Tag Archives: sunnah

Bacaan Doa Ziarah Kubur Allahumma Bihaqqi Muhammad


Jakarta

Ziarah kubur dilakukan dengan mengunjungi makam keluarga, kerabat, ataupun ulama yang berjasa bagi perkembangan Islam. Sembari berziarah, ada beberapa doa yang bisa diamalkan, salah satunya doa allahumma bihaqqi muhammad.

Dikutip dari buku Adab Berziarah Kubur untuk Wanita karya Mutmainah Afra Rabbani, ziarah kubur memiliki fungsi dan tujuan pokok, di antaranya untuk mengingat kematian dan untuk mendoakan ahli kubur.

Ziarah kubur termasuk hal yang disyariatkan dalam Islam. Hal ini bersandar pada hadits yang berasal dari Burairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,


“Dahulu aku pernah melarang ziarah kubur, maka telah diizinkan bagi Muhammad berziarah kubur ibundanya. Maka berziarahlah kubur, sebab hal itu mengingatkan akhirat.” (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan al-Hakim)

Saat ziarah, ada beberapa doa yang bisa dipanjatkan. Berikut di antaranya.

Doa Ziarah Kubur

Dijelaskan dalam buku Doa & Zikir Sepanjang Tahun karya Hamdan Hamedan, peziarah dapat membaca doa berikut saat mendatangi kuburan,

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ للاحِقُونَ أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ.

Assalaamu ‘alaikum ahlad diyaari minal mukminiina wal muslimiina wa innaa insyaa Allaahu la-laahiquuna as-alullaaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah.

Artinya: “Semoga keselamatan tercurah bagi penghuni (kubur) dari kalangan mukmin dan muslim dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian.” (HR Muslim)

Bisa juga membaca versi panjang sebagai berikut,

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا حَضْرَةَ الْمَرْحُوْمِ … وَيَا أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُوْنَ وَأَنتُمْ لَنَا فَرَطٌ وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعُ نَسْأَلُ اللَّهَ الْعَافِيَةَ لَنَا وَلَكُمْ اللَّهُمَّ رَبَّ الْأَرْوَاحِ الْفَانِيَةِ وَالْأَجْسَامِ الْبَالِيَةِ وَالْعِظَامِ النَّخِرَةِ الَّتِي خَرَجَتْ مِنَ الدُّنْيَا وَهِيَ بِكَ مُؤْمِنَةٌ أَدْخِلْ عَلَيْهَا رُوْحًا مِنْكَ وَسَلَامًا مِنَّا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيُّ لَا يَمُوْتُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

Assalamu ‘alaikum yaa hadratal marhum… wa yaa ahlad diyaari minal mu’miniina wal mu’minaati wal muslimiina wal muslimaati wa innaa insyaa Allahu bikum laahiquuna wa antum lanaa farathun wa nahnu lakum taba’un. Nasalullaahal ‘afiyata lanaa wa lakum. Allaahumma rabbal arwaahil faaniyati wal ajsaamil baaliyati wal ‘izhaamin nakhiratil-latii kharajat minad dunyaa wa hiya bika mu’minatun adkhil ‘alaihaa ruuhan minka wa salaaman minnaa laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikallah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyii wa yumiitu wa huwa hayyun laa yamuutu biyadikal khair, innaka ‘alaa kulli syai-in qadiir.

Artinya: “Semoga keselamatan bagimu, keharibaan almarhum, dan keharibaan seluruh penghuni rumah-rumah (kuburan-kuburan) dari golongan orang laki-laki dan perempuan yang beriman dan golongan laki-laki dan perempuan yang beragama Islam. Sesungguhnya kami jika Allah berkehendak akan bertemu kalian. Kalian mendahului kami, dan kami akan menyusul kalian, kami memohon kesehatan kepada Allah untuk kami dan kalian. Wahai Pemilik roh-roh yang hancur, dan jasad-jasad yang remuk, serta tulang-belulang yang tergerogoti yang keluar meninggalkan dunia dalam keadaan beriman kepada-Mu. Berikanlah mereka ketenangan dan berikanlah kami keselamatan. Tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, semua kerajaan dan puji-pujian milik-Nya, Dia Maha Menghidupkan dan Mematikan, segala kebaikan berada dalam kekuasaan-Nya, karena sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Dilanjutkan membaca amalan yang diajarkan Ali bin Abi Thalib RA, yaitu membaca surah Al Qadr 7 kali, dilanjutkan Al Fatihah, Al Falaq, An Nas, Al Ikhlas, dan Ayat Kursi masing-masing sebanyak 3 kali. Selanjutnya bisa membaca tahlil.

Baca Allahumma Bihaqqi Muhammad agar Terhindar Azab Kubur

Dijelaskan dalam buku Ziarah Wali Sanga karya Rofi’ie Ariniro, selanjutnya bisa membaca doa dengan lafaz allahumma bihaqqi muhammad berikut untuk menghindarkan penghuni kubur dari azab. Berikut bacaannya,

اَللَّهُمَّ اِنِّي اَسْئَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَآلِمُحَمَّدٍ اَنْ لاَ تُعَذِّبَ هَذَا الْمَيِّتِ

Allahuma inni as-aluka bihaqqi Muhammadin wa ali Muhammad an la tu’adzdziba hadzal mayyit.

Artinya:”Ya Allah, aku memohon pada-Mu dengan hak Muhammad dan keluarga Muhammad janganlah azab penghuni kubur ini.”

Dilanjutkan dengan membaca doa berikut.

اَللَّهُمَّ ارْحَمْ غُرْبَتَهُ،وَصِلْوَحْدَتَهُ،وَاَنِسْوَحْشَتَهُ،وَاَمِنْرَوْعَتَهُ،وَاَسْكِنْ اِلَيْهِ مِنْ رَحْمَتِكَ يَسْـتَغْنِي بِهَاعَنْرَحْمَةٍ مِنْ سِوَاكَ،وَاَلْحِقْهُ بِمَنْ كَانَ يَتَوَلاَّهُ

Allaahumarham ghurbatahu, wa shil wahdatahu, wa anis wahsyatahu, wa amin raw’atahu, wa askin ilayhi min rahmatika yastaghnii bihaa ‘an rahmatin min siwaaka, wa alhiqhu biman kaama yatawallaahu.

Artinya: “Ya Allah, kasihi keterasingannya, sambungkan kesendiriannya, hiburlah kesepiannya, tenteramkan kekhawatirannya, tenangkan ia dengan rahmat-Mu yang dengannya tidak membutuhkan kasih sayang dari selain-Mu, dan susulkan ia kepada orang yang ia cintai.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Iftitah Arab, Latin dan Artinya


Jakarta

Doa iftitah merupakan salah satu bacaan sholat. Doa ini dibaca sesudah takbiratul ihram, sebelum surah Al Fatihah.

Dikutip dari buku 125 Masalah Salat karya Muhammad Anis Sumaji, doa iftitah dibaca dengan lirih, tetapi tidak dibaca dalam dua sholat yaitu sholat jenazah dan sholat orang yang terlambat dan mendapati imam sudah berdiri sehingga tidak perlu membaca doa iftitah karena waktunya sudah lewat.

Berikut penjelasan mengenai hukum, bacaan, serta keutamaan dari doa iftitah.


Hukum Membaca Doa Iftitah

Dikutip dari buku Shalat for Character Building karya M. Fauzi Rachman, para ulama menetapkan bahwa doa iftitah hukumnya sunnah, dan tidak termasuk rukun sholat. Seandainya seseorang meninggalkannya, maka ia tidak perlu melakukan sujud sahwi.

Doa iftitah dilakukan hanya pada rakaat pertama, karena Rasulullah SAW jika bangun untuk mengerjakan rakaat kedua, beliau tidak membaca doa iftitah lagi.

Bacaan Doa Iftitah Arab, Latin, dan Artinya

Dikutip dari buku Risalah Tuntunan Lengkap Shalat Plus karya Moh. Rifa’i, terdapat dua bacaan doa iftitah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Pertama, doa iftitah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA.

اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ . اللَّهُمَّ نَقِّنِى مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ . اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ”

Allahumma baa’id bainii wa baina khathaayaaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii minal khathaayaa kamaa yunaqqatsawbul abyadlu minaddanasi. Allahummaghsil khathaayaaya bil maai watstsalji walbaradi.

Artinya: “Ya Allah, jauhkanlah aku dari kesalahan dan dosa sebagaimana Engkau menjauhkan timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah diriku dari kesalahan dan dosa sebagaimana telah Engkau bersihkan baju putih dari kotoran. Ya Allah, segala kesalahanku dengan air, salju, dan embun sebersih-bersihnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua, doa iftitah yang diriwayatkan oleh Ali RA.

اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا. اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ”

Allaahu akbar kabiraa walhamdulillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukratan wa’ashiilaa. Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wa maa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin.

Artinya: “Allah Maha Besar lagi sempurna kebesaran-Nya, segala puji hanya kepunyaan Allah. Maha Suci Allah pagi dan petang. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku (hatiku) kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri, dan aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan Semesta Alam, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan yang demikian itulah aku diperintahkan untuk tidak menyekutukan-Nya. Dan aku adalah termasuk orang-orang muslim.”

Keutamaan Doa Iftitah

Meskipun sunnah, ada baiknya ketika sholat membaca doa iftitah mengingat keutamaan dan maknanya yang besar.

Dikutip dari buku 200 Amal Saleh Berpahala Dahsyat karya Abdillah F. Hasan, keutamaan membaca doa iftitah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar RA, ia berkata,

“Ketika kami sholat bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba seseorang mengucapkan Allaahu akbaru kabiraa Walhamdulillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukratan waashiilaa. Selesai sholat, Rasulullah SAW bertanya, ‘Siapakah yang mengucapkan kalimat tadi?’ Seorang sahabat menjawab, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ Beliau lalu bersabda, ‘Sungguh aku sangat kagum dengan ucapan tadi sebab pintu-pintu langit dibuka karena kalimat itu’. Kata Ibnu Umar, ‘Maka aku tidak pernah meninggalkannya semenjak aku mendengar Rasulullah SAW mengucapkan hal itu.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Sahur Penuh Berkah yang Dibaca Rasulullah


Jakarta

Sahur atau makan dan minum sebelum puasa adalah hal yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Berikut merupakan doa sahur serta amalan yang bisa dilakukan pada waktu tersebut.

Dikutip dari buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan karya Abu Maryam Kautsar Amru, sahur atau “As-Sahuur” berarti “makanan atau minuman yang dimakan pada waktu makan sahur sebelum Subuh”. Hukum dari makan sahur adalah sunnah muakkad atau sunnah yang dikuatkan.

Keutamaan Sahur

Sahur memiliki sejumlah keutamaan. Berikut beberapa di antaranya sebagaimana disebutkan dalam hadits.


1. Makanan yang Penuh Berkah

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Nabi SAW bersabda, “Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Salman RA, Rasulullah SAW bersabda, “Berkah ada pada tiga hal: berjamaah, tsarid (roti remas yang direndam dalam kuah), dan makan sahur.” (HR ath-Thabarani)

2. Mendapat Sholawat dan Pujian dari Allah serta Doa dari Malaikat

Keutamaan tersebut disebutkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi SAW bersabda, “Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi)

Amalan yang Bisa Dilakukan ketika Sahur

Ada sejumlah amalan yang bisa dilakukan ketika sahur. Berikut di antaranya.

1. Membaca Al-Qur’an

Allah SWT berfirman,

قُمِ الَّيْلَ اِلَّا قَلِيْلًاۙ ٢ نِّصْفَهٗٓ اَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلًاۙ ٣ اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ ٤ اِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا ٥ اِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ اَشَدُّ وَطْـًٔا وَّاَقْوَمُ قِيْلًاۗ ٦

Artinya: “bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (yaitu) seperduanya, kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu. Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu. Sesungguhnya bangun malam itu lebih kuat (pengaruhnya terhadap jiwa) dan lebih mantap ucapannya.” (QS Al Muzzammil: 2-6)

2. Sholat Malam

Amalan lain yang bisa dilakukan pada waktu sahur adalah sholat malam. Salah satunya sholat Tahajud dan ditutup dengan Witir.

3. Banyak Berdoa dan Mohon Ampun kepada Allah

Saran untuk banyak berdoa dan beristighfar kepada Allah SWT pada waktu sahur disebutkan dalam sebuah hadits yang berasal dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,

“Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Dia berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang beristighfar meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR Bukhari dan Muslim)

Doa Sahur

Rasulullah SAW mencontohkan sejumlah doa yang bisa dibaca ketika sahur. Dikutip dari kitab Al Adzkar karya Imam an-Nawawi yang diterjemahkan Abu Firly Bassam Taqiy, ketika dalam perjalanan dan tiba waktu sahur, Rasulullah SAW mengucapkan doa berikut,

سَمِعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللهِ وَحُسْنِ بَلَائِهِ عَلَيْنَا، رَبَّنَا صَاحِبْنَا وَأَفْضِلْ عَلَيْنَا، عَائِذًا بِاللهِ مِنَ النَّارِ

Samma’a sami’un bihamdillah wa husni balaihi ‘alaina rabbana shohibna wa afdhil ‘alaina ‘aizan billahi minan nari.

Artinya: “Semoga ada yang mendengar yang menyampaikan pujian kepada Allah, dan cobaan-Nya yang baik kepada kami. Wahai Tuhan kami, lindungilah kami dan berilah kami karunia dengan berlindung kepada Allah dari api neraka.” (HR Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dalam Al-Yaum wa Al-Lailah, dan Hakim dalam Al-Musadrak)

Imam an-Nawawi menukil pendapat Al-Qadhi Iyadh dan penulis kitab Al-Mathali’, lafaz samma’a dalam doa tersebut maksudnya sebagai peringatan untuk berzikir dan berdoa pada waktu sahur.

Rasulullah SAW juga pernah mengajarkan doa untuk dibaca pada pagi dan petang. Doa ini terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud dan Sunan Tirmidzi dari Abu Hurairah RA dan dinyatakan shahih. Berikut bacaannya,

اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي وَشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ

Artinya: “Ya Allah, wahai Pencipta langit dan bumi, wahai Yang Mengetahui, yang gaib dan alam nyata, wahai Rabb segala sesuatu dan Yang menguasainya, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan kejahatan setan serta gangguannya.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Melihat Hilal Ramadhan Sesuai Sunnah


Jakarta

Hilal adalah fenomena yang penting bagi umat Islam karena hilal menjadi penentu awal bulan kamariyah. Berdasarkan beberapa riwayat, Rasulullah SAW membaca doa ketika melihat hilal. Doa melihat hilal ini juga bisa diamalkan oleh seluruh umat Islam.

Hilal juga merupakan penanda mulai berpuasa. Diriwayatkan dalam suatu hadits,

“Mulailah berpuasa setelah melihat hilal, dan berhentilah berpuasa setelah melihat hilal. Namun jika mendung menutupi pandangan kalian untuk melihat hilal, maka sempurnakanlah bulan Syaban hingga tiga puluh hari.” (HR Bukhari)


Apa pengertian dari hilal dan bagaimana doa melihat hilal yang biasa dibaca oleh Rasulullah SAW? Berikut penjelasannya.

Apa Itu Hilal?

Dikutip dari buku Hisab dan Rukyat karya Riza Afrian Mustaqim, hilal atau fase bulan pertama merupakan fenomena yang sangat penting dalam menetapkan awal bulan kamariyah. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa ada tidaknya hilal merupakan acuan penentu masuk atau tidaknya bulan baru kamariyah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hilal adalah suatu kata benda yang memiliki makna bulan sabit. Sebutan lain dari hilal yaitu crescent dalam astronomi. Hilal juga bisa disebut sebagai new moon.

Hilal disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 189. Allah SWT berfirman,

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Adapun praktik melihat hilal dalam bahasa Arab disebut sebagai “rukyatul hilal”. Dikutip dari buku Pengantar Falakiyah karya Moh. Murtadho, Hosen, dan Achmad Subekti, rukyatul hilal adalah kegiatan atau usaha melihat bulan sabit di langit sebelah barat setelah matahari terbenam menjelang awal bulan baru.

Doa Melihat Hilal

Dikutip dari Kumpulan Doa & Dzikir Ramadhan karya Ammi Nur Baits, berikut doa yang bisa dibaca ketika melihat hilal.

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ، وَالتَّوْفِيقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ

Allahu akbar, Allahumma ahillahu ‘alaina bil amni wal imaan, wassalaamati wal islaam, wattaufiiq limaa tukhibbu wa tardha, rabbunaa wa rabbukallah.

Artinya: Allahu akbar, ya Allah munculkanlah hilal itu pada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan islam, dan membawa taufiq kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Rabb kami dan Rabb kamu (wahai bulan), adalah Allah.”

Doa ini hanya dibaca bagi seseorang yang melihat hilal di awal bulan. Bagi yang tidak melihat, maka tidak disyariatkan untuk membacanya. Doa ini juga tidak dianjurkan untuk dibaca menghadap ke hilal. Mengenai hal tersebut pernah diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dari Ali bin Abi Thalib. Beliau bersabda,

“Apabila kalian melihat hilal, janganlah menengadahkan kepala ke arah hilal (untuk berdoa), tapi cukup berdoa dengan mengucapkan Rabbii wa Rabbuka Allah.”

Dikutip dari buku Risalah Shaum karya Wawam Shofwan Sholehuddin, dapat pula membaca doa berikut.

اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ، وَالسَّلامَةِ وَالإِسْلَامِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ

Allahumma ahillahu ‘alaina bil amni, wal imani, was salamati, wal islami. Rabbi wa rabbukallahu.

Artinya: “Ya Allah, hilalkanlah ia atas kami dnegan nasib baik, iman, keselamatan, dan Islam. Tuhanku dan Tuhanmu Allah,”.

Adapun, hukum dari membaca doa ketika melihat hilal adalah sunnah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Tahlil Ziarah Kubur Doa Arwah Arab dan Latin


Jakarta

Membaca tahlil ziarah kubur dan doa arwah menjadi amalan yang biasa dilakukan sejumlah umat Islam ketika mengunjungi makam sanak saudara atau para wali. Tahlil yang dipanjatkan berisi ayat-ayat dalam Al-Qur’an, termasuk sholawat nabi.

Para ulama sepakat hukum ziarah kubur adalah sunah. Kesunahan ini bersandar pada hadits sebagaimana terdapat dalam kitab Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi yang diterjemahkan Solihin. Diriwayatkan dari Buraidah RA, dia mengatakan Rasulullah SAW bersabda,

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَن زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُوْرُوهَا


Artinya: “Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah.” (HR Muslim dan dinilai shahih)

Dalam hadits lain terdapat riwayat yang menerangkan tujuan ziarah kubur. Dikatakan, “Siapa yang ingin berziarah kubur maka berziarahlah karena ia akan mengingatkan kalian atas akhirat.”

Ada sejumlah bacaan yang bisa dipanjatkan ketika ziarah kubur dan yang paling populer adalah tahlil. Bacaan tahlil berisi ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan doa-doa yang berisi kebaikan.

Berikut rangkaian tahlil singkat seperti dikutip dari Majmu’ Syarif. Rangkaian tahlil ini juga terdapat dalam Qur’an Nahdlatul Ulama (NU).

Tahlil Ziarah Kubur

إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى سَيِّدِنَا مُحمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاٰلِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَوْلَادِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ الْفَــاتِحَةُ

Ila ḫadlratin-nabiyyil-musthafâ sayyidinâ Muḫammadin shallallahu ‘alaihi wa sallama wa âlihi wa azwâjihi wa awlâdihi wa dzurriyyâtihi al-fâtiḫah

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i). Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn(a). Ar-raḥmānir-raḥīm(i). Māliki yaumid-dīn(i). Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn(u), Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm(a). Ṣirāṭal-lażīna an’amta ‘alaihim, gairil-magḍūbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn(a).

وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، خُصُوْصًا إِلَى سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلَانِي الْفَــاتِحَةُ

Tsumma ilâ ḫadlrati ikhwânihi minal-anbiya’i wal-mursalîn wal-auliya’i wasy-syuhadâ’i wash-shâlihîn wash-shaḫâbati wat tâbi’în wal-‘ulamâ’il-‘âmilîn wal-mushannifînal-mukhlishîn wa jamî’il-malâikatil-muqarrabîn, khusûshan ilâ sayyidinâsy-syaikh ‘abdil qâdir al-jîlânî al-fâtiḫah

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i). Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn(a). Ar-raḥmānir-raḥīm(i). Māliki yaumid-dīn(i). Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn(u), Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm(a). Ṣirāṭal-lażīna an’amta ‘alaihim, gairil-magḍūbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn(a).

ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الْأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا إِلَى اٰبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخِنَا وَمَشَايِخِ مَشَايِخِنَا وَأَسَاتِذَةِ أَسَاتِذَتِنَا وَلِمَنْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا وَلِمَنِ اجْتَمَعْنَا هٰهُنَا بِسَبَبِهِ الْفَاتِحَةُ

Tsumma ilâ jamî’i ahlil-qubûri minal-muslimîna wal-muslimâti wal-mu’minîna wal-mu’minâti min masyâriqil-ardli ilâ maghâribihâ barrihâ wa baḫrihâ khushushan ilâ abâ’inâ wa ummahâtinâ wa ajdâdinâ wa jaddâtina wa masyâkhinâ wa masyâyikhi masyâyikhinâ wa asâtidzati asâtidzatinâ wa liman aḫsana ilainâ wa liman ijtama’nâ hâhunâ bisababihi, al-fâtiḫah

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i). Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn(a). Ar-raḥmānir-raḥīm(i). Māliki yaumid-dīn(i). Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn(u), Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm(a). Ṣirāṭal-lażīna an’amta ‘alaihim, gairil-magḍūbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn(a).

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ ١ اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ ٢ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ ٣ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ ࣖ ٤

Qul huwallāhu aḥad(un). Allāhuṣ-ṣamad(u). Lam yalid wa lam yūlad. Wa lam yakul lahū kufuwan aḥad(un).

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

Laa ilaaha illallaah wallahu akbar

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ ١ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ ٢ وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ ٣ وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ ٤ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ ࣖ ٥

Qul a’ūżu birabbil-falaq(i). Min syarri mā khalaq(a). Wa min syarri gāsiqin iżā waqab(a). Wa min syarrin-naffāṡāti fil-‘uqad(i). Wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad(a).

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ ١ مَلِكِ النَّاسِۙ ٢ اِلٰهِ النَّاسِۙ ٣ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ ٤ الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ ٥ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ࣖ ٦

Qul a’ūżu birabbin-nās(i). Malikin-nās(i). Ilāhin-nās(i). Min syarril-waswāsil-khannās(i). Allażī yuwaswisu fī ṣudūrin-nās(i). Minal jinnati wan-nās(i).

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

Laa ilaaha illallaah wallahu akbar

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i). Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn(a). Ar-raḥmānir-raḥīm(i). Māliki yaumid-dīn(i). Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn(u), Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm(a). Ṣirāṭal-lażīna an’amta ‘alaihim, gairil-magḍūbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn(a).

الۤمّۤ ۚ ١ ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ ٢ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ ٣ وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ ٤ اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ٥

Alif lām mīm. Żālikal-kitābu lā raiba fīh(i), hudal lil-muttaqīn(a). Al-lażīna yu’minūna bil-gaibi wa yuqīmūnaṣ-ṣalāta wa mimmā razaqnāhum yunfiqūn(a). Wal-lażīna yu’minūna bimā unzila ilaika wa mā unzila min qablik(a), wabil-ākhirati hum yūqinūn(a).Ulā’ika ‘alā hudam mir rabbihim wa ulā’ika humul-mufliḥūn(a).

وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وَّاحِدٌ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيمُ

Wa ilâhukum ilâhuw wâḫidul lâ ilâha illa Huwar-raḫmânur-raḫîm.

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Allāhu lā ilāha illā huw(a), al-ḥayyul-qayyūm(u), lā ta’khużuhū sinatuw wa lā naum(un), lahū mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ(i), man żal-lażī yasyfa’u ‘indahū illā bi’iżnih(ī), ya’lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭūna bisyai’im min ‘ilmihī illā bimā syā'(a), wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ(a), wa lā ya’ūduhū ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm(u).

اَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ

Astaghfirullaahal ‘adzhiim. 3x

اَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ اَنَّهُ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ، حَيٌّ مَوْجُوْدٌ

Afdhaludz dzikri fa’lam annahu laa ilaaha illallaah, hayyun maujuud

لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ

Laa ilaaha illallaah 33x

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ

Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muḫammadin, Allâhumma shalli ‘alaihi wa sallim 2x

سُبْحَــانَ اللهِ عَدَدَ مَـــا خَلَقَ اللهُ

Subḫânallâhi ‘adada mâ khalaqallâhu 7x

سُبحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ

Subḫânallâhi wa biḫamdihi subḫânallâhil ‘adhîm 33x

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Allâhumma shalli ‘alâ ḫabîbika sayyidinâ Muḫammadin wa âlihi wa shaḫbihi wa sallim 2x

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ أَجْمَعِيْنَ

Allâhumma shalli ‘alâ ḫabîbika sayyidinâ Muḫammadin wa ‘alâ âlihi wa shaḫbihi wa bârik wa sallim ajma’în

﴿الدعاء﴾ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ، حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ حَمْدَ النَّاعِمِيْنَ، حَمْدًا يُّوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحِمَّدٍ

A’ûdzubillâhi minasy-syaithâr-rajîm, bismillâhir-raḫmânir-raḫîm, al-ḫamdulillâhi rabbil-‘alamîn, ḫamdasy syâkirin, ḫamdan nâ’imîn, ḫamdan yuwâfî ni’amahu wa yukâfî’u mazîdah(u), yâ rabbanâ lakal-ḫamdu kamâ yanbaghî lijalâli wajhika wa ‘adhîmi sulthânika, allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muḫammadin wa ‘alâ âli sayyidinâ Muḫammadin.

Doa untuk Ahli Kubur

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ، اَللّٰهُمَّ أَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلَى أَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنْ أَهْلِ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ

Allâhummaghfirlahum warḫamhum wa ‘âfihim wa’fu ‘anhum, allâhumma anzilir-raḫmata wal-maghfirata ‘alâ ahlil-qubûri min ahli lâ ilâha illallâhu muḫammadur-rasûlullahi

Doa Penutup Tahlil

رَبَّنَا أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَّارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَّارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، اَلْفَاتِحَة

Rabbanâ arinâl-ḫaqqa ḫaqqan warzuqnât-tibâ’ah, wa arinâl-bâthila bâthilan warzuqnâj tinâbah. Rabbanâ âtinâ fid-dunyâ ḫasanatan wa fil-âkhirati ḫasanatan wa qinâ ‘adzaban-nâr. Subḫâna rabbika rabbil-‘izzati ‘ammâ yashifun, wa salamun ‘alal-mursalîn, wal-ḫamdulillâhi rabbil-‘âlamîn. Al-fâtiḫah.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i). Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn(a). Ar-raḥmānir-raḥīm(i). Māliki yaumid-dīn(i). Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn(u), Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm(a). Ṣirāṭal-lażīna an’amta ‘alaihim, gairil-magḍūbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn(a).

Bacaan tahlil ziarah kubur di atas merupakan susunan para ulama dan menjadi amaliah sebagian umat Islam Indonesia khususnya di kalangan NU. Ada juga bacaan tahlil dengan versi lebih panjang.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com

Doa Malam Lailatul Qadar Sesuai Sunnah Rasulullah


Jakarta

Salah satu malam istimewa yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya memperbanyak doa malam Lailatul Qadar.

Anjuran membaca doa malam Lailatul Qadar bersandar pada hadits yang terdapat dalam kitab At-Tirmidzi, kitab An-Nasa’i, dan kitab Ibnu Majah. Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih.

Dalam riwayat tersebut diceritakan, Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku ketepatan mendapatkan malam Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?”


Rasulullah SAW menjawab, “Ucapkanlah: ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf mencintai kemaafan, maka maafkanlah daku.” (HR Ibnu Majah)

Berikut bacaan doa malam Lailatul Qadar yang dimaksud dalam hadits di atas.

Doa Malam Lailatul Qadar Arab, Latin dan Artinya

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan suka mengampuni. Karena itu, ampunilah aku.”

Hadits yang memuat doa malam Lailatul Qadar tersebut dinukil Imam an-Nawawi dalam kitab Al Adzkar sebagaimana diterjemahkan Ulin Nuha.

Para ulama mazhab berpendapat dianjurkan memperbanyak doa ini pada malam Lailatul Qadar. Selain itu, umat Islam dianjurkan membaca Al-Qur’an, semua zikir, dan doa-doa yang dianjurkan dalam tempat-tempat yang suci dan terhormat.

Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Lailatul Qadar adalah satu malam yang memiliki keutamaan yang tidak terdapat pada malam-malam lainnya. Disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Qadr, malam Lailatul Qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah SWT berfirman,

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ١ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ ٢ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ٣ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ ٤ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ ٥

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatul Qadar. Tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar.” (QS Al Qadr: 1-5)

Dijelaskan dalam buku Mukjizat Lailatul Qadar Menemukan Berkah pada Malam Seribu Bulan ditulis oleh Arif M. Riswanto Lailatul Qadar terdiri dari dua kata lailah dan al-qadar.

Lailah artinya malam atau waktu yang terbentang sepanjang tenggelamnya matahari sampai terbit fajar. Sedangkan Al-qadar berarti ukuran, penghormatan, takdir, sempit yang melapangkan, kekuatan, menyempurnakan, dan mempersiapkan.

Dikatakan, pada malam Lailatul Qadar malaikat turun untuk menuliskan takdir untuk tahun berikutnya. Sebab itulah umat Islam dianjurkan membaca doa-doa, memohon supaya Allah SWT menuliskan takdir yang baik.

Qadar berarti kemuliaan, keagungan. Sebab pada malam itu terjadi 3 peristiwa mulia, yaitu: turun kitab suci Al-Qur’an, Al-Qur’an turun kepada mulia Nabi Muhammad SAW, dan kemuliaan juga bagi mereka yang menghidupkan malam Lailatul Qadar.

Waktu Malam Lailatul Qadar

Sejumlah hadits menyebut malam Lailatul Qadar terletak pada malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ

Artinya: “Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Shahih Muslim juga terdapat hadits serupa yang diriwayatkan dari

Ibn Umar RA, Rasulullah SAW bersabda,

الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، يَعْنَى لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجْزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبع البواقي

Artinya: “Carilah malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh malam terakhir. Kalau kamu tidak mampu, jangan tertinggal tujuh malam terakhirnya.”

Meski demikian, hanya Allah SWT yang mengetahui kapan jatuhnya malam Lailatul Qadar. Rasulullah SAW sendiri menganjurkan untuk memperbanyak ibadah pada waktu-waktu tersebut.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Makan dan Adabnya Sesuai Tuntunan Rasulullah


Jakarta

Makan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam Islam, Rasulullah SAW mengajarkan doa makan dan adab makan yang bisa dilakukan umatnya.

Doa makan bisa dipanjatkan sebelum dan setelah makan. Apabila lupa membaca doa sebelum makan, Rasulullah SAW juga telah mengajarkan doa begitu teringat.

Dikutip dari buku Doa Harian Pilihan untuk Anak karya Muhammad Rayhan, berikut bacaan doa sebelum makan, doa sesudah makan, dan doa ketika lupa membaca doa makan.


Doa sebelum Makan

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Arab-latin: Allaahumma baarik lanaa fiima rozaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban nar.

Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami dengan rezeki yang telah Engkau berikan kepada kami, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka.”

Doa sesudah Makan

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Arab-latin: Alhamdulillaahil ladzii ath’amanaa wa saqoonaa wa ja’alanaa minal muslimiin.

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum, dan telah menjadikan kami sebagai seorang muslim.”

Doa ketika Lupa Membaca Doa Makan

بِسْمِ اللهِ أَوَّلُهُ وَ آخِرُهُ

Arab-latin: Bismillaahi awwaluhu wa aakhiruhu.

Artinya: “Dengan nama Allah (di) permulaannya dan (di) akhirnya.”

Ada sejumlah riwayat yang menceritakan adab makan yang dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW. Dalam buku Penuntun Makan Minum Cara Rasul karya M. Zaka Alfarisi terdapat suatu kisah Umar bin Abu Salma makan bersama Rasulullah SAW.

Diceritakan, saat itu Umar masih kecil, ketika melihat makanan membuatnya sangat berselera, ia tidak tahan lagi, dan segera mengambil makanan yang sudah terhidang itu.

Karena hal itu, tidak ada satu pun mangkok yang terlewat, ia mengambil makanan dari mangkok terdekat hingga yang terjauh. Melihat hal ini Rasulullah SAW menggelengkan kepala, namun beliau masih maklum karena Umar bin Abu Salam masih kecil.

Rasulullah SAW pun berkata, “Nak, baca dulu bismillah. Makan dengan tangan kanan. Dan ambillah makanan-makanan yang dekat dengan mu.” (HR Bukhari)

Selain membaca basmalah, berikut adab makan lainnya dalam Islam seperti dikutip dari buku Adab Muslim Sehari Semalam karya al-Qismul Ilmi Bi Madaril Wathan.

  • Memilih makanan yang halal. Hal ini termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 168. Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ١٦٨

Artinya: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.”

  • Berniat ketika makan dan minum menjadi orang yang bertakwa dalam beribadah kepada Allah SWT, supaya dari yang dimakan dan diminum menjadi pahala.
  • Mencuci kedua tangan sebelum dan setelah makan.
  • Tidak makan dan minum dari wadah/piring emas dan perak. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Huzaifah, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“… Dan janganlah kalian minum dengan emas dan perak, dan janganlah kalian makan dengan wadah tersebut, maka sesungguhnya bejana tersebut bagi mereka di dunia dan bagi kita di akhirat.”

  • Ucapkan “Bismillah” ketika mulai makan makan dan ucapkan “Alhamdulillah” ketika selesai makan.
  • Makan dengan tangan kanan, dan carilah makanan yang terdekat.
  • Sunah makan dengan tiga jari dan menjilatinya sesudah makan. Kesunahan ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik dari ayahnya, ia berkata,

“Rasulullah SAW makan dengan tiga jari lalu menjilat-jilat tangannya sebelum membersihkannya.”

  • Sunah mengambil butiran makanan yang jatuh, lalu membuang yang kotor darinya, dan memakan yang bersih. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

“Apabila sebutir makanan jatuh, maka ambilah lalu buanglah yang kotor darinya, lalu makanlah (yang bersih) dan janganlah kalian tinggalkan makanan untuk setan.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Hanya 1 dari 73 Golongan Umat Nabi yang Akan Selamat, Ini Alasannya


Jakarta

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa umat Nabi Muhammad SAW akan terbagi menjadi 73 golongan (firqoh). Namun, hanya 1 di antaranya yang selamat dari ancaman siksa neraka.

Imam Turmudzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya meriwayatkan hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 golongan.

Terpecahnya umat Islam ke dalam 73 golongan, salah satunya termaktub dalam hadits riwayat Imam At-Tirmidzi berikut:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: افْتَرَقَ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثَ وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة ، قالوا : ومَن هم يا رسول الله ؟ قال : هم الذي أنا عليه وأصحابي

Artinya:
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan atau 72 golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan.'”

Golongan yang Selamat

Dari 73 golongan tersebut, satu golongan yang selamat adalah golongan orang yang mengikuti ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat (Jama’ah).

Sebagaimana lanjutan hadits sebelumnya, para sahabat bertanya, “siapakah satu golongan itu?”

Rasulullah SAW kemudian menjawab, “(Yaitu) siapa saja yang berada di atas apa (ajaran) yang diriku dan (juga) para sahabatku pernah berpegang pada (ajaran) itu.”

Pandangan Ulama

Dalam Hadza al-Habib Muhammad Rasulullah Ya Muhibb, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi mengatakan prediksi Rasulullah SAW tentang terpecahnya umat Islam ke 73 golongan itu benar adanya.

Menurut para ulama, golongan umat Nabi Muhammad SAW yang selamat maksud dalam hadits adalah golongan ahlu sunnah wal jamaah.

Sebagaimana disebut dalam buku Teologi Islam Klasik dan Kontemporer karya Achmad Muhibin Zuhri. Dalam hal ini, Ibnu Abbas RA berkata:

“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.’ (QS Ali Imran: 106) Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlu sunnah wal Jama’ah, orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”

Di sisi lain, Imam al-Ghazali dalam salah satu kitabnya betajuk Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah menyebutkan dua pendapat, yang salah satunya berlawanan.

Ia menyebut, bahwa umat yang 73 golongan akan selamat kecuali satu saja yang masuk neraka, yakni kaum kafir zindiq atau kaum yang tidak mempercayai keberadaan Rasulullah SAW.

Respon para ulama kalam terhadap hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 golongan ternyata tidak sama. Dilansir laman Islam NU, setidaknya ada 3 respon dari para ulama yakni:

  1. Hadits-hadits tersebut digunakan sebagai pijakan yang nilainya cukup kuat, untuk menggolongkan umat Islam menjadi 73 firqa, serta di antaranya hanya satu golongan yang selamat dari neraka, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. Kelompok tersebut antara lain Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (Al-Farq bainal-Firaq), Imam Abu al-Muzhaffar al-Isfarayini (at-Tabshir fid Din), Abu al-Ma’ali Muhammad Husain al-‘Alawi (Bayan al-Adyan), Adludin Abdurrahman al-Aiji (al-Aqa’id al-Adliyah) dan Muhammad bin Abdulkarim asy-Syahrastani (al-Milal wan Nihal). Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (vol-3) menilai bahwa hadits tersebut bisa diakui kesahihannya.
  2. Hadits-hadits tersebut tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam, namun juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara kelompok ini yaitu Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal Musyrikin). Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-nyebut hadits-hadits mengenai Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.
  3. Hadits Iftiraqul Ummah tersebut dinilai sebagai hadits dla’if (lemah). Hal ini membuatnya tidak bisa dijadikan rujukan. Di antara mereka adalah Ali bin Ahmad bin Hazm adh-Dhahiri, (Ibn Hazm, al-Fishal fil-Milal wal-Ahwa’ wan-Nihal).

Wallahu a’lam.

(khq/fds)



Sumber : www.detik.com

Ini Sahabat Nabi yang Berniat Tak Menikah hingga Ditentang Rasulullah



Jakarta

Ada salah satu sosok sahabat nabi yang enggan untuk menikah hingga tindakannya tersebut ditentang oleh Rasulullah SAW. Diketahui, sosok sahabat satu ini berniat untuk ingin fokus beribadah kepada Allah SWT.

Sebab, mengutip Hamidulloh Ibda dalam buku Stop Pacaran Ayo Nikah, menikah merupakan salah satu jalan terbaik dan terhormat untuk mencapai ridha Allah SWT.

“Nabi Muhammad SAW pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT, karena hidup membujang tidak disyariatkan dalam agama. Oleh karena itu, manusia disyariatkan untuk menikah. Karena menikah, adalah jalan terbaik dan terhormat untuk mencapai ridha Allah,” demikian keterangannya.


Setelah ditelusuri melalui literatur yang lain, ditemukan bahwa nama sahabat yang dilarang oleh Rasulullah SAW ketika berniat untuk tidak menikah adalah bernama Ukaf bin Wida’ah. Dikutip dari buku Ta’aruf Billah Nikah Fillah karya Zaha Sasmita diterangkan bahwa Ukaf adalah seorang pemuda yang kehidupannya sudah mapan.

Namun Ukaf enggan berniat untuk menikah bahkan cenderung berniat untuk membujang. Kemudian, setelah mendengar perkara ini Rasulullah SAW segera mendatangi Ukaf lalu menasihatinya dan menyuruh Ukaf agar menikah.

Tidak baik untuk hidup membujang bagi seseorang yang sudah berkecukupan. Pada akhirnya, Ukaf menuruti apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW. Namun demikian, Ukaf tidak berani untuk mencari calon istrinya sendiri.

Akhirnya Ukaf meminta pertolongan dari Nabi Muhammad SAW untuk mencarikan perempuan. Kriteria yang diinginkan Ukaf adalah berpatokan pada pandangan Nabi Muhammad SAW, artinya hanya menurut kepada nabi mengenai siapa yang baik untuk menjadi istri Ukaf.

Dijelaskan melalui sebuah hadits juga yang menjelaskan pentingnya menikah dan bahkan menjadi wajib kepada orang yang sudah mampu. Hal ini dapat diketahui melalui sebuah hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu yang berkata,

“Terdapat beberapa sahabat Rasulullah SAW yang menanyakan kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW perihal ibadah beliau di rumah. Lalu sebagian mereka berkata, ‘Saya tidak akan menikah, sebagian lagi berkata, ‘Saya tidak akan makan daging,’ sebagian yang lain berkata, ‘Saya tidak akan tidur di atas kasur (tempat tidurku), dan sebagian yang lain berkata, ‘Saya akan terus berpuasa dan tidak berbuka.’ Abu Daud (perawi dan pentakhrij hadits) berkata, ‘Berita ini sampai kepada Nabi SAW, hingga beliau berdiri untuk berkhotbah seraya bersabda setelah memanjatkan puja-puji syukur kepada Allah SWT, “Bagaimanakah keadaan suatu kaum yang mengatakan demikian dan demikian? Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku salat dan tidur, dan aku juga menikahi perempuan. Maka barangsiapa yang membenci sunnah (tuntunan)-ku maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR Abu Daud)

Dikutip dari buku Ajak Aku ke Surga Ibu! karya Rizem Aizid dipaparkan bahwa keterangan di atas itulah kedudukan pernikahan dalam Islam. Berdasarkan riwayat yang ada, diterangkan sejelas-jelasnya bahwa menikah memiliki kedudukan yang sangat mulia dalam Islam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Hukum Membaca Al-Qur’an di HP saat Haid



Jakarta

Hukum membaca Al-Qur’an di HP saat haid barangkali masih menjadi pertanyaan para muslimah. Mengingat, ada pendapat yang menyebut wanita haid diharamkan menyentuh Al-Qur’an.

Diharamkannya wanita haid menyentuh Al-Qur’an ini dikatakan Muhammad Jawad Mughniyah dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah. Ia mengatakan, semua yang diharamkan pada orang junub juga diharamkan bagi wanita haid.

Ulama Syafi’iyyah, Sayyid Sabiq, dalam kitab Fiqh Sunnah-nya turut menyebut bahwa dilarang membaca Al-Qur’an meskipun sedikit. Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq menjelaskan, mungkin yang dimaksud Sayyid Sabiq tersebut adalah membaca Al-Qur’an sambil memegang mushaf Al-Qur’an.


Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi menjelaskan, orang-orang yang hafal Al-Qur’an tidak diharamkan membaca hafalannya (tanpa menyentuh mushaf), seperti halnya wanita-wanita penghafal Al-Qur’an yang mengalami haid. Mereka bisa membaca hafalannya tanpa harus memegang mushaf Al-Qur’an.

Sayyid Sabiq turut menyebutkan pendapat dari Al-Bukhari, Ath-Thabrani, Abu Dawud, dan Ibnu Hazm yang memperbolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an. Al-Bukhari mengatakan dari Ibrahim, “Tidak apa-apa bagi orang yang haid membaca ayat Al-Qur’an.'”

Ibnu Hajar mengomentari pendapat ini, “Menurut Bukhari, tidak ada satu pun hadits shahih yang membahas masalah ini, yakni larangan membaca Al-Qur’an bagi orang yang junub dan wanita yang sedang haid.”

Ia melanjutkan, meskipun semua hadits yang menerangkan masalah ini dijadikan dalil oleh sebagian orang, tapi pada dasarnya, kata Ibnu Hajar, mayoritas dari hadits tersebut masih mengandung berbagai penafsiran.

Boleh Membaca Al-Qur’an di HP saat Haid

Wanita haid juga boleh membaca Al-Qur’an di HP, seperti dikatakan Syaikh Khalid Al-Musyaiqih dalam kitab Fiqh An-Nawazil fil ‘Ibadah seperti dikutip Ninih Muthmainnah dalam buku Selalu Ada Jalan: 6 Solusi Hidup Orang Beriman.

Syaikh Khalid Al-Musyaiqih berpendapat bahwa HP yang memiliki aplikasi Al-Qur’an atau berupa soft file, tidak dihukumi seperti mushaf Al-Qur’an yang mensyaratkan harus suci saat menyentuhnya. Oleh karenanya, wanita haid tetap bisa membaca Al-Qur’an lewat HP.

“Handphone seperti ini boleh disentuh meskipun tidak dalam keadaan bersuci. Namun, agar lebih aman, aplikasi Al-Qur’an dalam HP tersebut tidak disentuh dalam keadaan tidak suci, cukup menyentuh bagian pinggir HP-nya saja,” jelasnya.

Dalam buku Fiqih Muslimah Praktis karya Hafidz Muftisany turut disebutkan kebolehan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf dengan bersandar pada hadits tentang haji dan umrah. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW bersabda,

“Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dikatakan, ketika Rasulullah SAW menyebutkan hadits ini kepada Aisyah RA, beliau SAW menyadari bahwa pelaksanaan haji akan banyak membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, perkara yang dilarang hanya thawaf dan salat.

Di sisi lain, ada ulama yang menghukumi Al-Qur’an digital sama seperti mushaf Al-Qur’an. Menurut pendapat ini, hukum membaca Al-Qur’an di HP saat haid tetap haram. Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Buya Yahya. Menurutnya, keharaman ini berlaku jika sengaja membuka Al-Qur’an di HP.

“Ada dua pembahasan tentang wanita. Bagi wanita yang dalam keadaan haid mutlak ia tidak boleh menyentuh mushaf. Mushaf adalah Al-Qur’annya ada lembarannya dan juga termasuk dihukumi mushaf adalah HP yang disengaja oleh yang megang HP untuk mengeluarkan program yang itu ada Al-Qur’an dan itu terlihat bacaannya, itu seperti orang membuka lembarannya,” kata Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com