Tag Archives: surah al a

Cara Menghafal Asmaul Husna dengan Mudah dan Menyenangkan


Jakarta

Asmaul Husna adalah nama-nama baik Allah SWT. Tak ada yang tahu pasti berapa jumlah Asmaul Husna, tetapi ada 99 yang dapat diketahui muslim.

Mengutip buku Manfaat Dahsyat Zikir Asmaul Husna susunan Syaifurrahman El Fati, Asmaul Husna bisa diamalkan sebagai zikir dan disisipkan dalam doa ketika bermunajat kepada Allah SWT seperti dijelaskan dalam surah Al A’raf ayat 180,

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ


Artinya: “Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husnna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Lalu, bagaimana cara menghafal Asmaul Husna dengan mudah dan menyenangkan?

Cara Menghafal Asmaul Husna dengan Mudah

Menukil buku 99 Kecerdasan Berasaskan Asmaul Husna yang ditulis Sulaiman Alkumayi, cara menghafal Asmaul Husna dengan mudah dan menyenangkan bisa dilakukan melalui nyanyian dan musik. Menurut Imam Al Ghazali, musik memiliki pengaruh yang bisa membangkitkan rasa rindu terhadap Tuhan.

Turut dijelaskan dalam buku Hafalan Luar Kepala Asmaul Husna karya Zaki Zamani, Asmaul Husna bisa dihafal dengan cara meniru atau mengikuti lagu serta nada. Jika dibaca rutin setiap hari usai salat fardhu, muslim akan cepat menghafal 99 Asmaul Husna.

Selain melalui lagu atau nada, muslim bisa menggunakan cara lain untuk menghafal Asmaul Husna. Menurut buku Alma’tsurat Riqyah Syar’iyyah Asmaul Husna susunan Zainurrofieq, cara lain itu adalah dengan sering membaca, sering mendengar, sering menulis, hingga membuat catatan kecil.

Hendaknya, catatan kecil Asmaul Husna itu ditulis pada kertas yang warna warni dan ditempel di dinding atau tempat lain yang mudah terbaca. Dengan begitu, kita akan sering membaca dan melihatnya sehingga mudah dihafal.

Keutamaan Menghafal Asmaul Husna

Mengutip buku Tanya & Jawab Bersama Nabi oleh Lingkar Alam, keutamaan menghafal Asmaul Husna adalah dimasukkan ke dalam surga. Hal ini tertuang dalam hadits Nabi Muhammad SAW,

“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama (seratus kurang satu) siapa yang Ahshaha (mengetahui, membaca, memahami, meneladani), maka dia masuk surga. Allah itu ganjil (Esa) dan menyukai yang ganjil.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)

Selain itu, Asmaul Husna juga bisa menjadi pengantar doa agar mustajab seperti dijelaskan dalam surah Al A’raf ayat 180.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Pengaturan Allah SWT



Jakarta

Ketahuilah bahwa seluruh kegiatan di dunia dan akhirat ini telah diatur oleh-Nya, sebelum manusia lahir di dunia ( tepatnya masih berada dalam rahim dan tidak tahu apa-apa dan akal belum sempurna ) dan sebelum menentukan aturannya sendiri. Menurut Ibnu Atha’illah as-Sakandari berkata, “Sebagaimana Dia ada sebagai Pengatur bagi manusia sebelum kehadiran manusia dan sama sekali tidak ada peran manusia dalam ikut mengatur urusan-Nya sesudah kehadiran manusia.” Oleh karena itu, Allah SWT. berkuasa untuk mengatur segala sesuatu sebab semua itu sudah ada dalam pengetahuan-Nya.

Allah SWT. telah mengatur diri manusia di setiap langkah dan setiap detik kehidupan. Tatkala di alam ruh, manusia memberikan pengakuan saat bahwa Allah SWT. sebagai Tuhan kami. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah al-A’raf ayat 172 yang terjemahannya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”

Makna ayat di atas adalah : Membicarakan tentang kisah Nabi Musa dan Bani Israil dengan mengingatkan mereka tentang perjanjian yang bersifat khusus, di sini Allah SWT. menjelaskan perjanjian yang bersifat umum, untuk Bani Israil dan manusia secara keseluruhan, yaitu dalam bentuk penghambaan. Allah SWT. berfirman, “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi, yakni tulang belakang anak cucu Adam, keturunan mereka yang melahirkan generasi-generasi selanjutnya. Dan kemudian Dia memberi mereka bukti-bukti ketuhanan melalui alam raya, ciptaan-Nya sehingga dengan adanya bukti-bukti itu secara fitrah akal dan hati nurani mereka mengetahui dan mengakui kemahaesaan Tuhan. Karena begitu banyak dan jelasnya bukti-bukti keesaan Tuhan di alam raya ini, seakan-akan Allah SWT. mengambil kesaksian terhadap ruh mereka seraya berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhan Pemelihara-mu dan sudah berbuat baik kepadamu?”


Mereka menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi bahwa Engkau Maha Esa.” Dengan demikian, pengetahuan mereka akan bukti-bukti tersebut menjadi suatu bentuk penegasan dan, dalam waktu yang sama, pengakuan akan kemahaesaan Tuhan. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari Kiamat kamu tidak lagi beralasan dengan mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini, tidak tahu apa-apa mengenai keesaan Tuhan.”
Ingatlah bahwa Dia telah mengatur urusan manusia sebaik-baiknya pengaturan pada hari ditetapkannya takdir.

Jadi manusia sebagai hamba-Nya tidaklah pantas ikut cawe-cawe dalam pengaturan yang ditetapkan-Nya. Dikisahkan seseorang muda yang dibimbing dan dibina oleh seseorang senior yang berkedudukan. Pada kurun waktu tertentu orang muda ini sudah memperoleh posisi sebagai anggota direksi di perusahaan ia meniti karier. Tatkala bertemu dengan pembimbingnya dan ia berkata, “Saya berterima kasih telah dibimbing, karena Bapak saya diberi amanah sebagai direktur.” Ini sepertinya normal saja, namun keliru karena seakan Bapak pembimbinglah yang menjadikan ia direktur. Jabatan apa pun itu merupakan amanah dari Yang Kuasa bukan dari seseorang. Bapak pembimbing adalah wasilah untuk menuntun jalannya anak muda tersebut. Sebagai pembimbing janganlah bersikap pongah seperti berkata dalam hati, ” Kalau bukan karena saya, engkau belum tentu jadi “orang” ( maksudnya orang yang berkedudukan ).

Dalam waktu tiga sampai empat bulan ke depan, negeri ini akan berpesta demokrasi dengan kegiatan pilkada serentak. Tentu para calon kepala daerah dan teamnya termasuk para pembimbingnya sibuk berstrategi untuk memenangkannya. Untuk bisa menang kadang langkah melemahkan pesaing akan terjadi. Pelemahan pesaing yang sering terjadi adalah “membunuh karakternya.” Hal ini biasa, namun ada yang menarik dan cantik dalam strategi yaitu disundul ke atas. Sehingga yang dilemahkan tidak tersakiti dan ia merasa senang. Kalau kalangan etnis jawa sering disebut sebagai “dipangku”. Ingatlah bahwa semua strategi apa pun yang dijalankan belum tentu hasilnya seperti yang dikehendaki, sebab hasil akhir merupakan milik Allah SWT.

Tatkala manusia lahir ke alam dunia, ia akan menerima karunia dan keadilan-Nya agar bisa mengenali-Nya. Allah SWT. akan memberikan karunia dan anugerah dan adakalanya berwujud keadilan atas sesuatu. Barang siapa menerima kemurahan-Nya, maka itu terjadi berkat karunia-Nya. Dan barang siapa disiksa di dunia atau akhirat, maka itu terjadi karena keadilan-Nya.

Ingatlah ketika orang tuamu sibuk memenuhi kebutuhan hidupmu dengan memberikan kasih sayang. Sikap tersebut merupakan rahmat yang dikirim Allah SWT. kepada hamba-Nya dalam bentuk ayah dan ibu untuk mengenalkan cinta-Nya. Rahmat dari-Nya terbagi dalam seratus bagian. Satu bagian dijadikan di dunia dan sembilan puluh sembilan bagian diperuntukkan di akhirat. Oleh sebab itu, sebagai hamba-Nya janganlah ikutan mengatur, taatilah dan jadilah hamba yang bertakwa.

Ya Allah, perlakukanlah kami dengan karunia-Mu jangan keadilan-Mu, dengan kemurahan hati-Mu bukan hitungan timbangan-Mu.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Diserang Belalang, Katak, Kutu hingga Darah



Jakarta

Firaun era Nabi Musa AS adalah seorang raja yang ingkar dan enggan beriman kepada Allah SWT. Ia dan kaumnya ditimpa azab berupa serangan belalang, katak dan kutu.

Kisah tentang azab yang menimpa Firaun ini terjadi pada masa Nabi Musa AS dan termaktub dalam Al-Qur’an surah Al A’Raf ayat 130-133. Allah SWT berfirman yang artinya,

“Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Mereka berkata: “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.” Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.”


Azab bagi Firaun

Dalam buku Qashash Al-Anbiyaa’ karya Imam Ibnu Katsir yang diterjemahkan Dudi Rosyadi dijelaskan adanya bencana yang melanda Firaun dan kaumnya yakni masyarakat Mesir. Bencana tersebut berupa musim paceklik yang mengeringkan tanah Mesir sehingga tidak ada tanaman yang tumbuh dan tidak ada susu hewan yang dapat dimanfaatkan.

Meskipun telah dilanda musibah ini selama bertahun-tahun, Firaun dan kaumnya tetap enggan beriman. Mereka tetap kufur dan ingkar.

Ketika kebaikan datang kepada mereka, yakni berupa kesuburan, mereka berkata “Ini adalah karena (usaha) kami.”

Firaun dan kaumnya tidak mengakui bahwa kebaikan ini diterima karena keimanan Nabi Musa AS dan kaumnya. Pada masa itu Firaun dan Nabi Musa AS hidup berdampingan.

Apabila Firaun ditimpa kesusahan maka mereka akan melemparkan sebab kesialan itu kepada Musa AS dan pengikutnya. Bila datang kesusahan maka mereka menyalahkan orang-orang beriman.

Dalam surah Al A’raf ayat 133, Allah SWT berfirman, “Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.”

Mengenai ath thufan (topan), sebuah riwayat dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa maksudnya adalah hujan deras yang diturunkan dengan kapasitas tinggi, hujan yang menyebabkan banjir, dan hujan yang menyebabkan kerusakan pada tanaman dan pepohonan.

Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Utsman An Nahdi, dari Salman Al Farisi, ia berkata, “Nabi SAW pernah ditanya mengenai belalang, lalu beliau menjawab, “Belalang adalah salah satu jenis tentara Allah yang paling banyak jumlahnya. Aku tidak memakannya namun aku juga tidak mengharamkannya.”

Ayat ini juga menyebutkan jaraad (belalang) sebagai bencana bagi Fir’aun dan kaumnya sebagai hewan yang menyerang tanaman mereka hingga tidak tersisa sayuran, buah, dedaunan atau rerumputan.

Ayat ini juga menyebutkan al-qummal (kutu). Ibnu Abbas menjelaskan maksudnya adalah sejenis ulat yang keluar dari hasil tanaman, terutama gandum.

Azab bagi Firaun juga berupa dhafadi (katak). Maksud dari katak sebagai bencana adalah hewan yang menyerbu istana Fir’aun dan rumah-rumah kaumnya hingga masuk ke bejana dan makanan. Bahkan ketika seorang ingin menyuap makanan maka seekor katak akan melompat lebih dulu ke dalam mulutnya.

Adapun terkait damm (darah) sebagai bencana adalah bercampurnya darah ke dalam air-air yang mereka gunakan untuk minum, mandi, dan lain sebagainya sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan air Sungai Nil, air sumur dan sumber air lainnya.

Meskipun bencana itu diturunkan untuk seluruh masyarakat Mesir, tapi bani Israil kaum Nabi Musa AS sama sekali tidak merasakannya. Ini merupakan bentuk kasih sayang Allah SWT kepada orang-orang beriman.

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com