Tag Archives: sumur

Kisah Sumur Wakaf Milik Utsman bin Affan yang Masih Beroperasi hingga Sekarang



Jakarta

Sebuah sumur di Madinah dikenal sebagai sumur yang diwakafkan Utsman bin Affan semasa ia masih hidup. Sumur ini telah berumur lebih dari 1.400 tahun dan masih beroperasi serta menghasilkan air hingga sekarang.

Utsman bin Affan termasuk salah satu sahabat Rasulullah SAW yang dikenal dermawan. Ia tidak pernah ragu mengeluarkan hartanya di jalan Allah SWT.

Termasuk salah satunya yakni kisah Utsman bin Affan membeli sumur milik seorang Yahudi di Madinah. Kisah ini dibagikan A.R. Shohibul Ulum dalam bukunya yang berjudul Utsman bin Affan: 30 Hari Menyelami Kezuhudan Sang Ahli Sedekah.


Utsman ikut hijrah bersama Rasulullah SAW ke Madinah al-Munawwarah bersama kaum Muslimin. Pascahijrah ke Madinah, Rasulullah SAW bersama para sahabat memulai babak baru perjuangan menyebarkan ajaran Islam.

Tidak berselang lama, Madinah dilanda musim paceklik. Masyarakat sulit mendapatkan air bersih, baik untuk minum maupun berwudhu serta untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

Keadaan ini tentu saja sangat menyulitkan, apalagi kaum Muhajirin terbiasa hidup dengan air zam-zam melimpah di kota Makkah.

Sumur Milik Seorang Yahudi

Tak jauh dari Masjid Nabawi, tinggallah seorang Yahudi yang terkenal dengan sifat serakahnya. Dia memiliki sumur yang cukup besar, dengan hasil air yang berlimpah dan jernih.

Meskipun air dari sumur ini berlimpah jumlahnya namun dia tidak mau berbagi air kepada penduduk Madinah meskipun hanya setetes. Dia menjadikan sumurnya sebagai ladang bisnis, dengan menjual air pada orang-orang Madinah.

Sumur penghasil air tersebut diberi nama Bir Rumah (sumur Rumah).

Setiap hari, orang Yahudi tersebut menjual satu ember air dengan harga satu mudd (setengah rantang) biji padi. Tentunya, harga itu cukup memberatkan. Namun, penduduk Madinah tak punya pilihan lain.

Penduduk terpaksa harus antre dan membeli air bersih dari Yahudi yang harganya tidaklah murah.

Melihat kejadian ini, para sahabat kemudian menyampaikan kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian mengharapkan di antara para sahabatnya ada yang bersedia membeli mata air itu, hingga airnya dapat dialirkan kepada penduduk Madinah tanpa memungut biaya.

“Wahai sahabatku, siapa saja di antara kalian yang membeli sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka kelak dia di surga,” Rasulullah menyerukan tawaran.

Mendengar itu, berdirilah Utsman. Tanpa pikir panjang, Utsman bergegas ingin mendapatkan surga. Maka, dia segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan memberikan penawaran untuk membeli sumur dengan harga yang tinggi.

Ternyata, meskipun sudah diberi penawaran yang tertinggi, orang Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya.

“Seandainya sumur ini aku jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari, ujar Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.

Utsman bin Affan yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa surga Allah SWT tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini. Utsman juga dikenal pandai bernegosiasi.

“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu,” Utsman, melancarkan jurus negosiasinya.

“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.

“Begini, jika engkau setuju, maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu, kemudian lusa menjadi milikku lagi, demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.

Yahudi itupun berpikir cepat. “…Aku mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku,” batinnya.

Akhirnya si Yahudi setuju dengan penawaran ini dan sepakat menjual ‘setengah’ bagian sumur miliknya. Utsman membeli separuh dari mata air itu dengan harga 12.000 dirham.

Kemudian, cara pemanfaatannya ialah dengan bergiliran. Untuk si Yahudi satu hari dan untuk Utsman satu hari pula.

Sedekah Air dari Utsman bin Affan

Setelah memiliki setengah bagian sumur, Utsman bin Affan kemudian mulai melakukan sedekah air. Ia mengumumkan kepada seluruh penduduk Madinah yang membutuhkan air bisa mengambil air untuk kebutuhan mereka gratis (tidak dipungut biaya), karena hari ini sumur adalah miliknya.

Utsman mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.

Keesokan hari, Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi merasa terpukul karena dengan demikian dia kehilangan pendapatannya. Setelah itu, Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata, “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin.”

Utsman setuju, lalu dibelilah setengah bagian sumur itu olehnya. Dengan demikian sumur itu pun menjadi milik Utsman sepenuhnya.

Utsman bin Affan mewakafkan sumur tersebut sehingga bisa dimanfaatkan siapa saja yang membutuhkan air. Bahkan Yahudi pemilik sumur sebelumnya juga dipersilahkan untuk memanfaatkan air ini secara gratis.

Sumur Utsman bin Affan Masih Beroperasi

Sumur yang menjadi wakaf Utsman bin Affan ini terus mengalirkan kebaikan. Bahkan airnya masih mengalir hingga saat ini.

Beberapa tahun setelah sumur ini diwakafkan Utsman, tumbuhlah beberapa pohon kurma di sekitar sumur. Semakin hari jumlahnya semakin banyak.

Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, disusul kemudian dipelihara oleh pemerintah Arab Saudi, hingga kini terdapat lebih dari 1.550 pohon kurma di sekitar sumur.

Pemerintah Arab Saudi, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi, menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar. Setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik Utsman bin Affan di salah satu bank Saudi atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian.

Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi. Bangunan hotel akan disewakan sebagai hotel bintang 5. Diperkirakan omsetnya sekitar 50 juta riyal per tahun (setara dengan 200 miliar rupiah per tahun).

Setengah dari keuntungan diwakafkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama Utsman bin Affan r.a. Masya Allah!

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Air Zamzam yang Tak Pernah Kering Sejak Zaman Nabi Ibrahim AS



Jakarta

Salah satu keistimewaan air zamzam adalah adanya kenyataan bahwa air zamzam tidak pernah kering dan terus ada airnya tanpa pernah henti, meski ia telah berusia ribuan tahun, serta telah diambil dan dikonsumsi oleh jutaan manusia dari seluruh penjuru dunia.

Mengutip buku berjudul Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam yang ditulis Badiatul Muchlisin Asti menuliskan kisah ketika Hajar melihat malaikat berdiri di sebuah tempat (di dekat sumur zamzam sekarang), terlihat malaikat itu tengah menggali tanah dengan sayapnya, hingga air pun menyembur deras dari tempat itu.

Hajar kemudian membuat lubang seperti baskom dengan tangannya dan mengisi kantong kulitnya dengan air yang menyembur deras dari tempat itu. Air itu terus menyembur deras meskipun telah ia bendung sebagian darinya. Sehingga bila bukan karena kasih sayang Allah, maka air itu akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi.


Nabi Muhammad SAW ketika menceritakan kisah Hajar dan Nabi Ismail, beliau bersabda,

يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ ، لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ — أَوْ قَالَ: لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنَ الْمَاءِ – لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِيْنًا

Artinya: “Semoga Allah melimpahkan Kasih-Nya kepada Ibu Ismail. Jika saja ia membiarkan zamzam (terus menyemburkan air tanpa mengendali- kannya atau kalau ia tidak mengambil air darinya), zamzam akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi”. (HR. Bukhari)

Kisah di atas menunjukkan tidak akan pernah keringnya mata air zamzam sepanjang masa. Air zamzam tidak akan pernah kering dan airnya tak akan pernah habis. Ibnu Abbas berkata, “Seandainya ia (Hajar) tetap meninggalkannya, maka pasti air itu tetap akan ada.”

Ibnu Al-Jauzi berkata, “Keberadaan air zamzam adalah nikmat Allah tanpa usaha manusia. Maka tatkala dibendung oleh Hajar, masuklah usaha manusia, lalu nikmat itu dikurangkan”.

Kisah lainnya yang menunjukkan tidak akan pernah keringnya air zamzam adalah kisah Abdul Muthalib ketika bermimpi mendapatkan perintah menggali mata air zamzam. Ketika itu, untuk ketiga kalinya, Abdul Muthalib bermimpi, dalam mimpinya ada seseorang yang menghampirinya dan berkata, “Galilah olehmu Zam- zam!”, maka Abdul Muthalib bertanya, “Apa itu Zamzam?”.

Orang itu berkata, “la (Zamzam) adalah mata air yang tidak akan kering selamanya. Ia akan melayani minum para haji yang berjubel. la berada di antara kotoran dan darah. la terletak di tempat berkumpulnya burung-burung elang dan berada di dekat lubang semut.”

Ad-Dahhak bin Muzahim berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat air tawar sebelum hari kiamat, dan semua air akan meresap selain air zamzam. Bumi akan terurai isinya, termasuk emas dan perak, kemudian seseorang akan datang membawa karung penuh emas dan perak seraya berkata, ‘Siapakah yang mau menerima barang ini dariku?’. Kemudian seseorang berkata, ‘Seandainya engkau bawakan kemarin, tentu aku akan menerimanya’.”

Lebih dari itu, fakta nyata yang tak bisa dibantah oleh siapa pun adalah sejak zaman Nabi Ismail hingga sekarang, air zamzam tidak pernah habis sekalipun jutaan orang telah mengambilnya, terutama pada bulan Ramadhan dan bulan Haji. Orang yang melihat sumur zamzam akan mendapatkan kenyataan bahwa permukaan airnya tidak pernah berubah, tidak berkurang, sekalipun telah di- ambil. la juga tidak memancar banyak sehingga mengalir di muka bumi, juga tidak berkurang, dalam arti tidak tersisa sama sekali.

Abdul Basit bin Abdul Rahman dalam buku Makkah al-Mu- karramah Fadhaa’iluha wa Tarikhuha (Makkah al-Mukarramah, Kelebih- an dan Sejarahnya) menyebutkan, bahwa sumur zamzam sudah berumur hampir 5000 tahun, persisnya 4946 tahun, sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang.

Syahruddin El-Fikri mengutip artikel anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari menyebutkan bahwa dalam sebuah uji pemompaan sumur zamzam mampu mengalirkan air sebanyak 11-18,5 liter per detik atau mencapai 660 liter per menit. Uji pemompaan ini dilakukan sebelum 1950-an.

Berikutnya, dibangunlah pompa air pada 1953 yang menyalurkan air dari sumur zamzam ke bak penampungan dan keran-keran. Ketika dilakukan pengujian, pada pemompaan 8.000 liter per detik selama 24 jam, air dalam sumur zamzam mengalami penyusutan sedalam 3,23 meter. Ketika pemompaan dihentikan, permukaan sumur kembali ke asalnya hanya dalam waktu 11 menit. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Dari mana sumber air sumur zamzam yang begitu cepat berkumpul kembali tersebut?

Rovicky menjelaskan bahwa terdapat banyak celah atau rekahan bebatuan di sekitar sumur zamzam. Salah satu rekahan memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 sentimeter dan ketinggian 30 sentimeter.

Adapun beberapa celah kecil memanjang ke arah Safa dan Marwa. Keterangan geometris lain menyebutkan keberadaan celah sumur di bawah tempat tawaf. Celah-celah inilah yang kemudian memasok air ke sumur zamzam.

Wallahu’alam

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com