Tag Archives: toksin diethylene glycol

Kronologi Belasan Anak di India Meninggal gegara Obat Batuk, Ini yang Dialami


Jakarta

Polisi India telah membuka penyelidikan dugaan pembunuhan (manslaughter probe) atas kematian setidaknya 14 anak yang terkait dengan sirup obat batuk beracun. Insiden ini kembali mencoreng reputasi industri farmasi India menyusul serangkaian tragedi serupa dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagian besar korban berusia di bawah lima tahun dan meninggal karena gagal ginjal dalam sebulan terakhir setelah mengonsumsi sirup obat batuk bermerek Coldrif Syrup. Sirup tersebut, menurut laporan kepolisian, mengandung toksin Diethylene Glycol (DEG) dalam jumlah hampir 500 kali batas yang diizinkan.

Tingkat Kontaminasi 500 Kali Batas Aman

Menurut laporan polisi yang diajukan di negara bagian Madhya Pradesh, semua anak yang meninggal awalnya mengalami gejala flu biasa.


“Sebagian besar dari mereka diberi sirup Coldrif, setelah itu mereka menderita retensi urine dan gangguan ginjal akut,” bunyi laporan tersebut dikutip dari Reuters, Selasa (7/10/2025).

Diethylene Glycol, zat kimia yang umumnya digunakan dalam produk anti-freeze hingga kosmetik, diketahui dapat menyebabkan muntah, sakit perut, hingga cedera ginjal akut yang berujung pada kematian.

Analisis dari otoritas di negara bagian Tamil Nadu (tempat produsen Coldrif, Sresan, berada) menemukan sirup tersebut mengandung 48,6% Diethylene Glycol, jauh melampaui batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas India, yaitu 0,1%.

Toksin DEG atau Etilen Glikol telah berulang kali ditemukan dalam sirup batuk buatan India. Sejak tahun 2022, sirup yang terkontaminasi telah menewaskan setidaknya 141 anak di Gambia, Uzbekistan, dan Kamerun, serta 12 anak lainnya di India pada tahun 2019. Tragedi ini merusak citra India sebagai negara produsen obat terbesar ketiga di dunia berdasarkan volume.

Polisi telah menetapkan produsen Coldrif, Sresan Pharma, sebagai salah satu terdakwa utama. Selain itu, dokter yang meresepkan obat tersebut kepada sebagian besar anak-anak juga telah ditangkap.

Pihak berwenang federal telah merekomendasikan pembatalan izin produksi Sresan Pharma. Sementara itu, perusahaan tersebut menghadapi dakwaan berat, termasuk pembunuhan yang dapat dipertanggungjawabkan namun tidak mencapai pembunuhan (culpable homicide not amounting to murder), pemalsuan obat, serta pelanggaran Undang-Undang Obat-obatan dan Kosmetika.

Jika terbukti bersalah, perusahaan dan pejabatnya dapat menghadapi denda dan hukuman penjara hingga seumur hidup. Beberapa negara bagian di India juga telah melarang penjualan dan distribusi sirup Coldrif.

(kna/kna)



Sumber : health.detik.com

BPOM Pastikan Obat Batuk yang Picu Kematian 16 Anak India Tak Beredar di Indonesia


Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memastikan obat batuk sirup bermerk Coldrif yang memicu kematian 16 anak di India tidak beredar di Indonesia. Sebelumnya, dilaporkan 16 anak di India meninggal dunia akibat konsumsi obat obat batuk tersebut karena mengandung toksin Diethylene Glycol (DEG) dalam jumlah hampir 500 kali batas yang diizinkan.

Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM RI William Adi Teja mengungkapkan hasil penelusuran menunjukkan obat tersebut tidak beredar di Indonesia.

“Kita sudah menelusuri bahwa obat tersebut tidak masuk ke Indonesia. Dan perusahaan tersebut juga tidak mendaftarkan obatnya di Indonesia. Sehingga, kita bisa memastikan obat itu tidak beredar di Indonesia,” ujar William ketika ditemui awak media, Selasa (7/10/2025).


William menuturkan pihaknya akan terus memperkuat pengawasan terkait obat-obatan yang beredar di Indonesia. Ia ingin memastikan obat-obat yang beredar aman untuk dikonsumsi.

Selain itu, pihak BPOM RI juga akan terus melakukan imbauan produsen, untuk memproduksi obat sesuai dengan standar yang berlaku. Mulai dari pemilihan barang baku hingga proses pendistribusian.

“Kita mengimbau pada industri farmasi untuk tetap memperketat cara produksi, kemudian cara memilih bahan baku yang terstandar, kemudian juga mengetatkan proses produksinya, lalu pengemasannya, dan distribusinya. Di samping kita juga tetap melakukan pengawasan yang ketat terhadap hal ini,” tandasnya.

(avk/kna)



Sumber : health.detik.com