Tag Archives: Thomas Jefferson

Islamisme Obama



Jakarta

Barack Hussen Obama memang bukan muslim tetapi ia memahami substansi ajaran Islam secara benar. Pemahaman keislaman Obama, yang dalam artikel ini diistilahkan dengan Islamisme Obama, sama dengan yang dianut oleh mainstream muslim. Obama memahami Islam sebagai agama kemanusiaan, directions di dalam menjalani kehidupan yang bermartabat, dan agama yang menjunjung tinggi keadilan, keharmonisan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan demokrasi. Pemahaman keislaman seperti ini yang membuat Obama tak pernah gentar untuk memberi ruang bagi Islam dan umat Islam di AS, karena menurutnya, Islam dalam pemahaman yang demikian sesuai dengan Piagam Deklarasi Kemerdekaan AS yang dulu pernah diredaksikan oleh Presiden Thomas Jefferson.

Obama tidak pernah bergeming sedikitpun ketika ia disorot oleh warganya sebagai Presiden yang member angin terhadap terorisme dengan cara memberi ruang bebas kepada umat Islam di AS. Ia sangat yakin, terorisme dan kekerasan lainnya tidak sejalan dengan substansi ajaran Islam dan agama manapun. Ia tetap kosisten membedakan antara Islam sebagai ajaran universal dan perilaku tertentu umatnya yang melakukan kesalahan dengan menggunakan baju agama (Islam). Obama sekaligus menjawab tantangan yang pernah dipopulerkan Hungtington yang terkenal dengan diksi “conflict of civilization”-nya.


Obama adalah pemimpin As pertama yang berani berbicara tentang Islam di depan ribuan umat Islam yang diliput secara langsung oleh media-media internasional. Ia seperti tak punya beban menyampaikan pidato itu. Ia mengawali pidatonya dengan menyatakan: “Saya datang ke Kairo untuk mencari sebuah awal baru antara Amerika Serikat dan Muslim diseluruh dunia, berdasarkan kepentingan bersama dan rasa saling menghormati – dan didasarkan kenyataan bahwa Amerika dan Islam tidaklah eksklusif satu sama lain, dan tidak perlu bersaing. Justru keduanya bertemu dan berbagi prinsip-prinsip yang sama – yaitu prinsip-prinsip keadilan dan kemajuan; toleransi dan martabat semua umat manusia.

Sebagaimana kitab suci Al Qur’an mengatakan, “Ingatlah kepada Allah dan bicaralah selalu tentang kebenaran.”). “Saya penganut Kristiani, tapi ayah saya berasal dari keluarga asal Kenya yang mencakup sejumlah generasi penganut Muslim. Sewaktu kecil, saya tinggal beberapa tahun di Indonesia dan mendengar lantunan adzan di waktu subuh dan maghrib. Ketika pemuda, saya bekerja di komunitas-komunitas kota Chicago yang banyak anggotanya menemukan martabat dan kedamaian dalam keimanan Islam mereka”.

Pidato Obama itu sesungguhnya mencerminkan kepribadian dan karakter sejati AS. Ia mempunyai obsesi untuk kembali jalan bagi era Kebangkitan dan Pencerahan di Eropa yang pernah dirintis sejumlah ilmuan muslim. Sebagai mantan mahasiswa jurusan sejarah, ia mengungkapkan: “Prestasi umat Islam di masa lampau menemukan aljabar, kompas, magnet, alat navigasi, optik, keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya. Budaya Islam telah memberikan kita gerbang-gerbang yang megah dan puncak-puncak menara yang menjunjung tinggi; puisi-puisi yang tak lekang oleh waktu dan musik yang dihargai; kaligrafi yang anggun dan tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Dan sepanjang sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perbuatan bahwa toleransi beragama dan persamaan ras adalah hal-hal yang mungkin”.

Selama dekade terakhir ini AS menganggap Islam sebagai bagian penting dari Amerika. Ia mencontohkan ketika warga Muslim-Amerika pertama terpilih sebagai anggota Kongres belum lama ini, ia mengambil sumpah untuk membela Konstitusi kami dengan menggunakan Al-Qur’an yang disimpan oleh salah satu Bapak Pendiri kami, Thomas Jefferson, di perpustakaan pribadinya”. Lebih lanjut ia meyakinkan bahwa: “Jadi janganlah ada keraguan: Islam adalah bagian dari Amerika. Dan saya percaya bahwa Amerika memegang kebenaran dalam dirinya bahwa terlepas dari ras, agama, dan posisi dalam hidup, kita semua memiliki aspirasi yang sama – untuk hidup dalam damai dan keamanan; untuk memperoleh pendidikan dan untuk bekerja dengan martabat; untuk mengasihi keluarga kita, masyarakat kita, dan Tuhan kita. Ini adalah hal-hal yang sama-sama kita yakini. Ini adalah harapan dari semua kemanusiaan”.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Dampak Kebijakan Obama



Jakarta

Seperti halnya Presiden Thomas Jefferson, Presiden Obama juga mewariskan sebuah paradigma baru dalam hubungan antar umat beragama di AS. Tanpa mengabaikan Presiden dan tokoh-tokoh AS lainnya, kedua Presiden ini secara nyata melahirkan kebijakan yang berdampak positif dan sangat nyata di dalam masyarakat.

Siapapun yang melihat kejadian dan peristiwa 11/9, pengeboman tempat-tempat strategis dan menyebabkan ribuan orang tak berdosa korban akibat ulah teroris, pasti sulit membayangkan hubungan baik antara Islam dan umat Islam dengan AS dan para warganya, sulit pulih dalam waktu singkat. Bahkan dibayangkan sebagian orang membayangkan memerlukan paling cepat satu generasi.

Namun yang yang terjadi, peristiwa itu ternyata membawa hikmah lain di luar dugaan. Kebijakan Presiden Obama, tentu tak terpisahkan kebijakan lain yang juga diambil oleh Presiden sebelumnya, membuat warga AS dan komunitas muslim, khususnya di AS, melewati peristiwa tragis itu dengan cepat. Tentu saja bukan melupakan peristiwa itu tetapi mengambil pelajaran berharga dari peristiwa itu sebagai sebuah lesson learning untuk semua pihak.


Komunitas muslim tidak terlalu lama merasa takut dan cemas akan adanya dendam atau kemarahan masif dari kelompok mayoritas, karena para pelaku pengeboman itu adalah warga muslim dan memperatasnamakan Islam. Keluhuran budi pekerti kemanusiaan semua pihak di AS perlu diacungkan jempol. Mereka seperti tidak menyisahkan sedkit pun dendam kepada siapapun. Bisa dibayangkan kalau kejadian itu terjadi di negara lain, mungkin kenyataan berbeda yang akan terjadi. Meskipun warga mayoritas AS bukan muslim tetapi sikap terbuka dan pemaafannya seperti yang diserukan dalam ajaran Islam. Bahkan seandainya jika kejadian itu muncul di negara-negara muslim, belum tentu secepat itu pulih kembali hubungan sosial yang harmonis satu sama lain. Dari satu sisi bisa kita mengatakan, dalam hal tertentu AS sesungguhnya sudah memeraktekkan substansi ajaran Islam.

Faktor Obama (Obama Factors) tidak bisa dipisahkan dari kenyataan indah tersebut di atas. Obama selama memimpin AS tidak pernah terpancing oleh kelompok dan kepentingan manapun. Ia tetap konsisten berpijak di atas landasan ideal Piagam AS. Obama berkali-kali mengatakan: This is America! Dalam berbagai makna yang dikandung dari kalimat itu. Ia juga aktif melakukan diplomasi internasional untuk menciptakan ketenangan dan ketenteraman dunia. Gayung bersambut, negara-negara lain pun mengaminkan gagasan Obama itu sebagai solusi terbaik untuk menciptakan tatanan dunia yang aman dan damai.

Obama dalam pidatonya di Universitas Cairo Mesir itu menyerukan agar dunia menatap masalah masa depan dalam visi yang sama, yaitu visi yang beranjak dari masalah-masalah kemanusiaan secara universal. Ini di dasari dengan kenyataan abhwa masalah-masalah global mempunyai tema yang sama dan di hadapi oleh semua Negara. Obama menyerukan kemitraan dan kebersamaan di dalam menyelesaikan suluruh persoalan itu.

Ia menyatakan: “Karena kita telah belajar dari pengalaman baru-baru ini bahwa ketika sistem keuangan melemah di satu negara, kemakmuran di mana pun ikut dirugikan. Ketika jenis flu baru menulari satu orang, semua terkena risiko. Ketika satu negara membangun senjata nuklir, risiko serangan nuklir bagi semua negara ikut naik. Ketika kelompok ekstrim keras beroperasi di satu rangkaian pegunungan, rakyat di seberang samudera pun ikut menghadapi bahaya. Dan ketika mereka yang tak bersalah di Bosnia dan Darfur dibantai, itu menjadi noda dalam nurani kita bersama. Itulah artinya berbagi dunia di abad ke-21. Inilah tanggung jawab kita kepada satu sama lain sebagai umat manusia”.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Faktor Obama dan Masa Depan Islam di AS



Jakarta

Obama memandang Islam, khususnya yang tergambar di dalam Kitab Suci Al-Qur’an adalah compatible dengan peradaban luhur AS. Karena itu, Obama menilai komunitas muslim AS menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan warga AS lainnya dalam menentukan masa depan AS. Obama memandang penting arti Islam di dalam menyelesaikan berbagai persoalan kemanusiaan, tidak terkecuali ancaman dari kelompok garis keras yang berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara apapun.

Namun Obama yakin bahwa sikap seperti itu bukan mencerminkan mainstream muslim dan ajaran Islam yang sebenarnya. Obama dengan tangkas memilih ayat secara spontanitas di dalam mendukung alasannya: “Kitab suci Al Qur’an mengajarkan bahwa siapa yang membunuh orang tak bersalah, maka ia seperti telah membunuh semua umat manusia; dan siapa yang menyelamatkan satu orang; maka ia telah menyelamatkan semua umat manusia. Iman indah yang diyakini oleh lebih semiliar orang sungguh lebih besar daripada kebencian sempit sekelompok orang. Islam bukanlah bagian dari masalah dalam memerangi ekstrimisme keras – Islam haruslah menjadi bagian penting dari penggalakkan perdamaian” (Q.S. al-Maidah/5:32).

Obama menyadari akan rasa takut dan marah rakyat Amerika sehubungan dengan serangan 9 September 2001, namun ia juga menyadari betapa perlunya pendekatan non-kekerasan di dalam menyelesaikan sebuah kekerasan. Ia mengutip pendapat Thomas Jefferson, yang mengatakan: “Saya berharap kebijakan kita akan bertambah sejalan dengan kekuatan kita, dan mengajarkan kita bahwa semakin sedikit kita menggunakan kekuatan, justru semakin besar kekuatan itu”. Karena itu, Obama memilih mengambil langkah-langkah konkret untuk mengubah arah dengan melarang praktik penyiksaan oleh AS dan memerintahkan penutupan penjara di Teluk Guantanamo awal tahun depan. Dengan sendu ia mengatakan: “Sudah terlalu banyak air mata sudah diteteskan. Sudah terlalu banyak darah sudah ditumpahkan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk berjuang menciptakan sebuah masa dimana para ibu Israel dan Palestina bisa menyaksikan anak-anak mereka tumbuh tanpa ketakutan; masa dimana Tanah Suci dari ketiga agama besar merupakan tempat perdamaian yang diinginkan Allah; masa dimana Jerusalem merupakan tempat tinggal aman dan langgeng bagi orang Yahudi dan Kristen dan Muslim, dan merupakan sebuah tempat untuk semua keturunan Abraham hidup bersama secara damai sebagaimana dikisahkan dalam ISRA, ketika Musa, Yesus dan Muhammad (damai bersama mereka) bergabung dalam ibadah doa”. Statmen ini kemudian menuai tepuk tangan yang mengharukan dari para undangan.


Indonesia disebutkan berkali-kali di dalam pidato Obama, selain karena negeri ini telah memberikan warna tersendiri di dalam memori kepribadiannya, dimana ia pernah hidup selama empat tahun di tengah perkampungan masyarakat muslim di Menteng Jakarta pusat, Indonesia juga Negara muslim terbesar dan terluas penduduknya dan merupakan negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.

Ia mengagumi Indonesia karena pada satu sisi ia negara muslim terbesar tetapi pada sisi lain Indonesia juga menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dengan segala keunikan-keunikannya. Obama juga memahami keberatan-keberatan kolehanya sebagai sesama negara muslim, khususnya yang sering kedengaran sebagai negara yang berstandar ganda, tetapi ia juga menegaskan bahwa: “Sistem pemerintahan apa pun tidak bisa dipaksakan kepada sebuah negara oleh negara lainnya”. Ia juga menambahkan: “Dan kami menyambut gembira semua pemerintahan terpilih dan damai – asalkan mereka memerintah dengan menghormati rakyatnya.

Di manapun kekuasaan itu berada, pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat merupakan standar tunggal untuk semua fihak yang memegang kekuasaan, Butir ini penting karena ada yang memperjuangkan demokrasi hanya pada saat mereka tidak berkuasa; setelah berkuasa, mereka secara keji memberangus hak-hak orang lain”. Spirit pernyataan Obama ini sesungguhnya tidak berbeda dengan etika politik yang diajarkan di dalam Islam. Bukankah Islam juga sangat mencelah kemunafikan dan penghianatan?

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Islam & AS: Overlapped



Jakarta

Iamam Faisal Abdul Rauf, Imam Masjid Al-Farah, terletak hanya 12 blok dari bangunan WTC, New York City, yang pernah dihancurkan oleh teroris pada tgl 11/9/2001, menulis buku berisi 314 halaman berjudul: “What’s Right With Islam Is What’s Right With America” (Apa Yang Benar Menurut Islam itu juga Yang Benar Menurut Amerika).

Tokoh muslim AS ini meyakinkan warga mayoritas non-muslim AS untuk percaya bahwa aksi segelintir orang, yakni para teroris, yang memperatasnamakan diri sebagai aksi Islam sama sekali tidak bisa dibenarkan. Warga AS juga membuktikan diri sebagai manusia yang matang dan dewasa sama sekali tidak melakukan aksi balas dendam secara brutal terhadap komunitas muslim di AS.

Bahkan yang bermunculan ialah komunitas masyarakat yang secara spontan memberikan perlindungan terhadap komunitas muslim di AS. Penulis bersama isteri dan anak-anak juga bekerja di Georgetown University, Washington DC, sebagai Visiting Scholars belum lama kejadian mengerikan itu terjadi. Tentu saja orang lain mencemaskan kehadiran kami di AS saat itu, akan tetapi saya bersama keluarga samasekali tidak merasa terganggu.


Bahkan kami menempati IMAAM Center, Islamic Center untuk komunitas masyarakat Indonesia, bertetangga dengan sebuah gereja besar di Veirsmill Maryland, kami rukun damai di dalam menjalankan ibadah kami masing-masing. Tamu-tamu kami diberi kesempatan untuk memarkir kendaraan di halaman parrkir gereja yang amat luas. Ketika Hurrycan, badai, menerjang kota kami, pohon ratusan tahun itu bertumbangan ke arah gereja, kami sekeluarga juga ikut membantu memindahkan pohon-pohon itu. Ketika kami bersama keluarga meninggalkan AS pendeta gereja itu melepas kami dengan linangan air mata.

Selama kita memegang substansi ajaran Islam selama itu umat lain akan pasti menerima, karena Islam sesungguhnya adalah dipadati dengan ajaran kemanusiaan. Apa yang dikatakan oleh Imam Faisal dalam bukunya itu adalah benat dan terbukti benar. Presiden Obama juga pernah mentakan:”… janganlah ada keraguan: Islam adalah bagian dari Amerika. Dan saya percaya bahwa Amerika memegang kebenaran dalam dirinya bahwa terlepas dari ras, agama, dan posisi dalam hidup, kita semua memiliki aspirasi yang sama – untuk hidup dalam damai dan keamanan; untuk memperoleh pendidikan dan untuk bekerja dengan martabat; untuk mengasihi keluarga kita, masyarakat kita, dan Tuhan kita.

Ini adalah hal-hal yang sama-sama kita yakini. Ini adalah harapan dari semua kemanusiaan”. “Islam bukan bagian dari problem yang mengajarkan kekerasan secara ekstri. Sebaliknya Islam adalah sebuah agama yang selalu mengajarkan perdamaian”. Pernyataan senada juga sering kita dengar keluar dari tokoh-tokoh AS lainnya. Obama bahkan sangat fasih mengutip intisari salah satu ayat Al-Qur’an: “Siapa yang membunuh orang tak bersalah, maka ia seperti telah membunuh semua umat manusia; dan siapa yang menyelamatkan satu orang; maka ia telah menyelamatkan semua umat manusia”. Ayat ini terletak di dalam Q.S. al-Maidah/5:32).

Thomas Jefferson juga pernah mengingatkan: “Saya berharap kebijakan kita akan bertambah sejalan dengan kekuatan kita, dan mengajarkan kita bahwa semakin sedikit kita menggunakan kekuatan, justru semakin besar kekuatan itu.” Pernyataan Jefferson ini sejalan dengan sejumlah ayat dalam Al-Qur’an, antara lain: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Baqarah/2:195). Dalam ayat lain juga ditegaskan: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).” (Q.S. al-Baqarah/2:256). Dengan demikian tidak ada alasan umat Islam membenci AS sebagai sebuah negara dan sebaliknya AS juga tidak tepat mendiskreditkan umat Islam karena agama yang dianutnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com