Tag Archives: Ummu Salamah

Suami Istri yang Bercerai Apakah Bertemu Kembali di Surga?


Jakarta

Penghuni surga adalah orang-orang pilihan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa nantinya manusia akan dikumpulkan kembali bersama keluarganya di surga. Namun, apakah suami istri yang sudah bercerai tetap akan dipertemukan di surga?

Mengutip buku Surga karya Mahir Ahmad Ash-Syufiy disebutkan surga adalah rumah keselamatan, rumah yang dijanjikan Allah SWT dengan kuasa-Nya agar orang-orang beriman bisa hidup di sana dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Surga juga menjadi rahmat Allah SWT, tempat yang abadi sehingga orang-orang mukmin yang menjadi penghuninya pun pasti orang-orang yang berkarakter terpuji, baik yang memiliki fasilitas surga dengan derajat yang tertinggi ataupun yang terendah.

Surga juga disebut sebagai hadiah dari Allah atas balasan ketaatan semasa di dunia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Bayyinah ayat 8:


جَزَاۤؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهٗࣖ

Artinya: “Balasan mereka di sisi Tuhannya adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.”

Bertemu Keluarga di Surga

Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa manusia akan dipertemukan dengan keluarganya di surga dengan keimanan. Disampaikan Ibnu Katsir dalam riwayat Al-Aufi dari Ibnu Abbas yang menyebut hal ini saat menafsirkan firman Allah SWT dalam surah At-Tur ayat 21:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۚ كُلُّ امْرِئٍ ۢ بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan mengumpulkan anak cucunya itu dengan mereka (di dalam surga). Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.”

Suami Istri yang Sudah Bercerai Apakah Bertemu di Surga?

Ikatan antara orang-orang beriman seperti kakek-nenek, orang tua, anak cucu, dan pasangan suami istri tidak hanya berlangsung di dunia, tetapi bisa berlanjut hingga akhirat. Namun, bagaimana dengan pasangan yang telah bercerai selama hidupnya di dunia? Apakah mereka juga bisa bertemu kembali di surga?

Ibnu Katsir membahas hal ini dalam kitab An-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa seorang wanita yang pernah menikah dengan lebih dari satu pria karena beberapa kali menikah akan dipertemukan di surga dengan suami yang memiliki akhlak terbaik kepadanya selama hidup di dunia.

Penjelasan ini didasarkan pada dialog antara Ummu Salamah dan Rasulullah SAW. Ummu Salamah pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, ada di antara kami wanita yang pernah menikah dengan dua, tiga, bahkan empat orang. Jika semuanya masuk surga, siapakah yang akan menjadi suaminya di akhirat?”

Rasulullah SAW menjawab bahwa wanita tersebut akan diberi pilihan, dan ia akan memilih suami yang paling baik akhlaknya. Ia akan berkata, “Ya Allah, suami inilah yang paling baik perlakuannya kepadaku ketika di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya.” Rasulullah pun menegaskan bahwa akhlak mulia membawa kebaikan di dunia dan akhirat. (HR Al-Haitsami)

Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Ummu Habibah. Intinya, apakah pasangan suami istri yang telah bercerai akan bertemu kembali di surga sangat bergantung pada bagaimana akhlak mereka semasa hidup.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Jika Kamu Sering Maksiat Saat Sepi, Baca Dampaknya Ini sebelum Tidur


Jakarta

Sering bermaksiat ketika sendiri adalah hal buruk yang tentunya harus dihindari. Saat tidak ada orang lain yang melihat, manusia mungkin lebih mudah terjerumus dalam perbuatan dosa karena hilangnya ketakwaan di dalam hati.

Ketika iman melemah, godaan setan menjadi sangat kuat hingga seseorang mudah mengikuti dorongan hawa nafsu. Inilah sebab utama mengapa maksiat terasa lebih ringan dilakukan saat sepi dan jauh dari pengawasan manusia.

Selain itu, seseorang yang berani bermaksiat kala sendirian sejatinya telah kehilangan rasa takut kepada Allah SWT. Ia hanya peduli pada penilaian manusia, padahal Allah Maha Menyaksikan segala perbuatannya meski tidak ada seorang pun yang melihat.


Melakukan maksiat tentu akan memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat.

Dampak Buruk Bermaksiat

Menurut penjelasan Ibnul Qayyim al-Jauziyah yang dikutip dalam buku Agar Selalu Dimudahkan-Nya karya Muhammad Anwar Ibrahim, ada sedikitnya lima belas akibat buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan maksiat bagi orang yang melakukannya, yaitu sebagai berikut:

  1. Menjadi penghalang untuk memperoleh ilmu dan menemukan kebenaran.
  2. Menutup pintu rezeki dan membuat berbagai urusan semakin sulit.
  3. Menjadikan hati terasa asing dan jauh dari Allah SWT.
  4. Menggelapkan hati hingga pekat layaknya malam yang tak berbulan.
  5. Melemahkan kekuatan hati dan jasmani.
  6. Memangkas usia dan mengurangi keberkahan umur.
  7. Menarik maksiat-maksiat lain untuk mengikuti.
  8. Secara perlahan melemahkan keteguhan hati.
  9. Menumpulkan kepekaan terhadap keburukan perbuatan dosa.
  10. Merupakan warisan kebiasaan umat terdahulu yang menyebabkan kehancuran.
  11. Menjadi sebab Allah SWT merendahkan pelakunya.
  12. Membuat pelaku maksiat menganggap enteng dosa yang dilakukan.
  13. Merusak dan melemahkan akal sehat.
  14. Menyebabkan hati menjadi mati dan lalai dari mengingat Allah.
  15. Menjadi penghalang dikabulkannya doa dan doa malaikat.

Cara Menghindarkan Diri dari Maksiat

Setelah memahami berbagai dampak buruk maksiat, sudah sepatutnya kita berusaha sekuat tenaga untuk menjauhinya. Menjaga diri dari perbuatan dosa adalah wujud ketakwaan dan tanda kesungguhan kita dalam memelihara iman.

Berikut cara menghindari maksiat agar senantiasa terjaga dari perbuatan dosa, sebagaimana dirangkum dalam buku Ketika Merasa Allah Tidak Adil karya Aura Husna:

1. Bertobat dan Menyesali Perbuatan Maksiat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tobat diartikan sebagai perasaan menyesal atas dosa yang sudah diperbuat serta timbulnya rasa jera. Tobat mencakup kesadaran hati yang kemudian diwujudkan dengan tindakan nyata untuk menyesali dosa, serta tekad kuat untuk tidak mengulanginya.

Salah satu bentuk tobat yang utama adalah tobat nasuha, yaitu tobat yang dilakukan dengan sepenuh hati, tulus, dan tanpa kepentingan tertentu. Tobat nasuha mampu mengangkat pelakunya keluar dari kebiasaan buruk dan menanamkan pengaruh positif yang mendalam pada diri sendiri.

2. Memilih Teman yang Mendorong pada Kebaikan

Teman memiliki pengaruh besar terhadap watak dan kepribadian seseorang. Karena pergaulan yang erat, teman adalah pihak yang paling mudah memengaruhi pendirian, perilaku, dan cara berpikir seseorang.

Itulah sebabnya memilih sahabat yang baik, yang senantiasa mengingatkan pada Allah SWT, menjadi langkah tepat dalam menjaga hati dari kecenderungan maksiat. Bergaul dengan orang-orang yang saleh akan menularkan semangat kebaikan, sehingga lebih mudah terbiasa melakukan amal yang diridai Allah.

3. Menyibukkan Diri dengan Perbuatan Baik

Waktu manusia hanya akan diisi oleh dua hal: amal kebaikan atau kemaksiatan. Ketika waktu sudah penuh oleh satu perbuatan, maka perbuatan lainnya tidak dapat masuk. Jika waktu dipenuhi dengan amal saleh, peluang untuk bermaksiat akan semakin sempit.

Sebaliknya, jika waktu dipenuhi dengan kelalaian dan perbuatan dosa, maka amal kebaikan pun akan menjauh. Karena itu, cara efektif untuk menghindari maksiat adalah dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin dalam berbagai amal yang bermanfaat.

4. Berdoa Agar Hati Tetap Bersih dan Teguh

Nabi Muhammad SAW sebagai teladan utama, selalu menekankan pentingnya doa sebagai pelindung hati. Doa akan mengokohkan hati agar tetap berada dalam kebaikan dan ketaatan. Selain itu, memohon pertolongan Allah SWT melalui doa juga menjadi salah satu cara menjaga diri dari godaan maksiat.

Di antara banyak doa yang diajarkan Rasulullah SAW, salah satu yang paling sering beliau baca adalah doa memohon keteguhan hati. Ummu Salamah meriwayatkan bahwa doa yang paling sering diucapkan Nabi ketika di rumah adalah doa tersebut.

يا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Latin: Ya mu qallibal qulub, tsabbit qalbi ‘ala dinika

Artinya: “(Wahai Zat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).” (HR Tirmidzi)

5. Menjaga Pandangan

Mata adalah jendela hati. Ketika pandangan senantiasa dijaga, hati pun akan tetap bersih dan terpelihara. Mata yang terpelihara akan turut menjaga pikiran dari berbagai pengaruh buruk yang muncul melalui penglihatan.

Pikiran manusia akan memproses segala sesuatu yang hadir dalam hati, serta apa yang ditangkap oleh indera penglihatan, pendengaran, dan perabaan. Namun, di antara semua itu, apa yang dilihat dengan mata memiliki pengaruh paling besar terhadap cara berpikir seseorang.

Karena itu, menjaga pandangan dengan dilandasi iman menjadi cara paling efektif untuk melindungi pikiran dari pengaruh negatif. Sekaligus menjadi salah satu upaya terbaik menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Makna Innalillahiwainnailaihirojiun dan Kapan Harus Dibaca?


Jakarta

Setiap manusia pasti akan menghadapi ujian dan musibah dalam hidup. Musibah bisa datang dalam berbagai bentuk, mulai dari kehilangan harta, kesulitan, sakit, hingga kematian.

Saat menghadapi musibah, hati yang tenang dan kesabaran menjadi kunci untuk tetap teguh dan berserah kepada Allah SWT. Islam mengajarkan doa dan dzikir yang membantu menghadapi ujian tersebut, salah satunya bacaan istirja’ atau bacaan innalillahiwainnailaihirojiun.


Bacaan Innalillahiwainnailaihirojiun dan Maknanya

Berikut bacaan Innalillahiwainnailaihirojiun beserta maknanya:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn(a).

Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kami akan kembali.”

Berdasarkan buku Sukses Dunia-Akhirat Dengan Doa-Doa Harian karya Mahmud Asy Syafrowi, istilah istirja’ berasal dari kata dasar raja’a yang berarti “kembali” atau berusaha untuk kembali.

Maksudnya, kita berupaya kembali kepada Allah SWT, menyerahkan diri sepenuhnya, dan mengembalikan seluruh urusan kita kepada-Nya. Segala sesuatu yang kita miliki, seperti kehidupan, kesehatan, keluarga, keturunan, jabatan, dan harta, sebenarnya hanyalah titipan dari-Nya. Suatu saat, semuanya akan diminta kembali oleh Sang Pemilik. Bahkan diri kita sendiri pun bukan sepenuhnya milik kita, karena tubuh ini akan hancur dan nyawa akan kembali kepada-Nya.

Yang menarik dalam ucapan istirja’ adalah penggunaan dhamir “na” yang berarti “kita”, bukan “ni” yang berarti “saya”. Dhamir ini menunjukkan mutakallim ma’al ghair, yakni subjek yang dimaksud tidak hanya pengucap, tetapi juga orang lain. Dengan kata lain, ungkapan ini menekankan bahwa saya, Anda, kalian semua, beserta segala yang kita miliki, sejatinya adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya.

Karena semua yang kita miliki berasal dari Allah SWT, setiap kehilangan atau pengambilan titipan-Nya disebut sebagai musibah, sekecil apa pun. Musibah tidak hanya berupa sakit atau kematian, seperti yang umumnya dipahami, tetapi mencakup segala hal yang tidak menyenangkan bagi manusia, baik besar maupun kecil. Rasulullah SAW bersabda,

“Apa yang menimpa seorang mukmin dari hal yang tidak disukainya, maka itu dinamakan musibah.” (HR Thabrani)

Oleh sebab itu, ucapan istirja’ relevan tidak hanya saat menghadapi kematian, tetapi juga dalam berbagai situasi lain, seperti ketakutan, kelaparan, kemiskinan, dan cobaan hidup lainnya.

Kapan Innalillahiwainnailaihirojiun Dibaca?

Menurut buku Fikih Basmalah (Merenda Makna, Menyelami Hukum Dan Menyusur Hikmah) karya Qosim Arsadani, bacaan istirja’ umumnya dibaca ketika seseorang terkena musibah. Musibah yang dimaksud bisa mengenai diri sendiri maupun orang lain, baik berupa kehilangan harta, kesulitan, maupun kematian.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 156,

اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

Arab latin: Allażīna iżā aṣābathum muṣībah(tun), qālū innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn(a).

Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).

Dari Ummu Salamah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Siapa saja yang terkena musibah, hendaknya membaca: ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kepada-Nya akan kembali. Wahai Allah, di sisi-Mu saya berharap dengan musibahku, maka berilah aku pahala dan gantilah untukku sebabnya dengan sesuatu yang lebih baik’.” (HR Ahmad)

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Isi Khutbah Terakhir Rasulullah, Tekankan Bahwa Setiap Muslim Bersaudara



Jakarta

Banyak pesan yang telah disampaikan Rasulullah SAW dalam khutbahnya. Salah satunya yakni menekankan bahwa setiap muslim bersaudara, pesan ini disampaikan saat khutbah terakhir Rasulullah SAW sebelum wafat.

Sebagai utusan Allah dalam menyampaikan ajaran dan menyempurnakan akidah manusia, Rasulullah SAW menyampaikan khutbah terakhirnya ketika menjalani ibadah haji. Sebelum wafat pada usia 63 tahun, Rasulullah SAW menjalani ibadah haji yang kemudian dikenal sebagai Haji Wada atau haji perpisahan.

Disampaikan di Padang Arafah

Mengutip buku Khutbah Nabi: Terlengkap dan Terpilih oleh Muhammad Khalil Khathib, dikisahkan setelah Rasulullah SAW berwukuf di Arafah dan memperlihatkan cara ibadah haji, beliau memanggil seluruh umat muslim dari atas untanya agar mereka berkumpul di sekelilingnya. Seruan beliau diulangi oleh Rabi’ah ibn Umayyah ibn Ghalaf dengan sangat keras.


Dengan tenang, di atas gunung Jabal Rahmah yang tingginya 200 kaki atau sekitar 61 meter, Rasulullah SAW duduk di atas punggung unta betina yang bernama al-Qushwa. Di atas punggung unta ini Rasullullah SAW menyampaikan pidatonya yang dikenal dengan Khutbah al-Wada’. Dinamakan demikian karena pidato tersebut merupakan pidatonya yang terakhir atau perpisahan.

Saat itu beliau menyampaikan apa yang diketahuinya pada kurang lebih 140.000 kaum muslim di Padang Arafah. Khutbah ini disampaikan pada tanggal 9 Zulhijah tahun 10 Kalender Hijriyah atau bertepatan 6 Maret 632 Masehi. Di uranah lembah Gunung Arafah.

Dalam sebuah riwayat dari Abdurrahman ibn Mu’adz al-Taimi, ia berkata, “Rasulullah SAW menyampaikan pidato kepada kami di Mina, pendengaran kami seakan dibuka sehingga kami mendengarkan apapun yang beliau katakan, padahal kami masih berada di dalam rumah.”

Isi Khutbah Terakhir Rasulullah

Apabila dikompilasi, khutbah Rasulullah berkaitan dengan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah, persaudaraan sesama muslim, penghapusan riba, larangan menzalimi, penghapusan dosa-dosa masa lalu, relasi suami istri, relasi antarmanusia, pegangan atau sumber utama Islam berupa Al Qur’an dan sunnah, juga tentang warisan.

Pesan khutbah terakhir Rasulullah SAW diriwayatkan Jarir RA:

“Sungguh Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda padanya, pada Haji Wada’ (Haji perpisahan/haji Nabi SAW yang terakhir). Simaklah dengan baik wahai orang-orang, lalu beliau bersabda: “Jangan kalian kembali kepada kekufuran setelah aku wafat, saling bunuh dan memerangi satu sama lain,” (Shahih Bukhari).

Setelah memuji dan bersyukur kepada Allah SWT, Rasulullah SAW kemudian mengatakan:

“Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan. Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengar teliti kata-kata ku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini,”

“Wahai manusia sebagaimana kamu menganggap bulan ini, dan kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah yang suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak, janganlah kamu sakiti siapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu pula. Ingatlah sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu, dan Dia pasti akan membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba, oleh itu segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang,”

“Berwaspadalah terhadap Syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya tidak mengikuti dalam perkara-perkara kecil,”

“Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai hak di atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu, maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang. Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik dan berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina,”

“Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kata ku ini, sembahlah Allah dirikanlah sembahyang lima kali sehari, berpuasalah di bulan Ramadhan dan tunaikan zakat dan harta kekayaan kamu. Kerjakanlah ‘ibadah haji’ sekiranya kamu mampu. Ketahuilah setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama, tidak seorang pun lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan beramal saleh,”

“Ingatlah, bahwa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan di atas apa yang telah kamu kerjakan. Oleh itu, awaslah agar jangan sekali-kali kamu terluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku,”

“Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi dan Rasul yang akan datang selepas ku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kata ku yang telah aku sampaikan kepada kamu,

“Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al Qur’an dan sunnahku,”

Bukti Cinta Rasulullah Pada Umatnya

Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummu Salamah, di hari-hari sakitnya, Nabi Muhammad berwasiat tentang sholat dan menjaga budak. Menurutnya, beliau terus-terusan mengucapkan hal ini hingga lisannya tidak lagi fasih.

Dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif dijelaskan bahwa Beliau juga sering sekali menyebut umatnya. Beliau mengkhawatirkan azab bagi umatnya, yang menjadikannya terus menangis.

Bahkan, dalam riwayat Imam Muslim, Jabir bin Abdullah al-Anshari menyatakan dirinya mendengar Nabi Muhammad menyampaikan tiga pesan, yakni tiga hari sebelum wafatnya.

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم قبل موته بثلاثة أيام، يقول: «لا يَمُوتَنَّ أحدُكم إلا وهو يُحسنُ الظَّنَّ بالله عز وجل

Artinya: Janganlah seseorang dari kalian meninggal dunia kecuali berbaik sangka pada Allah. (HR Muslim, dan lain-lain).

Itulah beberapa wasiat terakhir seorang pemimpin agung yang begitu mencintai umatnya dengan tulus. Dalam khutbah terakhir Rasulullah, beliau mencoba menyampaikan, menegaskan, sekaligus mengingatkan umatnya akan tantangan zaman selepas ditinggalkan olehnya. Seluruh pikiran, waktu, dan tenaganya tercurah untuk umatnya. Bahkan hingga hembusan nafas terakhirnya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Cara agar Jodoh di Dunia dan Akhirat



Jakarta

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih pasangan agar menjadi jodoh di dunia dan akhirat. Habib Ja’far membagikan tips untuk mendapatkannya.

Menurut Habib Ja’far, jodoh akan membuat kehidupan menjadi sakinah, yakni merasakan kedamaian, kebahagiaan, ketenangan, dan lain sebagainya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Ar Rum ayat 21,

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ


Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Melalui jodoh, kata Habib Ja’far, seseorang menjadi relatif sempurna karena baik laki-laki maupun perempuan keduanya saling melengkapi.

“Dengan jodoh ia menjadi relatif sempurna karena lelaki dan perempuan itu adalah semacam dua sosok yang saling melengkapi. Perempuan itu mewakili sifat feminim atau jamaliyahnya Allah dan laki-laki itu mewakili sifat maskulin atau jalaliahnya Allah,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Minggu (9/4/2023).

“Karenanya ketika mereka saling melengkapi maka itu akan menjadi jalan yang begitu lapang dan begitu cepat menuju Allah,” imbuhnya.

Jodoh di dunia bisa saja menjadi jodoh kelak di akhirat. Habib Ja’far mencontohkan suatu kisah dari salah satu istri Rasulullah SAW, Ummu Salamah.

Ummu Salamah merupakan seorang janda yang ditinggal mati suaminya. Untuk mengangkat derajatnya, Rasulullah SAW pun menikahinya.

Pada suatu ketika, Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW perkara jodoh di akhirat. “Nabi, kelak di akhirat, saya ini akan berjodoh dengan suami saya yang lalu atau denganmu yang merupakan suamiku saat ini?” tanya Ummu Salamah.

Kemudian, Rasulullah SAW menjawab, “Kamu akan berjodoh di akhirat dengan yang terbaik akhlaknya.”

Dari kisah tersebut, terang Habib Ja’far, ada dua hal yang bisa kita petik. Pertama, tentang kerendahan hati Rasulullah SAW. Beliau adalah orang yang terbaik akhlaknya, namun tidak secara langsung mengatakan bahwa jodoh Ummu Salamah kelak di akhirat adalah beliau.

Kedua, kata Habib Ja’far, agar pasangan kita di dunia kelak menjadi jodoh di akhirat, maka sebaiknya kita memilih pasangan yang baik akhlaknya.

Lantas, bagaimana cara mengupayakan agar jodoh kita di dunia kelak juga menjadi jodoh kita di akhirat? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Cara agar Jodoh di Dunia dan Akhirat tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Adab dan Doa ketika Memejamkan Mata Jenazah



Jakarta

Salah satu sunnah terhadap orang yang baru meninggal dunia adalah memejamkan matanya. Rasulullah SAW telah mencontohkan adab dan doa ketika memejamkan mata jenazah.

Anjuran memejamkan mata jenazah ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Syaddad bin Aus sebagaimana dinukil Imam Syamsuddin Al-Qurthubi dalam Kitab At-Tadzkirah. Dikatakan, mata jenazah mengikuti perginya roh.

Rasulullah SAW bersabda,


“Apabila kamu menghadiri orang yang telah meninggal dunia di antara kamu sekalian, maka pejamkanlah matanya, karena sesungguhnya mata itu mengikuti (perginya) roh. Dan berkatalah yang baik-baik, karena para malaikat mengamini apa yang dikatakan oleh keluarga si mayit.” (HR Ibnu Majah dan dinilai hasan dalam Shahih Al-Jami’ dan Ash-Shahihah)

Menurut hadits yang diriwayatkan dari Ummul Hasan, ketika dia berada di sisi Ummu Salamah, datanglah seseorang seraya berkata, “Fulan sedang menghadapi maut.” Ummu Salamah menyeru, “Berangkatlah, jika dia telah meninggal, maka ucapkanlah:

اَلسَّلَامُ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Assalaamu ‘alal mursaliin, wal hamdulillaahi rabbil ‘alamiin

Artinya: “Salam sejahtera atas pada utusan Allah, dan segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”

Doa memejamkan mata jenazah turut ditakhrij Al-Kharaithi dari sebuah hadits Sufyan Ats-Tsauri, dari Sulaiman At-Taimi, dari Bakr bin Abdullah Al-Muzanni, dia berkata, “Apabila kamu memejamkan mata orang mati, maka ucapkan,

بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Bismillahi wa ‘ala millati rasulillahi shallallahu alaihi wasallam

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, dan (aku melakukan ini) menuruti tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.”

Sesudah itu bacalah tasbih.

Kemudian, Sufyan membacakan firman Allah SWT, “Dan para malaikat bertasbih serta memuji Tuhan mereka.” (QS Asy-Syura: 5)

Imam Syamsuddin Al-Qurthubi menjelaskan lebih lanjut dalam kitabnya, menurut Abu Dawud, memejamkan mata orang mati itu dilakukan setelah rohnya benar-benar telah keluar.

“Saya telah mendengar Muhammad bin Ahmad Al-Muqri, dia berkata, Saya telah mendengar Abu Maisarah–seorang ahli ibadah–berkata, Aku telah memejamkan mata Fa’far Al-Mu’allim. Dia adalah orang yang tetap berakal saat menghadapi kematiannya. Maka saya bertemu dengannya dalam mimpiku, di mana dia berkata, ‘Hal terberat yang saya rasakan ialah, kamu memejamkan mataku sebelum aku benar-benar mati,'” tulis Imam Syamsuddin Al-Qurthubi.

Selain memejamkan mata, dianjurkan juga mendoakan jenazah dengan perkataan yang baik. Salah satu doa sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW adalah sebagai berikut,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَةً

Allahummaghfirli wa la hu (ha) wa’qibni min hu (ha) ‘uqbaa hasanah

Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan berilah aku ganti yang lebih baik darinya.”

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Allahumma Inni As Aluka ‘Ilman Naafi’an: Arti dan Keutamaannya


Jakarta

Dalam Islam terdapat suatu bacaan doa yang berlafazkan “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…”. Tahukah detikers, doa ini punya keutamaan yang luar biasa?

Dilansir kitab Fiqh As-Sunnah li An-Nisa, Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim menyebutkan bacaan ‘Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…’ merupakan salah satu doa yang bisa dibaca dalam susunan doa setelah sholat.

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar mengungkap bahwa doa tersebut kerap dibaca Nabi SAW sesudah sholat, tepatnya setelah sholat Subuh.


Beliau SAW mengucapkan doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…” setelah sholat Subuh lantaran sesudah Subuh menjelang pagi adalah waktu berdoa dan berdzikir yang paling mulia di siang hari.

Selain itu, momen setelah sholat juga merupakan waktu mustajab berdoa. Sehingga doa yang diucapkan sesudah sholat akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Sebagaimana sabda Rasul SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan sahabat Abu Umamah RA. Ia berkata bahwa Nabi SAW ditanya oleh seseorang, ‘Ya Rasulullah, doa apakah yang paling didengar?’ Beliau SAW menjawab, “Doa pada malam terakhir (sebelum Subuh) dan pada akhir sholat-sholat wajib.” (HR Tirmidzi)

Doa Allahumma Inni As Aluka ‘Ilman Naafi’an: Tulisan Arab, Latin, dan Artinya

Berikut tulisan Arab, latin, dan arti dari bacaan doa setelah sholat Subuh ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Latin: Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amal yang diterima.”

(Doa ini diriwayatkan Ahmad [6/294], Ibnu Majah [925], Ibnu Sinni [108], dan Nasa’i [102] dari Ummu Salamah. Di mana dikatakan bahwa Nabi SAW mengucapkan doa tersebut sesudah sholat Subuh.)

Keutamaan Doa Allahumma Inni As Aluka ‘Ilman Naafi’an

Masih dikutip dari kitab Al-Adzkar, doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…” yang diucapkan Rasul SAW punya keistimewaan besar. Keutamaannya terletak pada waktu dibacakannya doa tersebut, yakni sesudah sholat Subuh sampai terbitnya matahari.

Anas bin Malik RA mengatakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Barang siapa sholat Subuh berjamaah, kemudian duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lalu ia sholat dua rakaat, maka hal itu sama pahalanya dengan pahala sekali haji dan sekali umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR Tirmidzi [586])

Demikian bacaan doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…” beserta keutamaannya. Jangan lupa mengamalkan doa tersebut setelah sholat Subuh ya, detikers.

(fds/fds)



Sumber : www.detik.com

Bismillahi Tawakkaltu Doa Apa? Ini Artinya


Jakarta

Sebagai seorang Muslim, kita sebaiknya senantiasa memanjatkan doa sebelum menjalani berbagai aktivitas sehari-hari, mulai dari sebelum makan, bercermin, tidur, hingga saat keluar rumah dan hendak bepergian.

Salah satu keutamaan membaca doa adalah untuk memohon perlindungan dari Allah SWT, agar setiap langkah yang kita ambil selalu dalam naungan-Nya. Dengan berdoa, kita juga berkesempatan menambah pahala yang menjadi bekal akhirat.

Di antara banyak doa yang diajarkan, salah satunya adalah doa keluar rumah yang berbunyi bismillahi tawakkaltu alallah. Doa ini dapat dibaca ketika hendak bepergian dengan harapan mendapat perlindungan dan keberkahan dari Allah SWT.


Lantas, bagaimana bacaan lengkap doa bismillahi tawakkaltu dan apa arti dan keutamaan dari doa ini bagi kehidupan sehari-hari?

Doa Keluar Rumah Lengkap

Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW mengajarkan bahwa ketika seorang Muslim keluar dari rumahnya hendaklah membaca doa. Mengutip buku Kumpulan Do’a Sehari-Hari yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, berikut doa keluar rumah lengkap dalam tulisan Arab, latin, dan artinya:

بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ الا بالله

Arab Latin: “Bismillaahi tawakkaltu ‘alallaahi laa haula walaa quwwata illaa billaah(i)”

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah aku bertawakal kepada Allah tiada daya untuk memperoleh manfaat dan tiada pula kuasa untuk menolak mudarat melainkan dengan pertolongan Allah saja”. (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Nabi Muhammad Berdoa saat Hendak Keluar Rumah

Nabi Muhammad SAW selalu berdoa saat hendak keluar rumah untuk memohon perlindungan dan petunjuk dari Allah SWT dalam setiap langkah yang diambil.

Dikutip dari buku 444 Doa Rasulullah SAW karya Samir Mahmud al-Hushni, Ummu Salamah RA menyampaikan bahwa Rasulullah SAW senantiasa membaca doa ketika hendak keluar rumah.

ومَا خَرَجَ النَّبِيُّ مِنْ بَيْنِي قَطُّ إِلا رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ اللَّهُمْ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أَضَلَّ أَوْ أَزِلٌ أَوْ أَزَلْ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أَظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيْ

Artinya: “Setiap kali Rasulullah SAW keluar dari rumahku, beliau selalu memandang ke arah langit dan berdoa, ‘Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kesesatan dan menyesatkan orang lain, dari berbuat dosa atau mengajak orang lain berbuat dosa, dari melakukan kezaliman atau dianiaya orang lain, dari menyakiti atau disakiti oleh orang lain.'” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Matan dari Abu Dawud)

Dalam riwayat lain, ath-Thabrani meriwayatkan dari Khashifah RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ketika salah seorang dari kalian keluar dari rumahnya, bacalah, ‘Dengan nama Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin-Nya. Allah berkehendak apa yang Dia kehendaki. Aku bertawakal kepada Allah, karena cukuplah bagiku hanya Dia (sebagai Pelindung dan Sandaran), dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung.”

Keutamaan Membaca Doa saat Keluar Rumah

Menukil buku 200 Amal Saleh Berpahala Dahsyat karya Abdillah F. Hasan, dijelaskan bahwa salah satu keutamaan membaca doa ketika keluar rumah adalah agar kita senantiasa mendapatkan perlindungan, kecukupan, petunjuk, serta penjagaan dari Allah SWT.

Menurut riwayat yang disampaikan oleh Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW bersabda,

“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan, ‘Bismillahi tawakkaltu ‘alallaahi, laa haula wa laa quwwata illa billah’ (Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah), maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapatkan petunjuk, telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lain berkata kepadanya, ‘Bagaimana (engkau akan menggoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan?”” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Hadits ini menjelaskan bahwa ketika seseorang keluar dari rumahnya dan membaca doa Bismillahi tawakkaltu ‘alallaahi, laa haula wa laa quwwata illa billah, ia akan mendapatkan petunjuk, kecukupan, dan perlindungan dari Allah SWT.

Pada saat itu, setan tidak akan mampu mengganggu atau menggodanya karena orang tersebut telah berada dalam penjagaan Allah. Setan yang lain bahkan mengakui bahwa menggoda seseorang yang sudah mendapatkan petunjuk dan perlindungan adalah hal yang sia-sia.

Hadits ini menegaskan pentingnya memohon perlindungan dan pertolongan Allah sebelum memulai aktivitas di luar rumah. Dengan membaca doa ini, seseorang tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga dijaga dari gangguan setan.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Allahumma Inni As Aluka ‘Ilman Naafi’an: Arab, Latin dan Artinya


Jakarta

Ada banyak doa yang bisa diamalkan oleh umat muslim. Salah satu doa tersebut berlafazkan “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan” yang ternyata memiliki sejumlah keutamaan.

Mengutip Kitab Fiqh As-Sunnah li An-Nisa, Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim mengatakan bacaan “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…” merupakan salah satu toda yang dapat dibaca dalam susunan doa setelah salat.

Dalam kitab Al-Adzkar, Imam Nawawi mengungkap bahwa doa tersebut sering dibaca Rasulullah SAW setelah salat, tepatnya setelah melaksanakan salat Subuh.


Ingin tahu arti doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan” serta keutamaan membacanya? Simak pembahasannya dalam artikel ini.

Doa Allahumma Inni As Aluka ‘Ilman Naafi’an: Arab, Latin, dan Artinya

Mengutip arsip pemberitaan detikHikmah, berikut bacaan doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan” lengkap dengan tulisan Arab, Latin, dan artinya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Latin: Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amal yang diterima.”

Doa ini diriwayatkan oleh Ahmad Ahmad [6/294], Ibnu Majah [925], Ibnu Sinni [108], dan Nasa’i [102] dari Ummu Salamah. Dikatakan bahwa Rasulullah SAW mengucapkan doa tersebut sesudah salat Subuh.

Alasan Rasulullah SAW Membaca Doa Allahumma Inni As Aluka ‘Ilman Naafi’an usai Salat Subuh

Nabi Muhammad SAW membaca doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…” setelah menunaikan salat Subuh karena sesudah Subuh hingga menjelang pagi adalah waktu berdoa dan berdzikir yang paling mulia.

Selain itu, momen setelah salat juga merupakan waktu mustajab untuk berdoa, sehingga doa-doa yang dipanjatkan insya Allah akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan sahabat Abu Umamah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh seseorang, “Ya Rasulullah, doa apakah yang paling didengar? Beliau kemudian menjawab, ‘Doa pada malam terakhir (sebelum Subuh) dan pada akhir-akhir sholat wajib’.” (HR Tirmidzi)

Keutamaan Membaca Doa Allahumma Inni As Aluka ‘Ilman Naafi’an

Sama seperti doa-doa lainnya, ada sejumlah keutamaan dari membaca doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an…” yang bisa diamalkan umat muslim. Masih mengutip kitab Al-Adzkar, doa yang diucapkan Rasulullah SAW itu punya keistimewaan besar.

Salah satu keutamaannya terletak pada waktu dibacakannya doa tersebut, yakni setelah salat Subuh sampai terbitnya matahari. Anas bin Malik RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Barang siapa sholat Subuh berjamaah, kemudian duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lalu ia sholat dua rakaat, maka hal itu sama pahalanya dengan pahala sekali haji dan sekali umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR Tirmidzi [586])

Demikian bacaan doa “Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan” yang bisa diamalkan setiap hari setelah salat Subuh.

(ilf/fds)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Sayyidah Aisyah pada 17 Ramadan



Jakarta

Tepat hari ini, 17 Ramadan 58 H silam, Sayyidah Aisyah RA menghembuskan napas terakhirnya. Ummul Mukminin wafat setelah salat Witir.

Sayyidah Aisyah RA adalah istri ketiga dan merupakan istri kesayangan Rasulullah SAW. Satu hal yang membuat Rasulullah SAW sangat mencintai dan menyayangi Sayyidah Aisyah RA adalah kecerdasan dan keleluasaan wawasannya.

Semasa hidupnya Sayyidah Aisyah RA memiliki akhlak yang sangat baik, hingga menjelang wafatnya Sayyidah Aisyah RA juga menunjukkan sifat rendah hatinya.


Dalam buku The Way of Muslimah karya Nurfaisya dikatakan, kecerdasan yang dimiliki oleh istri yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW itu sudah terlihat sejak dia masih kecil.

Sayyidah Aisyah RA mampu mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya, termasuk hadis-hadis yang didengarnya dari Rasulullah SAW.

Dia mampu memahami, meriwayatkan, menarik kesimpulan, serta memberikan penjelasan detail hukum fiqih yang terkandung di dalam hadits. Sayyidah Asiyah RA juga sering menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang dialaminya pada masa kecil.

Selain itu, Sayyidah Aisyah RA mampu mengingat dan memahami rahasia-rahasia hijrah secara terperinci hingga bagian-bagian terkecilnya.

Wafatnya Sayyidah Aisyah pada Malam 17 Ramadan

Merangkum dari buku Agungnya Taman Cinta sang Rasul karya Ustadzah Azizah Hefni dan buku Aisyah Ummul Mukminin, Keanggunan Sejati karya Sulaiman an-Nadawi, menjelang wafatnya Sayyidah Aisyah RA berkeinginan untuk menjadi hamba Allah SWT yang biasa dan tak dikenang. Ia bahkan merasa malu jika dimakamkan di dekat Rasulullah SAW.

Sayyidah Aisyah RA tidak menghendaki hal tersebut dan berpesan agar kelak jika wafat, ia dikubur bersama dengan para sahabat lainnya di Baqi’.

Sayyidah Aisyah RA berwasiat supaya beliau dikebumikan pada waktu malam. Imam Muhammad meriwayatkan dalam Kitab al-Muwatta’ yang Aisyah pernah ditanya mengapa beliau tidak mau dikebumikan di sisi Nabi Muhammad SAW? Aisyah RA menjawab, “Jika saya dikuburkan bersama mereka, saya adalah satu-satunya orang yang pernah melakukan amalan buruk yang dikuburkan di sana.”

Aisyah meninggal dunia pada malam 17 Ramadan tahun 58 Hijriah setelah salat Witir. Utsman bin Abu Atiq berkata bahwa, “Saya melihat perempuan berkumpul di Baqi’ pada malam Sayyidah Aisyah RA meninggal dunia seolah-olah itu malam Raya.” Kisah ini diambil dari Kitab ath-Thabbaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad.

Pada malam itu pula, Ummu Salamah mendengar bunyi hiruk pikuk seperti orang bergaduh. Beliau menyuruh pembantunya melihat apakah yang sudah terjadi. Tidak lama kemudian, pembantunya pulang dan menyampaikan berita bahwa Sayyidah Aisyah RA sudah meninggal dunia.

Ummu Salamah berkata, “Demi Zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, Aisyah adalah orang yang paling dicintai pesuruh Allah SWT setelah ayahnya (Abu Bakar). Hakim mencatatkan kisah ini.

Sewaktu Sayyidah Aisyah RA meninggal dunia, Abu Hurairah RA merupakan gubernur sementara di Kota Madinah. Beliau menjadi imam sembahyang jenazah. Setelah selesai Aisyah dikebumikan di Baqi’ yang menurunkan jenazah Aisyah ke dalam kubur adalah Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Bakar, Abdullah bin Atiq, Urwah bin Zubair, dan Abdullah bin Zubair.

Pada saat itu pula, Madinah seolah-olah sedang dilanda kiamat pada malam itu, mereka sedang tenggelam pada masa-masa kesedihannya. Cahaya yang terang-benderang menyinari kota Madinah sudah padam untuk selama-lamanya.

Masruq, salah seorang pemimpin tabiin berkata, “Jika bukan karena takut timbulnya masalah, tentu saya sudah dirikan tempat berkabung untuk Aisyah, Ummul Mukminin.”

Sementara itu, ada pendapat lain sebagaimana diceritakan dalam buku Aisyah Ummul Mu’Minin, Ayyamuha Wa Siratuha Al-Kamilah karya Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, Sayyidah Aisyah RA wafat pada malam Selasa, 17 Ramadan. Salah satu ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Ibnu Katsir.

Sayyidah Aisyah RA wafat pada usia 66 tahun.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com