Tag Archives: usia

5 Perubahan yang Terjadi Pada Mr P Seiring Bertambahnya Usia

Jakarta

Seiring pertambahan usia, tubuh manusia akan mulai mengalami perubahan. Pada pria, perubahan juga terjadi pada Mr P alias penis.

Penis dapat mengalami berbagai macam perubahan, mulai dari ukuran, bentuk, hingga kemampuan ereksi. Terkadang, risiko penis mengalami masalah kesehatan tertentu pun meningkat seiring bertambahnya usia.

Lantas, apa saja perubahan yang bisa terjadi pada penis seiring pertambahan usia? Dikutip dari Livestrong, berikut penjelasannya.


1. Ereksi Berkurang

Profesor urologi dari Loyola Medicine di Chicago, Denise Asafu-Adjei, MD mengatakan pertambahan usia bisa memengaruhi kemampuan penis untuk ereksi. Ini disebabkan oleh perubahan pada jaringan yang membuat penis bisa ereksi.

“Ketika kita masih muda, jaringan penis ada pada bentuk terbaiknya, elastis serta dapat menghasilkan ereksi yang keras dan utuh,” ujarnya.

Selain faktor usia, penurunan fungsi ereksi juga dapat dipengaruhi oleh gaya hidup. Karenanya, menerapkan gaya hidup sehat, seperti menjaga pola makan dan rutin berolahraga, dapat membantu mempertahankan fungsi ereksi meski sudah memasuki usia lanjut.

2. Penis Jadi Kurang Sensitif

Pertambahan usia juga bisa memengaruhi sensitivitas penis terhadap rangsangan seksual. Inilah penyebab pria yang sudah tua membutuhkan waktu lebih lama agar bisa terangsang saat bercinta.

Risikonya akan semakin bertambah ketika seorang pria mengidap kondisi kronis, seperti diabetes tipe 2. Diabetes dapat memengaruhi saraf dan pembuluh darah di seluruh tubuh, termasuk yang ada di penis.

Kabar baiknya, pria sehat memiliki risiko yang lebih kecil mengalami masalah ini. Jadi, penurunan sensitivitas bukanlah perubahan mutlak yang bakal terjadi pada setiap pria seiring pertambahan usia.

3. Ukuran Penis Mengecil

Asafu-Adjei menjelaskan ada beberapa hal yang bisa menyebabkan ukuran penis menyusut seiring pertambahan usia. Pertama, jaringan penis mulai kehilangan elastisitasnya.

Kedua, kelebihan berat badan. Asafu-Adjei mengatakan lemak yang menumpuk di perut dapat ‘mengubur’ penis dan membuatnya tampak lebih kecil. Karenanya, mengurangi lemak visceral bisa saja membuat penis tampak lebih panjang atau besar.

“Saya melihat peningkatan yang baik dalam cara orang-orang memandang diri dan tampilan penis mereka hanya dengan memangkas lemak perut,” katanya.

4. Penis Melengkung

Penis pria mengalami banyak hal selama bertahun-tahun. Terkadang, itu dapat menyebabkan perubahan bentuk penis.

Kondisi ini disebut juga sebagai penyakit Peyronie, yaitu kondisi penis melengkung yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan parut di bawah kulit penis.

Penyakit terbilang cukup jarang, hanya menyerang 1 dari 10 orang pria. Namun, risikonya dapat meningkat seiring pertambahan usia.

“Hal ini disebabkan oleh cedera pada penis, termasuk posisi seksual tertentu,” ujar Asafu-Adjei.

5. Risiko Disfungsi Ereksi Meningkat

Disfungsi ereksi adalah kondisi ketika penis kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi.

Usia menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko disfungsi ereksi. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Translational Andrology and Urology pada 2017 menemukan saat pria berusia 40-an, risiko terkena disfungsi ereksi adalah 40 persen, dan akan terus meningkat sebesar 10 persen per dekade.

Sebagian dari peningkatan itu disebabkan oleh meningkatnya risiko kondisi yang dapat memengaruhi fungsi ereksi, seperti diabetes, penyakit jantung, kolesterol, dan tekanan darah tinggi. Tak hanya itu, penurunan kadar testosteron yang terjadi seiring pertambahan usia juga berkontribusi memengaruhi dorongan seks dan kemampuan ereksi.

(ath/kna)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Seberapa Sering Pria Harus Keluarkan Sperma dalam Seminggu?


Jakarta

Ejakulasi sering menjadi topik yang dibicarakan seputar kesehatan seksual pria. Salah satu yang kerap menjadi pertanyaan apakah ada kaitan frekuensi ejakulasi dengan kesehatan pria.

Adakah batasan dalam seminggu, seberapa sering pria harus mengeluarkan sperma? Penelitian menunjukkan ejakulasi tidak hanya memberikan kepuasan seksual, tetapi juga memiliki dampak positif bagi kesehatan.

Dikutip dari laman Men’s Health, pria umumnya ejakulasi 21 kali dalam sebulan. Dalam studi yang diterbitkan di jurnal European Urology, lebih dari 31.000 pria terlibat dalam penelitian yang meminta mereka melaporkan frekuensi ejakulasi mereka.


Hasilnya, pria yang ejakulasi lebih sering memiliki risiko lebih rendah terkena kanker prostat, bahkan hingga sepertiga lebih kecil.

Penulis penelitian ini menyatakan bahwa mereka mengevaluasi hubungan antara frekuensi ejakulasi di usia dewasa dan khusus pada tren kanker prostat di Amerika Serikat. Meskipun tidak ada pedoman medis yang spesifik mengenai berapa kali pria harus berejakulasi, studi ini menekankan bahwa aktivitas seksual yang lebih sering, termasuk ejakulasi, dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan.

Secara umum, ejakulasi yang sering dianggap aman, dan tidak ada jumlah pasti yang direkomendasikan.

Dikutip dari laman Medical NewsToday, menunda ejakulasi malah berpotensi menyebabkan ketidaknyamanan akibat penumpukan air mani di prostat dan vesikula seminalis.

Berikut sederet manfaat dari ejakulasi:

  • Menurunkan tingkat stres melalui pengaruh pada hormon kortisol.
  • Meredakan rasa sakit melalui pelepasan hormon tertentu.
  • Meningkatkan kesehatan jantung.
  • Menurunkan tekanan darah melalui aktivitas fisik.
  • Memperkuat sistem kekebalan tubuh dengan meningkatkan produksi antibodi.
  • Meningkatkan kualitas tidur dengan melepaskan hormon prolaktin dan memperkuat hubungan intim dengan pasangan.

Secara keseluruhan, meskipun tidak ada rekomendasi medis yang jelas tentang seberapa sering seorang pria harus berejakulasi, menjaga frekuensi yang sehat dapat memberikan berbagai manfaat penting. Ini tidak hanya membantu mengurangi risiko kanker prostat, tetapi juga berdampak positif pada kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan.

(naf/naf)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

7 Tanda Testosteron Rendah, Bikin Gairah Bercinta ‘Ngedrop’

Jakarta

Testosteron adalah salah satu hormon yang punya peran besar bagi kehidupan seksual pria. Salah satu fungsi utama testosteron adalah mengatur libido atau gairah seks.

Meski demikian, testosteron juga memiliki sejumlah fungsi lain. Di antaranya:

  • Pubertas
  • Perkembangan organ seksual pria
  • Kekuatan tulang
  • Pertumbuhan otot
  • Produksi sel darah merah
  • Energi dan suasana hati

Seiring bertambahnya usia, kadar testosteron bisa menurun. Gejala testosteron rendah ini kerap tidak dirasakan karena terjadi secara bertahap.


Kendati demikian, beberapa orang bisa saja merasakan gejala, terutama jika mereka memiliki kondisi medis atau menjalani pengobatan tertentu yang menyebabkan terjadinya penurunan testosteron.

Dikutip dari GoodRx, berikut tanda testosteron rendah yang perlu diwaspadai:

1. Rambut rontok

Rambut rontok, baik di kepala maupun bagian tubuh lain, dapat menjadi salah satu tanda testosteron rendah. Sebab, testosteron membantu menjaga rambut di kepala, wajah, dan bagian tubuh lainnya.

Jadi jika rambut tiba-tiba menipis atau rontok, itu bisa jadi pertanda kadar testosteron dalam tubuh sedang rendah.

2.⁠ ⁠Libido rendah

Testosteron menciptakan gairah seks yang sehat pada pria. Jika menyadari libido mulai menurun tanpa sebab yang jelas (seperti stres, kejadian traumatis, atau kurang tidur), berkonsultasilah dengan dokter untuk memastikan apakah hal tersebut disebabkan oleh testosteron rendah atau tidak.

3.⁠ ⁠Disfungsi ereksi

Disfungsi ereksi merupakan salah satu gejala klasik dari testosteron rendah. Disfungsi ereksi juga kerap disertai penurunan gairah seks. Jika gairah seks menurun, mencapai dan mempertahankan ereksi pun akan semakin sulit.

Perlu diingat, disfungsi ereksi juga bisa disebabkan oleh masalah kesehatan lain. Karenanya, periksakan diri ke dokter untuk mendapat diagnosis dan penanganan yang pasti.

4.⁠ ⁠Infertilitas

Testosteron rendah juga dapat menyebabkan infertilitas . Hal ini karena testosteron merupakan salah satu hormon utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan sperma. Alhasil, jumlah sperma akan menurun sehingga memengaruhi tingkat kesuburan.

5.⁠ ⁠Tulang keropos

Tubuh akan mengubah sebagian testosteron menjadi estrogen untuk membantu melindungi tulang. Namun jika kadar testosteronnya rendah, tubuh tidak akan melakukan proses tersebut, sehingga menyebabkan tulang menjadi lemah dan lebih mudah patah.

6.⁠ ⁠Massa otot berkurang

Testosteron adalah hormon yang paling penting untuk pertumbuhan otot. Jika kadar testosteron rendah, otot tubuh pun akan ikut menyusut.

7.⁠ ⁠Mudah tersinggung

Pria dengan kadar testosteron rendah cenderung rentan mengalami stres dan iritabilitas. Mereka juga sering mengalami perubahan suasana hati alias ‘mood swings’.

Sebaiknya periksakan diri ke dokter jika mengalami perubahan suasana hati yang mendadak dan tanpa alasan jelas.

(ath/kna)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Tak Perlu Setiap Hari, Segini Frekuensi Bercinta Ideal buat Pasutri


Jakarta

Dalam menjalani hubungan jangka panjang, setiap pasangan tentu menginginkan hubungan yang harmonis. Namun, di tengah rutinitas dan kesibukan sehari-hari, menjaga keintiman bisa menjadi tantangan tersendiri.

Sering muncul pertanyaan, “Berapa kali idealnya pasangan berhubungan seks untuk tetap mempertahankan keharmonisan?” Meskipun setiap pasangan memiliki dinamika yang berbeda, para terapis seks memberikan pandangan beragam mengenai frekuensi ideal hubungan seksual.

Dikutip dari Healthline, rata-rata, jumlah hubungan seksual bisa bervariasi dari satu kali seminggu hingga satu kali sebulan. Ian Kerner, PhD, berpendapat bahwa tidak ada jawaban pasti karena setiap pasangan memiliki dinamika yang berbeda.


Jika pasangan berhenti berhubungan seks, hubungan mereka dapat menjadi rentan terhadap masalah seperti kemarahan, jarak emosional, perselingkuhan, bahkan perceraian. Banyak faktor yang memengaruhi frekuensi hubungan seks, termasuk usia, gaya hidup, kesehatan, libido, dan kualitas hubungan itu sendiri.

Meskipun tidak ada patokan pasti, beberapa terapis menyarankan pasangan untuk mencoba berhubungan seks setidaknya sekali seminggu. David Schnarch, PhD, melalui penelitian terhadap lebih dari 20.000 pasangan, menemukan bahwa hanya 26 persen pasangan yang berhubungan seks seminggu sekali, sementara sebagian besar melakukannya satu hingga dua kali sebulan, atau bahkan lebih jarang.

Penelitian lain yang dipublikasikan oleh The University of Chicago Press menunjukkan bahwa pasangan menikah rata-rata melakukan hubungan seks tujuh kali sebulan, atau kurang dari dua kali per minggu.

Sementara itu, studi lain melaporkan bahwa orang dewasa yang lebih tua berhubungan seks sekitar dua hingga tiga kali sebulan, sedangkan orang yang lebih muda melakukannya sekitar sekali seminggu.

Sebagian besar terapis sepakat bahwa jika frekuensi hubungan seks kurang dari 10 kali setahun, hal ini bisa menjadi tanda bahwa pernikahan tidak aktif secara seksual. Namun, hal tersebut tidak selalu menunjukkan adanya masalah besar dalam hubungan, seperti yang dijelaskan oleh David.

Meskipun seks merupakan cara mengekspresikan cinta dan hasrat, tidak adanya hubungan seksual tidak selalu berarti hubungan akan berakhir, walaupun ini tetap harus diatasi.

Perbedaan dorongan seksual antara pasangan juga bisa menjadi masalah. Al Cooper dari Pusat Perkawinan dan Seksualitas San Jose menyatakan bahwa masalah lebih sering berkaitan dengan komunikasi dan keinginan untuk berhubungan seks dibandingkan seks itu sendiri.

Dr. Gail Saltz menekankan pentingnya mencari kompromi jika dorongan seksual tidak seimbang, di mana salah satu pihak mungkin perlu menyesuaikan frekuensi.

Ian menambahkan bahwa ketika pasangan berhenti berhubungan seks, mereka bisa terjebak dalam rutinitas. Namun, begitu kembali fokus pada kehidupan seksual, keinginan untuk keintiman akan kembali dirasakan.

Langkah awal untuk meningkatkan keintiman bisa dimulai dengan hal-hal sederhana seperti berpelukan setiap hari, berolahraga untuk meningkatkan kadar testosteron, dan mengurangi gangguan seperti TV atau gadget.

(kna/kna)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Frekuensi Bercinta Ideal untuk Pasutri, Sekali Seminggu Cukup Nggak Ya?


Jakarta

Frekuensi pasangan suami istri dalam berhubungan intim bisa sangat bervariasi. Hal ini memunculkan pertanyaan, sebenarnya seberapa sering frekuensi bercinta yang ‘sehat’ untuk pasangan suami istri?

Dikutip dari Very Well Health, ada banyak sekali faktor yang dapat memengaruhi frekuensi bercinta pasutri. Beberapa di antaranya seperti usia, durasi hubungan, stres, kondisi hubungan emosional, hingga libido masing-masing individu.

Sebuah survei yang diterbitkan pada tahun 2020 menemukan bahwa rata-rata frekuensi seksual menurut kelompok umur adalah sebagai berikut:


  • Usia 18-24: Sekitar 37 persen pria dan 52 persen wanita berhubungan seks setidaknya sekali seminggu.
  • Usia 25-34: Sekitar 50 persen pria dan 50 persen wanita berhubungan seks setidaknya sekali seminggu.
  • Usia 35-44: Sekitar 50 persen pria dan 53 persen wanita berhubungan seks setidaknya sekali seminggu.

Hal tersebut menunjukkan frekuensi rata-rata kebanyakan berada di angka satu kali seminggu.

Sebuah survei lain yang dilakukan pada tahun 1989 hingga 2014 menemukan adanya penurunan terbesar dalam frekuensi seksual dapat dilihat pada orang berusia 50-an. Satu studi lain di Dublin menemukan bahwa 75 persen orang berusia 50-64 tahun masih aktif secara seksual, dibandingkan dengan 23 persen orang berusia 75 tahun ke atas.

Meskipun rata-rata melakukan hubungan intim sebanyak satu kali seminggu, tetap hal yang normal apabila pasangan berhubungan intim di bawah angka tersebut. Studi di Dublin juga mengungkapkan bahwa sebanyak 36 persen orang dewasa yang aktif secara seksual melakukan seks 1-2 kali dalam sebulan dan ‘hanya’ sebanyak 33 persen orang dewasa yang aktif secara seksual melakukan hubungan seksual sekali atau dua kali setiap minggu.

Perlu diingat oleh setiap pasangan suami istri, bahwa kehidupan seks yang baik tidak ditentukan oleh seberapa sering mereka bercinta. Melainkan ditentukan oleh kepuasan bersama, keterbukaan komunikasi, keintiman emosional, dan keseimbangan dalam memuaskan satu sama lain dengan preferensi yang berbeda.

Pada akhirnya, kehidupan seks yang sehat adalah tentang kepuasan dan kedekatan, bukan untuk mencapai target angka tertentu.

(avk/kna)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Istri Wajib Tahu, Ternyata Ini yang Bikin Paksu Ogah Bercinta


Jakarta

Hubungan intim perlu rutin dilakukan pasutri agar hubungan cinta dan kasih sayang semakin erat. Sayangnya, tidak semua kehidupan seksual pasangan suami dan istri berjalan mulus.

Terkadang suami juga tidak mau berhubungan intim. Padahal, pria umumnya punya gairah seksual yang lebih tinggi dibandingkan wanita.

Seksolog dr Haekal Anshari, M Biomed (AAM), menjelaskan bahwa pada dasarnya pria dapat dikatakan yang paling jarang mengalami gangguan fungsi seksual.


“Kita harus paham bahwa laki-laki itu memang cukup unik, karena dapat dikatakan paling jarang mengalami gangguan fungsi seksual,” tuturnya saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).

“Terlebih dia masih sehat secara fisik dan masih produktif. Beda halnya kalau dia sudah usia lanjut, mungkin sudah ada gangguan hormon, gangguan organ tubuh, dan sebagainya,” lanjut dr Haekal.

dr Haekal mengungkapkan penyebab pria merasa malas untuk melakukan hubungan seksual bisa disebabkan oleh faktor tertentu. Salah satunya mungki karena suami tidak bisa menikmati saat berhubungan intimdan sulit untuk mencapai orgasme, yang bisa jadi dipicu oleh ereksi yang tidak keras optimal atau ejakulasi dini.

“Itukan membuat dia nggak puas. Itulah penyebab kenapa dia menurun minatnya untuk melakukan hubungan seksual,” kata dr Haekal.

Tak hanya itu, dr Haekal mengatakan istri yang sering merasa kesakitan atau tak nyaman saat bercinta juga bisa memicu suami malas melakukannya. Hal ini membuat suami merasa tak mendapat kenikmatan dan membuatnya merasa takut untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya.

“Jadi memang saling berkaitan, bisa dari faktor laki-laki sendiri, maupun faktor di perempuannya. Maka dari itu, jika memang memerlukan pengobatan harus melibatkan mereka berdua,” pungkasnya.

(sao/suc)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Kapan Usia Puncak Seks Pria dan Wanita? Begini Penjelasannya


Jakarta

Seiring berjalannya waktu, setiap pasangan memiliki frekuensi bercinta yang mungkin semakin jarang. Dorongan dan kepuasan seksual seseorang dapat berubah.

Hal ini memunculkan pertanyaan terkait berapa usia puncak seksual seseorang?

Dikutip dari Medicine Net, sebenarnya, tidak ada definisi biologis pasti terkait puncak seksual, namun studi menunjukkan bahwa orang-orang dapat mengalami kepuasan seksual sepanjang masa dewasa.


Menurut buku ‘Sexual Behavior in the Human Male’ dan ‘Sexual Behavior in the Human Female,’ karya Alfred Kinsey, pria dan wanita mencapai fase puncak seksual pada usia yang berbeda.

Temuan Kinsey menunjukkan bahwa wanita cenderung mencapai puncaknya di usia 30-an, sementara pria mencapai puncaknya di usia remaja akhir.

Namun, pandangan ini telah lama dipertanyakan, karena banyak peneliti berpendapat bahwa data Kinsey belum sepenuhnya menggambarkan kenyataan.

Kinsey meminta partisipan untuk melaporkan usia saat mereka mengalami orgasme paling banyak. Pria melaporkan orgasme terbanyak pada usia 17 atau 18 tahun, sedangkan wanita cenderung lebih sering mengalami orgasme ketika berada di usia 30-an.

Meski data ini valid, angkanya mungkin tidak menunjukkan puncak biologis sebenarnya. Jumlah orgasme pada pria mungkin hanya menggambarkan seberapa sering mereka bisa mencapai orgasme, baik dengan atau tanpa pasangan.

Sementara itu, banyak wanita memerlukan pasangan yang lebih berpengalaman atau membutuhkan waktu untuk melatih komunikasi kebutuhan seksualnya sebelum bisa mencapai orgasme secara teratur.

Salah satu cara mengukur seksualitas adalah melalui kadar hormon. Hormon seks biasanya meningkat sejak masa remaja, dengan puncaknya pada usia dewasa awal.

Kadar testosteron pada pria mulai menurun sejak usia 20-an, yang bisa memengaruhi libido dan sensasi seksual. Pada wanita, penurunan hormon terbesar terjadi di masa menopause, yang dapat memengaruhi libido dan menyebabkan kekeringan pada jaringan vagina.

Menurut penelitian terbaru dari Kinsey Institute, pria berusia 25-39 tahun dan wanita berusia 20-29 tahun adalah yang paling sering berhubungan seks, meskipun tingkat frekuensi menurun seiring bertambahnya usia.

Kepuasan seksual juga cenderung meningkat seiring waktu, banyak orang merasa lebih puas dengan kehidupan seksualnya meski frekuensi hubungan seksual berkurang.

(kna/kna)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Kok Ada yang Bengkok, Bagaimana Sih Bentuk Normal Mr P? Dokter Urologi Bilang Gini


Jakarta

Bentuk dan ukuran dari penis atau ‘Mr P’ seringkali menjadi bahan pembicaraan sensitif. Pasalnya, setiap pria umumnya memiliki persepsi masing-masing terkait bagaimana seharusnya bentuk penis yang normal.

Menurut spesialis urologi Rumah Sakit Umum Pusat nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Adhitama Alam Soeroto, SpU, mengatakan bahwa selama penis tersebut memiliki lubang kencing di ujung, menurutnya ini masih normal.

“Kalau nggak di ujung (lubang kencingnya) berarti ada kelainan lokasi di saluran kencingnya,” kata dr Adhitama kepada detikcom saat ditemui di RSCM, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).


Terkait ukuran penis, dr Adhitama mengatakan bahwa panjang-pendek, atau besar kecilnya memang dipengaruhi banyak faktor.

“Kami sebenarnya ada tabelnya gitu, kayak di ukuran berapa penis itu dibilangnya ukuran normal, sesuai usia. Kadang-kadang penis itu kecil banget, tapi sebenarnya, kalau dia masuk range, ya nggak masalah,” katanya.

“Karena ukuran penis itu bervariasi, dari tiap orang, tiap ras, dan lain-lain. Jadi jangan disamakan ukuran penis orang Asia dengan orang di benua lain, tentunya tidak sama,” sambungnya.

Kalau masih di bawah 15 derajat (bengkoknya) itu sebenarnya aman

dr Adhitama Alam Soeroto, SpU – Dokter urologi

Selain itu, penis normal adalah yang tidak ‘mendelep’ atau tersembunyi di bawah kulit perut, paha, atau skrotum. Pasalnya, kondisi ini dinamakan buried penis.

dr Adhitama menambahkan bahwa setiap pria terkadang memiliki ‘penis bengkok’ saat mereka ereksi. Namun, ini masih bisa dikategorikan sebagai hal yang normal selama derajat bengkoknya masih dalam batas wajar.

“Paling sering itu bengkoknya ke arah atas. Tapi (bengkok) ke kanan atau kiri sebenarnya nggak masalah. Kalau masih di bawah 15 derajat (bengkoknya) itu sebenarnya aman,” katanya.

“Kalau bengkoknya udah di atas 30 derajat, baru kami akan menentukan apakah ini ada kelainan atau tidak,” sambungnya.

NEXT: Perlukah dikoreksi?

dr Adhitama menambahkan, selama penis tersebut bengkoknya masih masuk ke dalam derajat normal maka tidak perlu dilakukan koreksi. Pasalnya, tindakan operasi pada penis berisiko untuk menimbulkan suatu kelainan.

“Kapan kami harus operasi untuk yang bengkok itu? Itu yang kondisinya nyeri berulang saat ereksi atau non-ereksi. Kadang-kadang timbul nyeri dengan bengkok yang signifikan, itu harus operasi,” tutur dr Adhitama.

“Atau bengkok yang mungkin di atas 30 derajat atau di atas 60 derajat, itu harus kita operasi. Atau ada bengkok yang bikin nggak bisa melakukan penetrasi ke wanita, itu harus kita operasi. Kalau nggak, kehidupan seksualnya terganggu,” tutupnya.

(dpy/up)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Berapa Banyak Kalori yang Dibakar saat Bercinta? Begini Penjelasannya

Jakarta

Bercinta ternyata memiliki banyak manfaat untuk hubungan suami istri. Selain membuat hubungan menjadi lebih harmonis, bercinta juga dapat membantu membakar kalori.

Lantas, berapa banyak kalori yang terbakar ketika sedang berhubungan seks?

Dikutip dari Very Well Health, rata-rata orang membakar 3-4 kalori per menit selama bercinta dengan intensitas sedang. Namun, kalori yang dibakar selama seks tidak sama seperti latihan interval intensitas tinggi (HIIT) atau sesi angkat beban di tempat gym.


Aktivitas seksual, termasuk foreplay, berciuman, seks oral dan penetrasi, dan bentuk keintiman fisik lainnya, dapat berkontribusi pada pengeluaran kalori harian Anda.

Rata-rata Per Menit

Penelitian menunjukkan rata-rata pria membakar sekitar 4,2 kalori per menit saat berhubungan seks. Sementara pada wanita membakar 3,1 kalori per menit.

Namun, jumlah kalori yang dibakar bervariasi dari orang ke orang, tergantung pada faktor-faktor seperti intensitas dan durasi seks dan perbedaan individu dalam komposisi tubuh dan usia.

Rata-rata Per Jam

Jika diperpanjang hingga satu jam, pria dapat membakar sekitar 252 kalori saat berhubungan seks, dan wanita membakar sekitar 180 kalori.

Namun, menurut sebuah studi penelitian, pada kenyataannya hubungan seksual rata-rata berlangsung sekitar enam menit. Ini berarti seorang pria akan membakar sekitar 25 kalori selama sesi seks rata-rata, dan seorang wanita akan membakar sekitar 19 kalori.

Namun, sesi seks rata-rata dalam studi penelitian ini tidak memperhitungkan waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas foreplay, semacam berciuman, atau variabel lain seperti posisi seks.

Jika pasutri sangat aktif saat berhubungan seks dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk foreplay, aktivitas seksual akan cenderung berlangsung lebih lama. Hal ini yang dapat membakar lebih banyak kalori.

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan kalori yang dibakar saat bercinta. Berikut penjelasannya:

Posisi

Posisi seks yang membutuhkan lebih banyak tenaga akan membakar lebih banyak kalori. Posisi seks di mana saat berada di atas membutuhkan lebih banyak gerakan tubuh, tenaga, dan usaha berkelanjutan dan secara alami akan membakar lebih banyak kalori.

Begitu juga saat berganti posisi selama berhubungan seks, dapat membuat tubuh terus bergerak dan dapat berkontribusi pada pembakaran kalori yang lebih tinggi.

Kecepatan

Intensitas gerakan juga berperan dalam berapa banyak kalori yang dibakar saat berhubungan seks. Sesi yang lambat dan sensual akan membakar lebih sedikit kalori daripada sesi yang lebih bersemangat.

Durasi

Seperti halnya aktivitas fisik lainnya, semakin lama melakukan aktivitas seksual, semakin banyak kalori yang dibakar. Cobalah luangkan waktu dengan foreplay untuk memperpanjang kenikmatan, sehingga pengeluaran kalori akan meningkat seiring dengan detak jantung.

(sao/naf)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy