Tag Archives: siti zamratus sa

Sejarah Penetapan 1 Muharram Jadi Tahun Baru Islam


Jakarta

1 Muharram menjadi momentum yang dirayakan umat Islam di seluruh dunia. Umumnya, muslim memanfaatkan Tahun Baru Islam ini untuk muhasabah, hijrah hingga pembaruan diri.

Selain itu, banyak juga amalan yang bisa dikerjakan muslim untuk mensyukuri awal tahun Hijriah tersebut. Dengan mengerjakan berbagai amalan itu, muslim bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Perlu dipahami, terdapat sejarah mengenai penetapan 1 Muharram sebagai Tahun Baru Islam. Penetapan ini erat kaitannya dengan salah satu sahabat Rasulullah SAW yang juga menjadi Khalifah sepeninggalan beliau, yaitu Umar bin Khattab RA.


Sejarah Penetapan 1 Muharram Jadi Tahun Baru Islam

Dikisahkan dalam buku Menggapai Berkah di Bulan-bulan Hijriah karya Siti Zamratus Sa’adah, dahulu muslim belum memiliki sistem penanggalan yang baku. Hal ini menyebabkan surat menyurat antara khalifah pusat dengan para pemimpin di wilayah kekuasaan Islam sering mengalami kebingungan karena tidak ada penanggalan yang jelas.

Kejadian itu berlangsung sekitar 6 tahun setelah meninggalnya Rasulullah SAW saat pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab RA. Abu Musa al-Asy’ari yang merupakan seorang gubernur mengirim surat kepada Umar RA untuk dibuatkan sistem kalender resmi agar urusan administrasi dapat teratur dengan baik dan tertib.

Mendengar hal itu, Umar bin Khattab RA segera mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah dalam menentukan sistem penanggalan yang tetap bagi umat Islam. Berbagai pendapat bermunculan pada pertemuan tersebut.

Masing-masing mengeluarkan pandangannya dari mana sebaiknya hitungan tahun dalam Islam dimulai. Sebagian sahabat mengusulkan agar dimulai dari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Namun, ada juga yang berpendapat dari hari pertama sang rasul mendapat wahyu. Pendapat lain mengatakan sebaiknya dimulai dari hari wafatnya Rasulullah SAW.

Dari semua pendapat itu, hasilnya para sahabat sepakat menentukan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah sebagai penetapan awal kalender Islam. Khalifah Umar bin Khattab RA lalu mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah sang rasul adalah tahun satu, sejak saat itu kalender Islam disebut Tarikh Hijriyah.

1 Muharram pada 1 Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Sementara itu, tahun keluarnya keputusan Khalifah Umar RA adalah 638 M dan ditetapkan sebagai 17 Hijriah.

Penamaan Hijriah pada kalender Islam berasal dari bahasa Arab yang maknanya berpindah. Kata ini diambil dari awal mula penanggalan, yaitu hijrahnya sang rasul dari Makkah ke Madinah.

Turut disebutkan melalui buku Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriyah yang disusun Ida Fitri Shohibah, meski peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW terjadi pada Rabi’ul Awwal, para sahabat memilih Muharram sebagai awal tahun Hijriah. Tak sembarangan, ada faktor penting yang menjadikan Muharram sebagai awal bulan pada kalender Hijriah.

Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram dalam Islam, yang sejak zaman jahiliyah telah dimuliakan dan dihormati. Muharram juga berdekatan dengan bulan Zulhijah, saat umat Islam menunaikan ibadah haji.

Dengan demikian, terdapat makna yang mendalam pada 1 Muharram bagi kaum muslimin. Tak hanya sekadar pergantian angka tahun, melainkan juga simbol hijrah. Berpindah dari kegelapan menuju cahaya, dari dosa menuju tobat.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Kenapa Awal Tahun Hijriah Tidak Dirayakan Meriah? Ini Filosofinya


Jakarta

Awal tahun Hijriah kerap disemarakkan oleh umat Islam dengan memperbanyak ibadah sunnah, seperti membaca Al-Qur’an, salat sunnah, puasa, hingga berdoa. Mengapa momen awal tahun hijriah tidak dirayakan meriah seperti tahun baru masehi?

Alasan Awal Tahun Hijriah Tidak Dirayakan Meriah

Alasan awal tahun Hijriah tidak dirayakan secara meriah karena tidak ada dalilnya dalam Islam, baik dari ayat suci Al-Qur’an maupun hadits. Tetapi kaum muslimin menyambutnya dengan suka cita.

Menukil dari buku Menggapai Berkah di Bulan-bulan Hijriah oleh Siti Zamratus Sa’adah, dahulu kaum muslimin belum memiliki sistem penanggalan yang baku. Akhirnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ditetapkanlah Muharram sebagai awal tahun baru Islam.


Para sahabat sepakat menentukan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah sebagai penetapan awal kalender Islam. Khalifah Umar bin Khattab RA lalu mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah sang rasul adalah tahun satu, sejak saat itu kalender Islam disebut Tarikh Hijriyah.

Islam mengenal dua hari raya. Kedua hari tersebut dianjurkan untuk dimeriahkan sebagaimana termaktub dalam hadits dari Anas bin Malik RA:

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr).” (HR An Nasai dan Ahmad)

Pendapat Ulama tentang Hukum Merayakan Tahun Baru Islam

Selain itu, diterangkan dalam buku Fikih Keseharian: Ucapan Tahun Baru Hijriyah hingga Hukum Parfum Beralkohol tulisan Hafidz Musftisany, para ulama berbeda pendapat terkait hukum merayakan awal tahun Hijriah.

1. Dilarang

Ulama yang berpendapat melarang kebanyakan dari kalangan ulama Saudi. Menurut mereka, mengucapkan tahni’ah atau selamat tahun baru Islam tidak disyariatkan dalam agama.

Tokoh yang menyuarakan pendapat ini salah satunya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ulama besar dari Arab saudi. Melalui salah satu fatwanya pada kitab Mausu’ah al Liqa asy Syahri, Syaikh Al Utsaimin menyampaikan tidak dianjurkan untuk memulai ucapan selamat tahun baru. Tetapi, jika ada orang lain yang lebih dulu mengucapkannya maka tidak ada membalasnya.

“Jika seseorang mengucapkan selamat, maka jawablah. Akan tetapi, janganlah kita yang memulai.” tulisnya.

Meski begitu, Syaikh al-Utsaimin menyarankan agar balasan ucapan tidak berupa “selamat tahun baru” secara langsung. Sebagai gantinya, lebih baik menjawab dengan doa, misalnya:

“Semoga Allah menjadikan tahun ini penuh kebaikan dan keberkahan untuk Anda.”

Menurut beliau, tidak ada riwayat dari para salaf (generasi awal Islam) yang menunjukkan bahwa mereka mengucapkan selamat tahun baru pada 1 Muharram. Yang memiliki dasar dan atsar dari zaman Nabi SAW dan para sahabat hanyalah ucapan selamat pada dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

2. Diperbolehkan

Ulama yang memperbolehkan untuk merayakan tahun baru Islam salah satunya Syekh Abdul Karim Al Khudair. Ia menilai bahwa mendoakan kebaikan kepada sesama muslim seperti hari raya, hukumnya tak masalah. Selama doa dan ucapan tersebut tidak diyakini sebagai ibadah khusus dalam peristiwa tertentu.

Diterangkan dalam buku Bid’ah dalam Agama: Hakikat, Sebab, Klasifikasi, dan Pengaruhnya oleh Yusuf al-Qaradhawi, mengucapkan atau merayakan awal tahun Hijriah tidak termasuk dalam kategori bid’ah. Menurutnya, Islam memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang positif dan patut didukung, karena dapat memperkuat identitas keislaman serta menumbuhkan semangat loyalitas terhadap ajaran Islam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Amalan yang Bisa Dikerjakan pada Rabiul Awal, Bulan Kelahiran Nabi


Jakarta

Rabiul Awal adalah salah satu nama bulan dalam kalender Hijriah. Banyak peristiwa bersejarah dalam Islam yang terjadi pada Rabiul Awal.

Menukil Sirah Nabawiyah susunan Ibnu Hisyam yang diterjemahkan Ali Nurdin, Rabiul Awal bahkan menjadi bulan kelahiran Rasulullah SAW. Sang nabi lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Menurut pernyataan sejarawan, tahun Gajah bertepatan dengan 570 atau 571 M.

Lantas, apa saja amalan yang bisa dilakukan muslim pada Rabiul Awal?


Amalan yang Bisa Dikerjakan pada Rabiul Awal

Menurut buku Menggapai Berkah di Bulan-bulan Hijriah susunan Siti Zamratus Sa’adah, berikut sejumlah amalan yang bisa dikerjakan pada Rabiul Awal bagi muslim.

1. Mengenang Kisah Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Mengenang momen kelahiran Rasulullah SAW termasuk bentuk cinta seorang muslim kepada sang nabi. Umat Islam biasa merayakan hari tersebut dengan sebutan Maulid Nabi.

Dalam surah Al Anbiya ayat 107, Rasulullah SAW disebut sebagai rahmat seluruh alam. Allah SWT berfirman,

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٠٧

Artinya: “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

2. Membaca Sholawat

Masih dari sumber yang sama, sholawat termasuk amalan yang dapat dikerjakan pada Rabiul Awal. Sebagaimana diketahui, sholawat adalah doa dan pujian yang ditujukan kepada Rasulullah SAW.

Membaca sholawat juga termasuk ibadah yang berpahala. Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 56,

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

Mengutip dari buku Hadits Shahih Bukhari-Muslim karya Muhammad Fuad Abdul Baqi yang diterjemahkan oleh Muhammad Ahsan, bacaan sholawat yang autentik adalah yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW.

Salah satunya adalah sholawat yang diriwayatkan oleh Abu Humaid As-Sa’di RA. Saat para sahabat bertanya kepada Nabi SAW tentang cara membaca sholawat untuk beliau, Nabi Muhammad SAW menjawab:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyyatihi kama shallaita ‘ala aali Ibrahim, wa baarik ‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyatihi kama baarakta ala aali Ibrahim innaka hamidun majid.

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, kepada istri-istrinya, dan keturunannya sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada keluarga Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah kepada Nabi Muhammad, kepada istri-istrinya, dan keturunannya sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR Bukhari)

3. Puasa Sunnah

Puasa sunnah dapat dikerjakan pada bulan Rabiul Awal. Berbagai puasa sunnah yang termasuk yaitu puasa Senin-Kamis dan puasa Ayyamul Bidh pada pertengahan bulan Hijriah.

4. Sedekah

Amalan lainnya yang dapat dilakukan pada Rabiul Awal adalah sedekah. Sebetulnya, sedekah bisa dikerjakan kapan saja tanpa ketentuan waktu.

Keutamaan sedekah disebutkan dalam sejumlah hadits, salah satunya sebagai berikut:

“Barang siapa yang bersedekah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung.” (HR Bukhari)

5. Melakukan Banyak Kebaikan

Selain ibadah-ibadah sunnah, muslim juga bisa melakukan banyak kebaikan pada Rabiul Awal. Misalnya seperti membaca Al-Qur’an, memperbanyak zikir, serta amalan-amalan saleh lainnya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com