Tag Archives: sunan kalijaga

4 Faktor yang Mendorong Berkembangnya Islam di Indonesia



Jakarta

Agama Islam masuk dan mulai berkembang di Indonesia sejak dibawa oleh para pedagang dari Arab, Persia, dan India. Faktor yang mendorong berkembangnya Islam di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa hal.

Masuknya Islam ke Indonesia–yang pada saat itu Nusantara–lewat para pedagang tersebut mengacu pada teori Gujarat. Teori ini meyakini bahwa hubungan Indonesia dan India sudah lama terjalin. Hal ini turut dijelaskan Snouck Hurgronje dalam buku ‘L’Arabie et Les Indes NĂ©erlandaises atau Revue de L’Histoire des Religions.

Wandi dalam buku Sejarah Peradaban Islam yang mengutip dari Candrasasmita mengatakan bahwa penyebaran Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai melalui enam cara berikut:


1. Perdagangan. Jalur perdagangan ini satu-satunya jalan yang paling memungkinkan, karena lalu lintas perdagangan sejak abad ke-7 hingga 16 M. Jalur ini dimanfaatkan karena sangat strategis sehingga proses islamisasi lebih mudah terlaksana.

2. Perkawinan. Para pedagang muslim memiliki status yang lebih baik jika dibandingkan dengan mayoritas penduduk pribumi, sehingga para pedagang atau bahkan saudagar muslim yang menetap di Indonesia akhirnya menikah dengan penduduk pribumi. Sebelum menikah, biasanya pribumi diislamkan terlebih dahulu.

3. Tasawuf. Para pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan agama bercampur dengan kebudayaan yang telah masyarakat kenal sebelumnya. Para mubaligh ini juga mahir dalam ilmu kebatinan dan pengobatan. Dengan cara dan jalur inilah Islam menyebar dengan cara menyentuh dan memberi kesan damai.

4. Pendidikan. Dalam penyebaran agama Islam juga dilakukan melalui jalur pendidikan yakni pesantren meskipun dalam arti yang lebih sederhana. Di pesantren atau pondok, para kiai dan guru mengajar dan menyebarkan ajaran Islam. Dari sinilah santri-santri yang telah menamatkan juga turut menyebarkan agama Islam.

5. Kesenian. Penyebaran dakwah agama Islam juga dilakukan melalui bidang kesenian. Pada saat itu kesenian sudah dikenal dekat oleh masyarakat setempat misalnya saja di Jawa, media utamanya adalah wayang, dalam hal ini Sunan Kalijaga adalah salah satu sunan yang ahli memainkan wayang.

Selanjutnya, dalam setiap lakon yang dimainkan ia menyelipkan kisah-kisah yang berkaitan dengan agama Islam. Cara ini menjadi sangat efektif karena para penonton tidak merasa terpaksa untuk mengikuti dakwah dan ajaran yang telah disebarkan melalui media wayang.

6. Politik dan Kekuasaan. Di beberapa kepulauan misalnya Maluku dan di Sulawesi, kebanyakan para penduduk masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu, sehingga peran dan partisipasi raja sangat membantu proses Islamisasi di daerah tersebut. Sehingga hal ini juga dimanfaatkan oleh para penyebar agama Islam.

Faktor yang Mendorong Berkembangnya Islam di Indonesia

Masih dalam buku yang sama, dijelaskan pula mengenai faktor yang mendorong perkembangan masyarakat Islam antara lain:

  1. Hubungan baik antara para saudagar pembawa ajaran Islam dengan pemerintah atau penguasa setempat
  2. Para saudagar tidak pernah mencampuri urusan politik
  3. Para saudagar muslim lebih dahulu mempraktekkan ajaran agama pada dirinya sendiri dalam berinteraksi dengan masyarakat setempat
  4. Tidak ada proses secara paksaan dalam dakwah dan untuk menerima agama Islam

Faktor-faktor tersebut lambat laun menarik kegemaran dari penduduk setempat untuk menganut agama Islam dengan suka hati.

Selain itu, faktor yang mendorong berkembangnya Islam di Indonesia adalah ajaran Islam yang sederhana dan mudah dimengerti, Islam tidak mengenal kasta, dan adanya akulturasi budaya. Hal ini dijelaskan dalam buku Sejarah Islam Nusantara karya Rizem Aizid.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Siapa Wali Songo yang Menyebarkan Agama Islam di Demak?



Jakarta

Wali yang memperluas agama Islam di Demak adalah Sunan Kalijaga. Ajarannya mudah diterima oleh masyarakat Jawa karena sangat toleran pada budaya lokal. Bagaimana cara beliau dalam menyebarkan agama Islam? Berikut ulasannya.

Kerajaan Demak dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Pendiri kerajaan ini adalah Raden Patah pada akhir Abad ke-15 di Bintoro,Demak. Hal ini bersumber dari buku Kanjeng Sunan Kalijaga, Jejak-Jejak Sang Legenda karya Conie Wishnu W.

Dalam mengatur Kerajaan Demak, pemerintahan dibantu oleh Dewan Penasihat yang bernama Wali Songo. Dewan ini bertugas memberikan masukan kepada raja serta menyelesaikan persoalan di masing-masing bidangnya.


Seluruh Wali Songo ini memiliki peran yang sangat besar untuk menyebarkan agama Islam di Indonesia, khususnya tanah Jawa dan Demak. Berikut nama wali yang memperluas agama Islam di Demak.

a. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim

b. Sunan Ampel atau Raden Rahmat

c. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim

d. Sunan Drajat atau Raden Qasim

e. Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq

f. Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin

g. Sunan Kalijaga atau Raden Sahid

h. Sunan Muria atau Raden Umar Said

i. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Salah satu wali yang paling banyak dibicarakan apabila membicarakan tentang perluasan agama Islam di Demak adalah Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Muria.

Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Nana Supriatna dalam bukunya yang berjudul Sejarah untuk Kelas XI SMA Program Bahasa.

Tulisan kali ini akan membahas tentang sosok Sunan Kalijaga sebagai salah satu wali yang paling berpengaruh di Demak. Lantas, bagaimana sosoknya dan cara dakwahnya?

Sosok Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga memiliki nama kecil Raden Said. Beliau adalah seorang wali yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Hal ini sebagaimana dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah Kelas IX oleh Murodi.

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 M. Ayahnya bernama Arya Wilatikta, adipati Tuban. Nama lain beliau yang banyak diketahui adalah Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Mengenai nama Kalijaga ada banyak versi yang menjelaskannya. Ada yang berpendapat nama ini diambil dari hobinya berendam di sungai (kungkum kali), sehingga orang-orang menyebutnya “jaga kali” atau Kalijaga.

Sebagian yang lain menyebutkan nama ini diambil dari istilah Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan Demak kala itu.

Menurut catatan sejarah Indonesia, Sunan Kalijaga termasuk dalam jajaran wali yang popular di kalangan masyarakat khususnya Jawa. Peran dan cara penyebaran Islam yang menggunakan pendekatan budayalah yang menjadikannya banyak dikenal oleh masyarakat.

Lantas, bagaimana cara dakwah Sunan Kalijaga sebagai wali yang memperluas agama Islam di Demak?

Dakwah Sunan Kalijaga

Salah satu wali yang memperluas agama Islam di Demak adalah Sunan Kalijaga. Dakwah yang dilakukannya tergolong mudah diterima oleh masyarakat sehingga bisa berkembang pesat.

Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga mempunyai pola yang sama seperti guru sekaligus sahabat dekatnya, yaitu Sunan Bonang. Beliau memiliki paham keagamaan yang cenderung sufistik berbasis salaf.

Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan budaya lokal untuk media berdakwah. Oleh sebab itu, beliau dinilai sebagai wali yang toleran pada budaya lokal.

Sunan Kalijaga berpendapat, jika pendirian atau budaya yang sudah melekat pada mereka dihilangkan atau diserang, maka mereka tidak akan mau mempelajari agama Islam. Oleh karena itu, beliau menyebarkan ajaran Islam secara bertahap sambil terus mempengaruhi mereka.

Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta suluk sebagai media dakwahnya. Beliau yakin, apabila masyarakat sudah mengerti tentang agama Islam, maka kebiasaan lama mereka akan hilang dengan sendirinya. Karena inilah, ajaran beliau terkesan sinikretis.

Terdapat beberapa peninggalan Sunan Kalijaga yang masih ada sampai sekarang. Beliau merupakan perancang Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang Tatal yang ada di masjid merupakan kreasi beliau.

Selebihnya, Sunan Kalijaga juga merupakan pencipta dari baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, layang kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja, lanskap pusat kota berupa keratin, dan alun-alun dengan dua beringin serta masjid.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Biografi, Strategi Dakwah dan Jasa yang Terkenal


Jakarta

Sunan Kalijaga adalah salah satu anggota wali songo yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Ketika berdakwah, para wali ini berhasil mengintegrasikan unsur-unsur budaya untuk menyentuh dan menarik hati masyarakat Jawa.

Sunan Kalijaga yang bernama asli Raden Said ini berdakwah di wilayah Demak, Jawa Tengah. Banyak jasa dan peninggalan Sunan Kalijaga yang masih terjaga hingga saat ini, seperti Masjid Agung Demak, Masjid Kedondong, upacara adat Grebeg Maulud, dan sebagainya.

Biografi Sunan Kalijaga

Menukil buku Kisah Teladan Walisongo karya M. Faizi, Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1450 Masehi. Ayah Sunan Kalijaga bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatikta dan ibunya bernama Dewi Nawang Rum.


Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Beberapa nama panggilan Sunan Kalijaga di antaranya Brandal Lokajaya, Syaikh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Mengutip buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Yusak Burhanudin dan Ahmad Fida, Sunan Kalijaga lahir dari keluarga bangsawan asli Istana Tumenggung Wilatikta di Tuban. Sunan Kalijaga dididik dalam bidang pemerintahan, kemiliteran, kesenian, dan arsitektur.

Nama Kalijaga sendiri lahir dari rangkaian bahasa Arab yaitu qadizaka. Qadi berarti pelaksana atau pemimpin sedangkan zaka berarti membersihkan. Dengan kata lain, qadizaka berarti pelaksana atau pemimpin yang menegakkan kebersihan dan kebenaran agama Islam.

Tahun wafatnya Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan, tetapi umurnya diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Sunan Kalijaga dimakamkan di Desa Kadilangu dekat Kota Demak.

Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo yang penuh dengan ide-ide kreatif dalam berdakwah, salah satunya dengan media wayang kulit. Kesenian wayang kulit yang awalnya berisi kisah-kisah Hindu, diganti oleh Sunan Kalijaga menjadi kisah-kisah yang berisikan ajaran Islam. Salah satu contohnya yaitu Jamus Kalimasada, sebagaimana dijelaskan Siti Wahidoh dalam Buku Intisari Sejarah Kebudayaan Islam.

Pada masa itu, ketika hendak mengadakan pentas atau pagelaran wayang, Sunan Kalijaga memberi wejangan atau nasihat keislaman kepada para penonton. Berikutnya, mereka diajak mengucap dua kalimat syahadat. Dengan demikian, mereka telah menyatakan diri masuk Islam sembari lambat laun belajar mengenai ibadah-ibadah Islam.

Sunan Kalijaga pun dapat memikat hati masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah hingga Islam cepat menyebar. Sunan Kalijaga berhasil melakukan dakwah tanpa tekanan dan paksaan.

Selain pewayangan, Sunan Kalijaga juga banyak menciptakan kesenian lain seperti perangkat gamelan dan tembang-tembang dengan suluk serta notasi nada yang khas. Semua hasil kesenian tersebut merupakan kreasi kebudayaan yang berisi ajaran Islam.

Jasa Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga berjasa dalam sejumlah bidang semasa berdakwah. Mengacu sumber sebelumnya, berikut jasa Sunan Kalijaga di bidang kesenian dan budaya.

Bidang Kesenian dan Budaya

Kesenian yang diciptakan Sunan Kalijaga digunakan sebagai media berdakwah. Kesenian tersebut di antaranya cerita wayang lengkap dengan perangkat gamelan serta tembang dan suluk. Beberapa tembang ciptaan Sunan Kalijaga yang terkenal yaitu Lir-Ilir, Gundul-gundul Pacul, dan Dhandhanggula. Selain itu, Sunan Kalijaga juga berjasa dalam menciptakan upacara adat seperti Grebeg Maulud.

Bidang Arsitektur

Sunan Kalijaga juga memiliki keahlian di bidang arsitektur. Ia berjasa dalam menata tata ruang Kota Demak dan mendirikan Masjid Agung Demak. Salah satu karyanya di Masjid Agung Demak yang sangat terkenal yaitu saka tatal, atau tiang kukuh dalam Masjid Agung Demak yang terbuat dari potongan-potongan kayu jati.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Mencuri untuk Dibagi ke Orang Miskin



Jakarta

Sunan Kalijaga adalah tokoh wali songo yang di masa mudanya pernah mencuri dan merampok pejabat yang korupsi di kerajaan yang menyelewengkan uang upeti dari masyarakat. Ia kemudian membagikan hasil curian tersebut kepada orang-orang miskin dan terlantar.

Rizem Aizid dalam buku Sejarah Islam Nusantara menceritakan bahwa sebelum menjadi wali, Sunan Kalijaga adalah orang yang nakal dan berandalan. Tetapi, ia kemudian berhasil di insafkan oleh Sunan Bonang.

Sunan Kalijaga termasuk murid dari Sunan Bonang, terdapat dua macam versi cerita mengenai Sunan Kalijaga.


Versi pertama mengisahkan bahwa Raden Said atau Raden Sahid yang merupakan nama asli Sunan Kalijaga adalah seorang yang suka mencuri dan merampok. Namun, hasil curiannya itu tidak digunakan sendiri tetapi dibagi-bagikan kepada rakyat jelata.

Konon, Raden Said sudah disuruh mempelajari agama Islam ketika usianya masih kecil, tetapi karena ia melihat kondisi lingkungan yang kontradiksi dengan ajaran agama itu, maka jiwanya memberontak.

Ia melihat rakyat jelata yang hidupnya sengsara, sementara bangsawan Tuban hidup dalam kemegahan dan berfoya-foya. Rakyat diperas dan diwajibkan membayar upeti. Maka, dalam konteks itulah, Raden Said yang terpanggil hatinya mencuri harta kadipaten untuk kemudian dibagikan kepada rakyat miskin.

Versi kedua, menyebutkan bahwa Raden Said adalah benar-benar seorang perampok dan pembunuh yang jahat. Menurut versi ini Raden Said merupakan orang yang nakal sejak kecil, kemudian berkembang menjadi penjahat yang sadis.

Ia suka merampok dan membunuh tanpa segan, ia juga suka berjudi. Setiap kali uangnya habis untuk berjudi ia merampok penduduk. Selain itu, digambarkan bahwa Raden Said adalah seorang yang sakti dan mendapat julukan Brandal Lokajaya.

Dikisahkan pula oleh Jhony Hadi Saputra dalam buku Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga, Raden Said lahir saat kejayaan Majapahit mulai memudar hingga membuat rakyat dari hari ke hari semakin hidup dalam kesengsaraan. Hal tersebut rupanya tidak dipahami dan dipedulikan oleh penguasa Majapahit.

Raden Said kemudian tumbuh menjadi seorang pemuda yang merasa prihatin pada keadaan masyarakat. Terlebih sebagai seorang putra Adipati, Raden Said merasa memiliki tanggung jawab hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang pencuri.

Tempat pertama yang ia jarah adalah gudang kadipatennya sendiri. Berbagai bahan makanan yang ia ambil dari gudang tersebut, secara diam-diam ia bagikan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan.

Masyarakat pun tidak tahu siapa yang membagikan bahan makanan tersebut. Kejadian seperti ini terus berulang-ulang, sehingga masyarakat memberikannya julukan sebagai “maling cluring”. Arti dari maling cluring in ialah pencuri yang mencuri bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk dibagikan kepada orang-orang miskin.

Hingga akhirnya, Raden Said pun ketahuan dan diusir dari istana kadipaten. Ia semakin menjadi-jadi ketika diusir, bahkan mulai merampok orang-orang kaya yang tinggal di wilayah Kadipaten Tuban.

Hal ini semakin membuat ayahnya, Tumenggung Wilatikta kemudian mengusirnya keluar dari wilayah Kadipaten Tuban.

Raden Said tetap melakukan hal yang sama untuk merampas orang-orang kaya yang korupsi dan membagikannya kepada rakyat yang tidak mampu. Namun, ketika bertemu dengan Sunan Bonang ia akhirnya memutuskan untuk menjadi murid Sunan Bonang.

Dari sinilah Raden Said mengetahui bahwa selama ini perbuatannya tidak bisa dikatakan benar dalam Islam. Raden Said akhirnya mengetahui bahwa kebenaran dalam Islam adalah kebenaran yang hakiki, mutlak, dan tidak dapat diperdebatkan karena membawa dampak kebaikan untuk siapa pun yang menjalankan kebenaran itu.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com