Milyanah Ibu Nabi Musa AS.

“Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai. Janganlah kamu khawatir dan janganlah bersedih hati karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya rasul.”

Kemudian Milyanah pun meletakan bayinya di sebuah tempat. Lalu dia hanyutkan bayi tersebut ke sungai. Atas kuasa Allah SWT bayi itu ditemukan oleh Siti Aisah istri Firaun.

3. Kisah Hanah Ibu Maryam

Ibu Maryam diceritakan langsung oleh Allah SWT dalam Surah Al-Imran Ayat 35:

اِذْ قَالَتِ امْرَاَتُ عِمْرٰنَ رَبِّ اِنِّيْ نَذَرْتُ لَكَ مَا فِيْ بَطْنِيْ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ ٣٥

Artinya: “(Ingatlah) ketika istri Imran berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu apa yang ada di dalam kandunganku murni untuk-Mu (berkhidmat di Baitulmaqdis). Maka, terimalah (nazar itu) dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Mengutip buku Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka dijelaskan bahwa Imran adalah pria shaleh pada masanya menikah dengan Hanah yang juga amat beriman, sesuai ayat di atas istri Imran bernazar jika mempunyai anak, nantinya anak tersebut akan dijadikan abdi Allah atau menyelenggarakan Baitul Maqdis seperti saudaranya Nabi Zakaria AS.

Allah SWT pun mengabulkan keinginannya dengan memberikan seorang anak, namun ternyata anak yang lahir adalah perempuan (Siti Maryam), padahal yang diharapkan adalah anak laki-laki karena yang menyelenggarakan rumah suci adalah anak laki-laki.

Hanan pun lanjut berdoa berisi memohon perlindungan kepada anaknya karena dia tahu laki-laki tidak sama dengan perempuan, dan juga untuk keturunanya. Surah Al-Imran ayat 36:

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ اِنِّيْ وَضَعْتُهَآ اُنْثٰىۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْۗ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْاُنْثٰى ۚ وَاِنِّيْ سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَاِنِّيْٓ اُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ ٣٦

Artinya: “Ketika melahirkannya, dia berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.” Padahal, Allah lebih tahu apa yang dia (istri Imran) lahirkan. “Laki-laki tidak sama dengan perempuan. Aku memberinya nama Maryam serta memohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari setan yang terkutuk.”

Allah SWT segera mengabulkannya. Surah Al-Imran ayat 37:

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ وَّاَنْۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًاۖ وَّكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۗ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَۙ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۚ قَالَ يٰمَرْيَمُ اَنّٰى لَكِ هٰذَا ۗ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ٣٧

Artinya: “Dia (Allah) menerimanya (Maryam) dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik, dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemui di mihrabnya, dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, “Wahai Maryam, dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam) menjawab, “Itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada sesiapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.”

4. Kisah Maryam Ibu Nabi Isa AS

Allah SWT mengkisahkan Siti Maryam sebagai wanita yang beriman dan taat kepadanya. Surah Al-imran ayat 42 – 43:

وَاِذْ قَالَتِ الْمَلٰۤىِٕكَةُ يٰمَرْيَمُ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفٰىكِ عَلٰى نِسَاۤءِ الْعٰلَمِيْنَ ٤٢

يٰمَرْيَمُ اقْنُتِيْ لِرَبِّكِ وَاسْجُدِيْ وَارْكَعِيْ مَعَ الرّٰكِعِيْنَ ٤٣

Artinya: “(Ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata, “Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikanmu, dan melebihkanmu di atas seluruh perempuan di semesta alam (pada masa itu). Wahai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujudlah, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.”

Demikianlah kisah tentang ibu yang ada di dalam Al-Qur’an. Semoga menjadi pelajaran berharga untuk detikers.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Istri Nabi Ibrahim yang Dilindungi Allah SWT saat Digoda Raja



Jakarta

Siti Sarah memiliki paras yang sangat cantik, istri Nabi Ibrahim AS ini pernah dilindungi Allah SWT dari raja yang zalim.

Abu Hurairah bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ibrahim tidak pernah berkata dusta kecuali tiga kali. Dua dusta berkaitan dengan Allah, yaitu perkataannya, ‘Aku sedang sakit,’ ketika diajak menyembah berhala oleh kaumnya, dan perkataannya, ‘Yang melakukan penghancuran berhala adalah berhala yang paling besar ini’.”

Sementara satu dusta lainnya adalah berkenaan dengan Siti Sarah, sang istri tercinta.


Mengutip buku 70 Kisah Teladan yang ditulis Mushthafa Murad diceritakan, suatu ketika Nabi Ibrahim AS datang ke sebuah daerah yang dikuasai oleh seorang raja yang zalim. Ia ditemani sang istri yang cantik jelita, Siti Sarah.

Nabi Ibrahim AS berkata pada sang istri bahwa raja zalim tersebut tidak mengetahui status pernikahan mereka. Sebab jika raja tersebut tahu bahwa Sarah adalah istri Nabi Ibrahim AS, maka ia harus menyerahkannya pada raja tersebut.

Nabi Ibrahim AS ingin melindungi istrinya agar tidak direbut paksa oleh raja zalim.

“Jika nanti dia bertanya kepadamu, kabarkan kepadanya bahwa kamu adalah saudaraku. Sebab, engkau adalah saudariku dalam Islam,” kata Nabi Ibrahim AS.

Ketika Nabi Ibrahim AS memasuki daerah tersebut, para pengikut raja langsung terpesona melihat paras Siti Sarah yang cantik jelita. Mereka lantas menghampiri Nabi Ibrahim AS dan berkata, “Jika engkau memasuki wilayahmu, istrimu adalah milikmu. Tetapi, jika engkau memasuki wilayah ini, istrimu harus engkau lepaskan!”

Siti Sarah kemudian dipaksa untuk dibawa kepada sang raja.

Nabi Ibrahim AS kemudian pergi untuk salat. Ia memohon kepada Allah SWT agar melindungi sang istri dari kejahatan raja zalim.

Ketika Siti Sarah memasuki istana, raja zalim tersebut hendak menyentuhnya. Tiba-tiba tangan raja menjadi lumpuh. Raja itu kemudian berkata pada Siti Sarah, “Berdoalah engkau kepada Allah SWT agar menyembuhkan tanganku ini dan aku tidak akan mengganggu dirimu!”

Maka Siti Sarah berdoa memohon pertolongan Allah SWT. Namun setelah sembuh, ternyata raja ini kembali melakukan niat jahatnya untuk menyentuh tangan Siti Sarah.

Tangan raja ini pun kembali lumpuh dengan keadaan yang lebih parah. Kejadian ini berulang beberapa kali hingga akhirnya raja memerintahkan pengawalnya untuk membawa Siti Sarah ke luar istana.

Dalam buku Air Mata Para Nabi: Kisah-Kisah Inspiratif tentang Ketabahan Para Nabi yang ditulis oleh Tuan Guru Lalu Ibrohim, raja zalim tersebut kemudian berkata, “Tukang sihir yang kamu bawa ini?”

Siti Sarah lantas menjawab, “Saya bukan tukang sihir. Saya istri kekasih Allah. Ia kini sedang melihat saya dari luar, mohon ampunlah padanya, agar engkau selamat.”

Raja itu kemudian memohon ampun. Nabi Ibrahim AS memaafkannya, dan kembalilah badan dan tangan raja ini seperti semula. Sayangnya, raja zalim ini justru hendak menyerang Nabi Ibrahim AS.

Pada peristiwa ini, malaikat Jibril turun dan bersabda, “Jangan kamu terlalu mudah memberi maaf. Kalau ia mau menyerahkan seluruh kerajaannya, maafkan, tetapi jika tidak mau, jangan maafkan dia!”

Raja zalim tersebut lantas menyerahkan seluruh kerajaannya. Ia juga menyerahkan seorang budak dari keluarganya yaitu Siti Hajar.

Wallahu a’lam.

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Istri-istri Nabi Ibrahim yang Melahirkan Para Nabi


Jakarta

Dalam sejarah besar umat Islam, kisah Nabi Ibrahim AS tidak bisa dipisahkan dari dua perempuan yang luar biasa yang begitu salihah, yakni Siti Sarah dan Siti Hajar. Keduanya bukan hanya istri dari seorang nabi besar, tetapi juga ibu dari para nabi yang menjadi penerang bagi umatnya.

Melalui Siti Sarah, lahir Nabi Ishaq AS yang kelak menurunkan Nabi Yakub AS dan para nabi kalangan bani Israil. Sementara itu, dari rahim Siti Hajar, lahir Nabi Ismail AS, leluhur Nabi Muhammad SAW yang membawa ajaran Islam untuk umat akhir zaman.

Berikut ini adalah kisah para istri Nabi Ibrahim yang begitu hebat dan salihah.


Kisah Siti Sarah dan Ketabahannya

Dalam buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi karya Rizem Aizid, diceritakan bahwa Nabi Ibrahim AS bersama istri pertamanya, Siti Sarah, awalnya tinggal di Babilonia. Sarah dikenal sebagai wanita yang sangat cantik, baik dari segi fisik maupun akhlak dan budi pekertinya.

Sarah begitu taat kepada suaminya dan mengikuti ajarannya untuk beriman kepada Allah SWT. Namun, suatu hari, Sarah mengalami cobaan ketika memasuki wilayah Mesir karena kecantikannya yang mempesona.

Kecantikan Sarah yang luar biasa menarik perhatian Raja Mesir, yang berniat menjadikannya sebagai selir. Namun, berkat keimanan yang kokoh dan doa-doanya yang tulus, Sarah berhasil terhindar dari niat buruk sang raja.

Bahkan, Raja Mesir akhirnya mempersilakannya pulang dan memberikan hadiah berupa seorang budak bernama Hajar.

Seiring berjalannya waktu, Sarah semakin menua, namun belum juga dikaruniai keturunan oleh Allah SWT dari pernikahannya dengan Nabi Ibrahim AS. Dengan ikhlas dan atas petunjuk dari Allah SWT, Sarah kemudian menawarkan suaminya untuk menikahi Hajar dengan harapan mereka akan dianugerahi keturunan.

Sarah berkata kepada suaminya, “Wahai suamiku, kekasih Allah, inilah Hajar, aku serahkan dia kepadamu. Semoga Allah memberikan kita keturunan darinya.”

Akhirnya, Nabi Ibrahim AS menikah dengan Hajar, dan dari pernikahan tersebut, lahirlah putra pertama mereka yang diberi nama Ismail.

Dalam Buku Tafsir Qashashi Jilid IV: Umat Terdahulu, Tokoh, Wanita, Istri dan Putri Nabi Muhammad SAW karya Syofyan Hadi, dikisahkan bahwa Sarah telah menikah dengan Nabi Ibrahim AS selama 80 tahun namun belum juga dikaruniai anak.

Setelah Sarah memberikan izin kepada Ibrahim untuk menikahi Hajar yang kemudian melahirkan Ismail, barulah 12 tahun kemudian Sarah pun hamil.

Meskipun usianya sudah lanjut, Sarah akhirnya melahirkan seorang anak dari Nabi Ibrahim AS, yang diberi nama Ishaq. Nabi Ishaq AS juga menjadi hamba Allah SWT yang istimewa karena menjadi nabi yang menyiarkan ajaran Allah SWT kepada umatnya.

Kisah Siti Hajar dan Perjuangannya

Diceritakan dalam buku Spiritualitas Haji oleh Nur Kholis, setelah Nabi Ismail AS lahir dari Hajar, Sarah merasa khawatir dan cemburu. Sarah mulai merasa khawatir akan masa depannya dan sering menginginkan agar Nabi Ibrahim AS membawa Hajar pergi jauh dari kehidupannya.

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membawa Hajar dan putra mereka, Ismail, ke tempat yang jauh dari Palestina, dan Nabi Ibrahim AS pun menjalankan perintah tersebut.

Setelah berminggu-minggu menempuh perjalanan melintasi padang pasir yang tandus, panas di siang hari, dan dingin di malam hari, mereka tiba di sebuah dataran rendah yang hanya memiliki satu pohon besar.

Di tempat itulah, Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anak yang sangat ia cintai, di sebuah lokasi terpencil yang jauh dari peradaban manusia. Kisah ini menandai awal mula munculnya mata air Zamzam, yang tidak akan pernah kering hingga akhir zaman.

Dalam Sejarah Terlengkap 25 Nabi, Rizem Aizid menceritakan bahwa setelah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim AS, persediaan makanan dan perlengkapan Hajar dan anaknya mulai menipis, sehingga kehidupan mereka menjadi semakin sulit.

Kondisi ini semakin berat karena Nabi Ismail AS yang masih menyusu pada Hajar, mulai menangis terus-menerus karena kelaparan, sementara air susu Hajar semakin berkurang.

Mendengar tangisan Nabi Ismail AS yang menyayat hati, Hajar menjadi bingung, panik, dan cemas. Ia mencari-cari sesuatu yang bisa dimakan atau air yang bisa diminum dengan berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali, sambil memohon pertolongan kepada Allah SWT.

Allah SWT kemudian mengutus malaikat Jibril untuk menolong Hajar dan Ismail. Ketika Nabi Ismail AS menangis dan menghentakkan kakinya di atas pasir, muncullah sebuah mata air dari tempat tersebut.

Hajar sempat merasa takut karena kemunculan air itu disertai bunyi seperti suara binatang buas. Namun, ia segera menyadari bahwa itu adalah mata air yang mengalir deras, dan ia segera menampung air tersebut.

Ketika air ini muncul, Hajar mengucapkan kata, “Zamzam… Zamzam…” yang berarti “Berkumpul… Berkumpul.” Ini kemudian menjadi nama mata air Zamzam yang airnya tidak pernah kering hingga kini.

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Sosok Nabi yang Punya Mukjizat Air Zamzam-Sosok Penunggang Kuda Pertama


Jakarta

Nabi Ismail AS adalah nabi dan rasul yang wajib diimani dalam Islam. Beliau merupakan keturunan seorang nabi juga yaitu Ibrahim AS.

Menukil dari Ibrahim Khalilullah: Da’iyah At-Tauhid wa Din Al-Islam wa Al-Uswah Al-Hasanah oleh Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Muhammad Misbah, ibu dari Ismail AS adalah Siti Hajar. Kala itu, Nabi Ibrahim AS belum juga dikaruniai keturunan meski sudah puluhan tahun pindah ke Palestina.

Sang nabi lalu berdoa sebagaimana tercantum dalam surah Ash-Shaffat ayat 100-101. Berikut bunyinya,


رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّلِحِينَ * فَبَشَّرْنَهُ بِغُلَمٍ حَلِيمٍ

Artinya: “(Ibrahim berdoa), ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.” Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun.”

Kelahiran Nabi Ismail AS

Kelahiran Nabi Ismail AS disambut dengan bahagia. Meski demikian, kelahirannya ini juga menjadi ujian bagi Ibrahim AS dan sang istri.

Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membawa Siti Hajar dan Ismail AS bayi ke sebuah lembah tandus, yaitu Makkah. Kala itu, Makkah masih belum berpenghuni.

Saking tandusnya, lembah itu bahkan tanpa tanaman dan air. Hanya ada batu dan pasir kering yang terlihat di sana.

Siti Hajar dan Nabi Ismail AS diuji dengan rasa haus karena tak adanya air. Pada kondisi tersebut, Siti Hajar berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air hingga akhirnya malaikat Jibril tiba dan air zamzam memancar dari tanah dekat kaki Ismail AS.

Perintah Menyembelih Nabi Ismail AS

Masih dari sumber yang sama, Nabi Ibrahim AS menerima wahyu lainnya dari Allah SWT dalam mimpi. Ia diperintahkan menyembelih sang putra, Nabi Ismail AS yang masih remaja.

Mendengar hal itu, Nabi Ismail AS rela menerima nasib sebagai bentuk kepatuhan terhadap Allah SWT. Kisah ini termaktub dalam surat As Saffat ayat 102,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ibrahim AS lantas membawa Ismail AS ke tempat yang ditentukan. Ketika ia hendak menyembelih putranya, tiba-tiba Allah SWT mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor hewan. Peristiwa tersebut menjadi asal muasal ibadah kurban yang kini dilakukan oleh umat Islam.

Diterangkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, ulama nasab dan sejarah peperangan mengatakan bahwa Nabi Ismail AS adalah orang pertama yang naik kuda. Sebelumnya, kuda merupakan hewan liar dan dijinakkan oleh Ismail AS untuk ditunggangi.

Sa’id bin Yahya Al-Umawi menuturkan dalam Al Maghazi sebagai berikut, “Seorang syaikh Quraisy bercerita kepada kami, Abdul Malik bin Abdul Aziz bercerita kepada kami, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Pergunakan kuda (sebagai tunggangan) naiklah secara bergantian , karena ia adalah warisan ayah kalian, Ismail.”

Wafatnya Nabi Ismail AS

Nabi Ismail AS semasa hidupnya membimbing suku Amalika di Yaman. Selama lebih dari 50 tahun masa kenabian beliau, Ismail AS menyampaikan firman Allah SWT kepada orang-orang musyrik. Ia mengajak mereka untuk memeluk Islam dan mempercayai keberadaan Allah SWT.

Berkat jasanya itu, Islam menyebar luas di Yaman. Beliau lalu kembali ke Makkah setelah sebagian besar masyarakat Yaman memeluk Islam.

Nabi Ismail AS wafat pada usia 137 tahun, tepatnya pada 1779 SM di Makkah, Arab Saudi. Beliau dimakamkan di dekat ibunya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com