Tag Archives: tata cara mengurus jenazah

Apakah Orang Junub Boleh Mengurus Jenazah?


Jakarta

Mengurus jenazah termasuk kewajiban muslim atas sesamanya yang meninggal dunia. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang penting diperhatikan termasuk jika dalam posisi junub.

Tata cara mengurus jenazah dimulai dari memandikan, mengkafani, menyalati, dan menguburkan. Dari empat rangkaian itu, ada satu yang tak boleh dilakukan orang junub.

Orang Junub Boleh Mengurus Jenazah kecuali Menyalati

Tidak ada larangan bagi orang junub untuk mengurus jenazah. Menurut penjelasan dalam buku Fikih Islam Nusantara karya Syekh Nawawi Al-Bantani, orang junub tidak dimakruhkan memandikan jenazah.


Pengurusan jenazah yang boleh dilakukan orang junub antara lain memandikan, mengkafani, dan menguburkan. Sementara satu hal yang tak boleh dilakukan orang junub adalah salat jenazah.

Dijelaskan dalam Fikih Ibadah karya Hasan Ayub, syarat sah salat jenazah seperti halnya syarat sah salat pada umumnya. Artinya, orang yang akan menyalati jenazah wajib suci dari hadas. Orang junub wajib mandi terlebih dahulu.

Adapun, rukun salat jenazah terdiri dari:

  1. Niat
  2. Berdiri bagi yang mampu
  3. Beberapa kali takbir
  4. Doa untuk jenazah
  5. Sebagian fuqaha menambahkan Al Fatihah
  6. Salat jenazah dilakukan dengan suara pelan, baik salat yang dilakukan siang maupun malam hari
  7. Mendoakan jenazah dengan doa seperti dicontohkan Rasulullah SAW

Ketentuan Mengurus Jenazah

Para ulama bersepakat mengenai tata cara pengurusan jenazah. Menukil Al-Ijma’ yang disusun Ibnul Mundzir dan diterjemahkan Darwis, berikut di antara kesepakatannya:

  1. Istri berhak memandikan suaminya yang meninggal dunia.
  2. Orang yang berhak memandikan jenazah anak laki-laki kecil adalah wanita.
  3. Jenazah dimandikan seperti mandi orang junub.
  4. Jenazah tidak boleh dikafani dengan kain sutra.
  5. Bayi yang meninggal dunia, jika kondisinya sudah lahir dan ada tanda-tanda kehidupan serta sempat menangis, harus disalati.
  6. Apabila makmum salat jenazah terdiri dari orang merdeka dan budak, yang dibelakang imam adalah orang yang merdeka.
  7. Orang yang menyalati jenazah mengangkat tangannya pada takbir yang pertama.
  8. Menguburkan jenazah hukumnya wajib dan wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin. Jika sudah dilakukan sebagian kaum muslimin, gugurlah kewajiban atas semua kaum muslimin.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa untuk Orang Meninggal Perempuan Sesuai Sunnah Rasulullah


Jakarta

Salah satu tata cara salat jenazah adalah membaca doa untuk si mayat. Doa untuk orang meninggal perempuan dalam salat jenazah secara keseluruhan sama dengan doa untuk jenazah laki-laki. Hanya saja kata gantinya diubah menjadi dhomir perempuan.

Doa untuk orang meninggal perempuan dalam salat jenazah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW adalah sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Auf ibnu Malik dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam an-Nasa’i.

Disebutkan dalam buku Fikih Ibadah: Panduan Lengkap Beribadah sesuai Sunnah Rasul karya Hasan Ayyub, doa jenazah tidak hanya bisa diucapkan ketika salat saja. Melainkan bisa dilakukan kapan pun tanpa batasan waktu tertentu.


“Boleh mengulang-ulang doa untuk mayit meski dilakukan di atas kubur,” tulis buku tersebut. Begitu pun dengan salat jenazah yang bisa dilakukan meski mayit sudah berada di dalam liang lahad dan waktu sudah berlalu lama.

Tidak ada dalil yang membatasi hal-hal ini. Sebaliknya, terdapat hadits yang menuntunkan salat gaib, yakni salat jenazah tanpa adanya jenazah di depannya.

Adapun dalam hadits yang disebutkan di atas berisi doa untuk jenazah laki-laki. Sedangkan doa untuk orang meninggal perempuan cukup diganti dhomir atau kata gantinya saja. Berikut lafal selengkapnya.

Doa untuk Orang Meninggal Perempuan

Sebagaimana dikutip dari buku Majmu’ Syarif (Perempuan) karya Ibnu Wathiniyah, berikut bacaan doa untuk orang meninggal perempuan:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا وَأَكْرِمْ نُزُلَهَا وَوَسِعْ مَدْخَلَهَا وَاغْسِلْهَا بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِهَا مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهَا دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَا وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهَا وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا وَأَدْخِلْهَا الْجَنَّةَ وَأَعِذْهَا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ

Bacaan latin: Allahummaghfir lahaa warhamhaa wa ‘aafihaa wa’fu ‘anhaa wa akrim nuzulahaa wa wassi madkhalahaa waghsilhaa bil maa-i wats tsalji wal baradi wa naqqihaa minal khathaayaa kamaa naqqaitats tsaubal abyadha minad danas wa abdilhaa daaran khairan min daarihaa wa ahlan khairan min ahlihaa wa zaujan khairan min zaujihaa wa adkhilhal jannata wa a’idzhaa min ‘adzaabil qabri wa min ‘adzaabin nar

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, dan kasihanilah dia, sejahterakan ia dan ampunilah dosa dan kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskanlah tempat tinggalnya, bersihkanlah ia dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah ia dari segala dosa sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, dan gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, dan gantikanlah baginya ahli keluarga yang lebih baik daripada ahli keluarganya yang dahulu, dan gantilah pasangan hidupnya yang lebih baik daripada pasangan hidupnya yang dahulu, masukkanlah ia ke dalam surga, dan peliharalah ia dari siksa kubur dan azab api neraka.”

Bacaan doa untuk orang meninggal perempuan ini dibaca pada saat takbir ketiga dalam salat jenazah.

Doa untuk Orang Meninggal Perempuan Versi Singkat

Dikutip dari buku Kitab Terlengkap Bersuci, Shalat, Puasa, Shalawat, Surat-Surat Pendek, Hadits Qudsi dan Hadits Arba’in Pilihan, serta Dzikir & Doa karya Ustadz Rusdianto, doa untuk orang meninggal perempuan dalam salat jenazah yang singkat adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا

Bacaan latin: Allahummaghfir lahaa warhamhaa wa ‘aafihaa wa’fu ‘anhaa

Artinya: “Ya Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia, sejahterakan ia, dan ampunilah dosa dan kesalahannya.”

Doa untuk Orang Meninggal Perempuan di Takbir Keempat

اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرُهَا وَلَا تَفْتِنَا بَعْدَهَا وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهَا

Bacaan latin: Allaahumma laa tahrimnaa ajrahaa, wa laa taftinnaa ba’dahaa, waghfir lanaa walahaa

Artinya: “Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepada kami (janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya), janganlah Engkau memberi fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Orang yang Boleh Memandikan Jenazah Perempuan


Jakarta

Tata cara mengurus jenazah perempuan berbeda dengan laki-laki terutama saat memandikannya. Tidak semua orang boleh memandikan jenazah perempuan.

Memandikan jenazah termasuk kewajiban muslim atas muslim lainnya yang meninggal dunia. Disebutkan dalam buku Hukum Merawat Jenazah karya Muhammad Hanif Muslih, dalil kewajiban memandikan jenazah bersandar pada hadits dari Ummi Athiyah RA, ia berkata,

“Rasulullah SAW masuk ke (ruang) kami saat putrinya meninggal, beliau bersabda, ‘Mandikanlah ia 3 (tiga), 5 (lima) kali atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya itu perlu, dengan air dan daun bidara (sidr), jadikanlah yang terakhir dengan kapur atau sesuatu dari kapur, jika kalian selesai memandikan beritahu aku.’ Ketika kami sudah selesai, kami pun memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kepada kami selendang (sorban besar)nya sambil bersabda, ‘Selimutilah ia dengan selendang itu.'” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya)


Dalam hadits Abdullah Ibnu Abbas RA juga dikatakan,

“Seorang lelaki berihram (haji) dijatuhkan untanya dan meninggal karena patah tulang lehernya, dan kami bersama Nabi SAW, kemudian Nabi bersabda, ‘Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara (sidr) dan kafankanlah dengan dua kain (ihram).'” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan lainnya)

Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, sebagaimana bersandar pada hadits di atas.

Orang yang memandikan dengan jenazah yang dimandikan itu wajib sejenis, sebagaimana dikatakan Muhammad Jawad Mughniyah dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah. Apabila yang meninggal itu laki-laki maka yang boleh memandikannya adalah laki-laki, dan kalau yang dimandikan itu perempuan maka yang boleh memandikannya adalah perempuan juga.

Para ulama fikih juga telah membahas siapa perempuan yang boleh memandikan jenazah perempuan. Termasuk, jika tidak ada perempuan lain kecuali jenazah itu sendiri.

Orang yang Boleh Memandikan Jenazah Perempuan

Orang yang boleh memandikan jenazah perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya, sebagaimana dikatakan dalam buku Keutamaan Menjenguk Orang Sakit dan Tata Cara Mengurus Jenazah karya Tgk. Husnan M Thaib.

Kebolehan suami memandikan jenazah istrinya ini berdasarkan pendapat mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali. Begitu juga sebaliknya, istri boleh memandikan suaminya. Sementara itu, mazhab Hanafi berpendapat bahwa suami tidak boleh memandikan istrinya karena ia (istrinya) lepas dari perlindungannya setelah ia meninggal.

Semua ulama mazhab sepakat, jika seorang suami menceraikan istrinya (talak ba’in) dan istrinya itu meninggal, maka ia tidak boleh memandikan jenazah mantan istrinya. Begitu juga sebaliknya.

Adakalanya jenazah perempuan tidak dimandikan melainkan hanya ditayamumkan. Ulama Syafi’iyyah Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya mengatakan, tayamum bagi jenazah dilakukan bagi perempuan yang meninggal di antara kaum laki-laki selain suaminya. Begitu halnya dengan laki-laki yang meninggal di antara kaum perempuan selain istrinya.

Hal tersebut bersandar pada hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا مَاتَتِ الْمَرْأَةُ مَعَ الرِّجَالِ لَيْسَ مَعَهُمْ امْرَأَةٌ غَيْرُهَا وَالرَّجُلُ مَعَ النِّسَاءِ لَيْسَ مَعَهُنَّ رَجُلٌ غَيْرُهُ فَإِنَّهُمَا يُيَمَّمَانِ وَيُدْفَنَانِ وَهُمَا بِمَنْزَلَةِ مَنْ لَمْ يَجدِ الْمَاءَ

Artinya: “Apabila seorang perempuan meninggal di antara kaum laki-laki, sedangkan di sana tidak ada perempuan lain selain perempuan ini; atau laki-laki meninggal dunia di antara kaum perempuan, sedangkan di sana tidak ada laki-laki lain selain laki-laki ini, maka keduanya ditayamumkan dan dikubur. Keduanya disamakan dengan orang yang tidak mendapatkan air.”

Orang yang menayamumkan jenazah perempuan ini adalah laki-laki mahramnya, jika tidak ada laki-laki mahramnya, maka ia ditayamumkan oleh laki-laki lain. Namun, laki-laki lain ini tidak boleh menyentuh tubuhnya secara langsung, tapi harus mengenakan kain yang dibalutkan ke tangannya. Demikian penjelasan Sayyid Sabiq.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com