Tag Archives: Utsman bin Affan

3 Sahabat Nabi Ini Bersedekah Besar-besaran, Siapa Paling Banyak?


Jakarta

Ada tiga sahabat nabi yang bersedekah besar-besaran, bahkan salah satu dari mereka rela menyerahkan seluruh hartanya. Hal ini terjadi saat Perang Tabuk.

Perang Tabuk terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriah, sekitar September-Oktober tahun 630 M. Ketika itu, Nabi Muhammad SAW mengajak umat Islam untuk menghadapi ancaman pasukan Romawi yang berkumpul di wilayah Syam. Tabuk sendiri berjarak sekitar 564 kilometer dari Madinah, seperti dijelaskan dalam buku Perang Hunain dan Perang Tabuk oleh Muhammad Ridha.

Biasanya, strategi perang disampaikan secara rahasia. Namun kali ini, Rasulullah SAW menyampaikannya secara terbuka karena ancaman dari 40.000 pasukan Bizantium yang dibantu oleh Bani Lakhm, Jadzm, dan sekutu Arab Nasrani dianggap sangat serius.


Situasi masyarakat saat itu cukup berat. Cuaca sedang sangat panas, kondisi ekonomi sulit, dan musim panen belum tiba. Dalam keadaan seperti ini, Rasulullah meminta kaum Muslimin untuk bersedekah dan membantu para sahabat yang tidak memiliki bekal untuk ikut berperang.

Sahabat Nabi yang Bersedekah Besar-besaran

Dalam buku Fikih Sirah susunan Said Ramadhan Al-Buthy dan buku Perang Hunain dan Perang Tabuk mencatat bahwa sejumlah sahabat utama berlomba-lomba bersedekah besar-besaran. Tiga di antaranya menonjol karena kontribusinya yang luar biasa.

1. Utsman bin Affan

Utsman bin Affan menyumbangkan 300 ekor unta lengkap dengan perlengkapannya, serta uang tunai sebanyak 1.000 dinar. Rasulullah SAW sangat menghargai sedekah ini dan bersabda,

“Tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakan Utsman setelah apa yang ia lakukan hari ini.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dari sisi jumlah, sumbangan Utsman adalah yang paling besar secara materi.

2. Umar bin Khattab

Umar bin Khattab datang membawa setengah dari seluruh hartanya. Ia berkata,

“Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar.” Rasulullah SAW kemudian bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Umar menjawab, “Sebanyak ini pula.”

Umar ingin bersedekah maksimal, tetapi tetap meninggalkan sesuatu untuk keluarganya.

3. Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Ketika ditanya oleh Rasulullah SAW,

“Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?” ia menjawab, “Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya.” Melihat hal ini, Umar berkata, “Saya tidak akan pernah bisa mengalahkan Abu Bakar.” (HR Tirmidzi)

Keikhlasan Abu Bakar menjadi teladan utama. Ia tidak menyisakan apapun selain keimanan.

Sahabat Nabi Lainnya yang Bersedekah saat Perang Tabuk

Selain ketiga sahabat utama tersebut, beberapa sahabat lain juga menunjukkan kepedulian besar dalam bentuk sedekah. Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat kaya yang terkenal dermawan, menyumbangkan 200 uqiyah perak, yang jika dikonversi nilainya setara dengan sekitar 8.000 dirham. Jumlah ini bukan sedikit, mengingat pada masa itu satu dirham cukup untuk membeli kebutuhan pokok harian.

Ashim bin Adi turut berkontribusi dengan menyumbangkan satu wasaq kurma. Dalam ukuran sekarang, satu wasaq kurma setara dengan 144 hingga 180 kilogram. Sedekah ini menjadi sangat berarti karena saat itu kurma adalah makanan pokok dan sangat dibutuhkan untuk bekal perjalanan panjang ke Tabuk.

Siapa yang Bersedekah Paling Banyak?

Jika dihitung secara materi, Utsman bin Affan menyumbang dengan nominal yang paling besar. Namun jika dilihat dari tingkat pengorbanan, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyerahkan seluruh hartanya dan tidak menyisakan apa pun. Masing-masing menunjukkan keutamaan yang luar biasa dalam bersedekah dan berjuang di jalan Allah.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Isi Khutbah Terakhir Utsman bin Affan Sebelum Wafat



Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Beliau juga merupakan khalifah ketiga setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Selama menjadi khalifah, Utsman bin Affan telah menyampaikan beberapa khutbah. Di antara khutbahnya, terdapat khutbah terakhir yang beliau sampaikan sebelum wafat. Khutbah tersebut terjadi ketika pemberontakan di Mesir.

Lantas, apa isi dari khutbah terakhir Utsman bin Affan?

Dirangkum dari buku Utsman bin Affan RA karya Abdul Syukur al-Azizi, Utsman bin Affan RA memanggil Gubernur Mesir kala itu, Abdullah bin Sa’ad untuk berkonsultasi dengannya mengenai tindakan yang harus diambil oleh Utsman karena politik Mesir memiliki peranan utama dalam perang propaganda melawan kekhalifahan. Ketika Abdullah bin Sa’ad berangkat ke Madinah, Muhammad bin Abu Hudzaifah melakukan kudeta dan mengambil alih kekuasaan Mesir.


Mendengar terjadinya pemberontakan di Mesir, Abdullah bin Sa’ad bergegas kembali ke Mesir. Namun karena Utsman bin Affan tidak menawarkan bantuan militer, Abdullah bin Sa’ad gagal merebut kembali kekuasaannya.

Beberapa ulama menyatakan bahwa Utsman bin Affan RA difitnah oleh orang-orang yang tidak suka padanya. Mereka mengajak seluruh kaum muslim untuk pergi ke Madinah menghadap Utsman RA untuk menyampaikan mosi tidak percaya kepada para gubernur dan pejabat yang diangkat oleh Utsman RA.

Ketika para pemberontak tersebut mendekati Madinah, Utsman RA memerintahkan Ali bin Abi Thalib RA untuk bertemu dan menyuruh mereka kembali ke daerahnya. Ali bin Abi Thalib RA membantah, mencela, dan mengecam tindakan yang mereka lakukan ketika para para pemberontak ini menyampaikan kritikan mereka terhadap Utsman bin Affan.

Akhirnya, para pemberontak tersebut mengutus beberapa orang untuk menyaksikan sendiri khutbah Utsman bin Affan RA. Khutbah tersebut menjadi khutbah terakhir Utsman bin Affan.

Setelah itu, para sahabat mengisyaratkan agar Utsman RA memaafkan dan memulangkan mereka ke asalnya. Mereka pun akhirnya kembali ke tempat asal mereka.

Namun gejolak dan propaganda untuk melengserkan Utsman bin Affan RA tidak mereda. Para penentang Utsman RA di Mesir, Kufah, dan Basrah saling berbalas surat dan memalsukan surat atas nama para sahabat di Madinah. Isi surat tersebut mengajak masyarakat untuk memerangi Utsman bin Affan.

Para pemberontak tersebut memasuki Madinah dan memerangi Utsman bin Affan dengan berbagai cara. Hingga pada akhirnya, para pemberontak tersebut menerobos rumah Utsman bin Affan dan menyabetkan pedang ke tubuh Utsman bin Affan hingga menyebabkan beliau wafat.

Isi Khutbah Terakhir Utsman bin Affan

Dikutip dari buku 150 Kisah Utsman ibn Affan karya Ahmad ‘Abdul ‘Al Al-Thahthawi, isi khutbah terakhir Utsman bin Affan yaitu,

“Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada kalian agar kalian menjadikannya media untuk mencari akhirat. Dia tidak memberikan dunia kepada kalian agar kalian mencintainya. Sesungguhnya dunia itu fana. Sedangkan akhirat itu abadi. Jangan sampai yang fana itu membuat kalian terlena dan lalai dari yang abadi. Utamakanlah yang abadi di atas yang fana. Sebab, dunia itu akan berakhir. Sedangkan tempat kembali adalah kepada Allah.

Bertakwalah kalian kepada Allah. Sebab, takwa kepada-Nya adalah perisai dari kesulitan dan wasilah di sisi-Nya. Berhati- hatilah kalian, jangan sampai Allah cemburu. Tetaplah dalam jamaah kalian.

“Janganlah kalian berpecah menjadi banyak golongan. Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang nereka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran: 103)

Itulah isi khutbah terakhir yang disampaikan oleh Utsman bim Affan sebelum beliau wafat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Amalan yang Tertolak dalam Islam Menurut Hadits, Hati-hati!


Jakarta

Amalan yang tertolak adalah amalan yang tidak diterima oleh Allah SWT meski amalan itu terlihat baik. Dalam Islam, setiap ibadah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits.

Rasulullah SAW telah memberikan banyak peringatan mengenai amalan-amalan yang bisa tertolak karena tidak memenuhi ketentuan syariat. Memahami apa saja yang bisa menyebabkan amalan kita tertolak menjadi penting agar ibadah tidak sia-sia.

Lantas, apa saja contoh amalan yang tertolak dalam Islam? Simak selengkapnya untuk menghindari amalan yang sia-sia.


Dalil tentang Amalan yang Tertolak

Terdapat dalil yang menyebutkan bahwa amalan yang tidak sesuai dengan sunnah akan tertolak dan tidak diterima. Berikut adalah hadits yang membahas tentang amalan yang tertolak yang dinukil dari Hadits Arbain karya Imam Nawawi dari kitab Al-Wafi: Syarah Hadits Arbain Imam An-Nawawi tulisan Musthafa Dib Al-Bugha dan diterjemahkan oleh Muzayin

Rasulullah SAW bersabda,

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أُمِّ عَبْدِ اللَّهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمُ وَفِي رِوَايَةٍ لِلْمُسْلِمِ : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ

Artinya: “Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah, Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang mengadakan hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia ditolak,” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, “Siapa saja yang melakukan suatu amal yang bukan urusan (agama) kami, maka ia ditolak.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Penjelasan Hadits tentang Amalan yang Tertolak

Hadits di atas adalah hadits urutan kelima dalam hadits Arbain. Hadits tersebut menyoroti perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Allah SWT dan Rasul-Nya, atau dilakukan bukan untuk mengharapkan ridha-Nya, akan tertolak. Hadits ini juga menjelaskan bahwa inovasi atau hal baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya bukanlah bagian dari ajaran Islam. Oleh karena itu, setiap muslim harus memastikan amal perbuatannya selaras dengan ajaran agama yang murni.

Seperti yang dikatakan oleh Imam An-Nawawi, hadits ini penting untuk dihafal oleh setiap muslim dan dijadikan dalil dalam menolak segala bentuk kemungkaran. Begitu pula dengan penjelasan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, yang menegaskan bahwa hadits ini adalah dasar prinsip Islam. Topik yang diangkat oleh hadits ini juga sangat luas, karena menjadi fondasi bagi dalil syar’i dalam setiap tindakan dan keputusan.

Pesan dalam Hadits tentang Amalan yang Tertolak

Hadits ini menyampaikan pesan penting mengenai konsep ittiba’ (mengikuti) dan menolak ibtida’ (mengada-adakan hal baru) dalam agama Islam.

Ayat-ayat Al-Qur’an, seperti dalam surah Ali-‘Imran ayat 31 dan surah Al-An’am ayat 153, memperkuat prinsip ini, yakni kewajiban untuk mengikuti petunjuk yang sudah ada tanpa menambah atau mengurangi ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW.

Itulah sebabnya, dalam salah satu khutbahnya, Rasulullah SAW menekankan bahwa sebaik-baiknya perkataan adalah Kitab Allah SWT dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW dan setiap bentuk inovasi dalam agama (bid’ah) akan membawa pada kesesatan.

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang dibuat-buat. Setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR Muslim) Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan, “Dan setiap kesesatan berada di dalam neraka.”

Amalan-amalan yang Tertolak

Ketika amalan dalam ibadah tidak mengikuti aturan yang telah Allah SWT tetapkan, hal itu termasuk dalam kategori ibadah yang tertolak. Contoh-contoh perbuatan tersebut adalah amalan yang mengada-adakan sesuatu dalam agama, yang dikategorikan sebagai bid’ah. Sebagai contoh,

1. Menyiksa diri sebagai bentuk pendekatan kepada Allah SWT

2. Membuat syarat baru dalam ibadah haji

3. Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara yang tidak diajarkan

Dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi setiap muslim untuk selalu berpedoman pada syariat dan menghindari amalan-amalan baru yang tidak diatur dalam agama. Amalan yang dilakukan tanpa bimbingan yang jelas dari Allah SWT dan Rasul-Nya hanya akan membawa pelakunya pada kebinasaan.

Amalan-amalan yang Diterima

Dalam kehidupan sehari-hari, muncul banyak situasi atau tindakan baru yang belum ada di masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan syariat. Amalan seperti ini diterima selama ada dalil dan ketentuan syara’ yang mendukungnya. Para sahabat Rasulullah SAW pun pernah menghadapi hal-hal baru dan mereka sepakat menerimanya karena tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Contoh amalan yang diterima yang paling terkenal adalah inisiatif untuk menyatukan Al-Qur’an dalam satu mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dan penulisan ulang Al-Qur’an di masa Khalifah Utsman bin Affan. Kedua tindakan ini dilakukan untuk menjaga keaslian dan kelestarian Al-Qur’an di berbagai wilayah.

Selain itu, penulisan ilmu seperti nahwu, tafsir, matematika, serta kajian-kajian ilmiah lainnya juga merupakan amalan yang diterima, karena bertujuan untuk memudahkan umat Islam dalam memahami agama dan menjaga kemakmuran umat manusia.

Dengan demikian, amalan-amalan baru yang tidak bertentangan dengan syariat dan memiliki manfaat besar bagi umat, seperti inisiatif di bidang ilmu pengetahuan atau perlindungan agama, merupakan amalan yang diterima oleh Allah SWT.

Jenis-jenis Bid’ah

Dalam ajaran Islam, bid’ah terbagi menjadi dua jenis, yaitu bid’ah yang tercela dan bid’ah yang terpuji. Bid’ah yang tercela adalah segala amalan baru yang bertentangan dengan syariat Allah SWT dan Rasul-Nya, sehingga perbuatan tersebut dianggap sesat dan berbahaya. Sebaliknya, jika suatu amalan baru tetap sesuai dengan syariat dan tidak bertentangan dengan ajaran agama, maka amalan tersebut termasuk dalam bid’ah yang terpuji.

Menurut Imam Syafi’i, segala sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’ ulama adalah bid’ah yang sesat. Namun, jika hal baru tersebut membawa kebaikan tanpa menyalahi syariat, maka itu adalah bid’ah yang baik. Contoh yang terpuji adalah inisiatif sahabat untuk menyatukan Al-Qur’an dalam satu mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar dan Utsman bin Affan.

Di sisi lain, bid’ah yang tercela memiliki hukum makruh atau haram karena mengandung potensi bahaya atau merusak tatanan agama. Contoh bid’ah yang buruk adalah tindakan mengikuti aliran sesat yang mengabaikan hukum-hukum Allah SWT dan Rasul-Nya, atau mengkultuskan benda atau individu sebagai sarana mendapatkan berkah.

Dalam sejarah, Rasulullah SAW pernah menegur para sahabat yang meminta untuk membuat pohon yang dianggap keramat, sebagaimana orang musyrik melakukan hal serupa dengan pohon berduri sebelum Perang Hunain. Rasulullah SAW menegaskan bahwa tindakan seperti ini adalah perilaku yang meniru umat terdahulu yang tersesat.

Rasulullah SAW bersabda, “Allah Akbar. Sungguh inilah yang dikatakan oleh umat Nabi Musa, ‘Buatkanlah kami tuhan seperti mereka memiliki tuhan. Lalu Nabi Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh. Lalu apakah kalian akan melakukan apa yang telah dilakukan oleh umat sebelum kalian?”

Terlepas dari semua itu, diterima tidaknya amal seseorang sepenuhnya merupakan hak Allah SWT. Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Alasan Utsman bin Affan Masuk Islam, Kenapa?



Jakarta

Utsman bin Affan adalah termasuk golongan orang-orang pertama yang masuk Islam atau yang disebut sebagai Assabiqunal Awwalun. Bahkan beliau adalah orang laki-laki kelima yang masuk Islam setelah Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Dikutip dari buku Sahabat Rasulullah Utsman Bin Affan karya M. Syaikuhudin dipaparkan mengenai kisah Utsman sebagai berikut. Utsman bin Affan memeluk Islam secara garis besar dikarenakan ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Sebagai sesama pedagang keduanya memang berteman dekat, kedekatan tersebut yang pada akhirnya membuat Utsman akhirnya tertarik untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW yaitu agama Islam.


Keislaman Utsman bin Affan dimulai dari ketika Utsman mendengar mengenai Ruqayyah putri dari Rasulullah SAW yang telah dinikahkan dengan sepupunya Utbah bin Abi Lahab.

Utsman merasa menyesal karena keduluan oleh Utbah dan tidak mendapatkan istri sebaik Ruqayyah baik budi dan nasabnya. Saat itu, Utsman pun kembali ke rumahnya dengan merasa kesal dan bersedih.

Saat kembali ke rumahnya, Utsman mendapati bibinya yang bernama Su’da binti Kuraiz, seorang peramal di masa Jahiliyah, berada di rumah. Melihat Utsman tengah bersedih, bibinya menyampaikan kepada Utsman mengenai kemunculan Nabi Muhammad SAW dan agama yang dibawa olehnya.

Su’da mengatakan bahwa Muhammad itu berada di pihak yang benar serta agama yang diajarkannya akan unggul dan mengalahkan seluruh kaum yang memusuhinya. Su’da pun menyuruh Utsman untuk mengikuti ajaran agama nabi tersebut.

Pernyataan bibinya tersebut selalu terngiang dalam benaknya. Hingga Utsman bertemu dengan Abu Bakar Ash Shiddiq dan menceritakan apa yang dikabarkan oleh bibinya.

Singkat cerita, Abu Bakar Ash Shiddiq menyambut baik cerita tersebut dan mengajak Utsman untuk memeluk agama Islam. Ia diajak untuk menemui Rasulullah SAW,

“Ini adalah Muhammad bin Abdullah, telah diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Apakah engkau ingin menemuinya dan mendengar sesuatu darinya?”

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pun tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan ajakan Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Keduanya lalu berangkat menemui Rasulullah SAW.

Sesampainya di sana, Abu Bakar Radhiyallahu anhu pun berbicara kepada beliau tentang maksud kedatangan mereka. Maka, Rasulullah SAW menghadapkan wajahnya ke Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu dan berkata kepadanya,

“Wahai Utsman, penuhi panggilan Allah untuk masuk ke surga-Nya. Sesungguhnya, saya adalah utusan Allah kepadamu dan kepada seluruh makhluk-Nya.”

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan kesannya berhadapan dengan Rasulullah SAW, ia berkata, “Demi Allah, ketika saya mendengar ucapkan beliau, saya tidak bisa mengelak untuk masuk Islam. Saya langsung bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Setelah mengalami beberapa perdebatan dan dialog dijelaskan bahwa akhirnya Rasulullah SAW melihat kegundahan Utsman, lalu Rasulullah SAW langsung bersabda:

“Ya Utsman, sambutlah seruan orang yang mengajak ke jalan Allah, sebab aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus, dan kepada semua makhluk Allah secara umum.”

Utsman berkata, “Demi Allah, begitu aku melihat Beliau dan mendengarkan sabdanya, maka aku langsung merasa nyaman dan aku percaya akan kerasulannya.”

Sesaat kemudian, Utsman pun langsung masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Begitulah kisah singkat Utsman bin Affan masuk Islam karena Abu Bakar yang mempertemukannya dengan Rasulullah SAW. Pada konteks ini, terdapat pelajaran berharga yang bisa dijadikan panutan dari kisah Utsman bin Affan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Utsman bin Affan dan Kedermawanannya dalam Berbagi



Jakarta

Utsman bin Affan merupakan sosok sahabat Rasulullah SAW yang dikenal akan kedermawanannya. Dia juga termasuk ke dalam golongan yang pertama memeluk Islam atau biasa disebut Assabiqunal Awwalun.

Usia Utsman dengan Nabi Muhammad terpaut 6 tahun lebih muda. Dirinya juga merupakan sosok pemimpin ketiga setelah Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Utsman memeluk Islam atas ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Saat Rasulullah SAW diangkat menjadi nabi, usia Utsman kala itu masih 34 tahun.


Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umaiyah bin Abdusy Syams bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwa’i bin Ghaib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan. Ia lahir di Thai kawasan Hijaz, sebuah wilayah bagian barat laut Arab Saudi.

Sebagai sosok yang dermawan, Utsman bin Affan tidak pernah ragu dalam menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan membantu sesama. Dijelaskan dalam buku Utsman bin Affan RA susunan Abdul Syukur al-Azizi, Syurahbil bin Muslim RA menuturkan bahwa Utsman pernah memberi makan banyak orang dengan makanan para bangsawan.

Setelahnya, Utsman masuk ke rumahnya untuk makan cuka dan minyak samin. Dia memberikan makanan yang baik-baik kepada orang lain sementara dirinya hanya memakan cuka dan minyak samin.

Mengutip dari buku Kisah Edukatif 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga tulisan Luthfi Yansyah, kedermawanan dan kemurahan hati Utsman tidak ada yang menandingi. Ketika masjid Nabawi terasa sempit karena banyak jemaah yang ikut salat, Rasulullah SAW bermaksud membeli tanah milik seorang sahabat untuk keperluan perluasan masjid, beliau berkata:

“Siapa yang membeli tanah keluarga Fulan lalu menambahkannya ke masjid, maka dia akan memperoleh kebaikan dari tanah itu di surga,”

Tanpa pikir panjang, Utsman segera membelinya dari harta pribadi senilai 25 ribu dinar. Dia juga membeli sebuah sumur yang dinamai Sumur Rumah seharga 1000 dirham.

Sumur itu lantas diserahkan kepada kaum muslimin dari berbagai kalangan, baik itu kaya, sederhana, miskin, ataupun mereka yang kehabisan bekal perjalanan. Begitu dermawannya sosok Utsman bin Affan.

Pernah pada suatu ketika di masa kekhalifahan Umar bin Khattab terjadi musim paceklik. Sawah dan ladang menjadi kering sampai-sampai masa itu disebut sebagai tahun Ramadah atau debu.

Kaum muslimin merasa sangat kesulitan hingga banyak nyawa manusia yang terancam. Umar berkata kepada mereka,

“Bersabarlah dan berharap pahala-lah kalian kepada Allah! Aku amat berharap semoga Allah memudahkan kesulitan kalian pada petang ini,”

Di penghujung hari, datanglah kabar bahwa kafilah Utsman bin Affan datang dari Syam dan rombongan tersebut tiba di Madinah pada pagi hari. Usai salat Subuh, masyarakat berbondong-bondong menyambut kedatangan mereka.

Tak disangka-sangka, rombongan yang terdiri dari 1000 unta itu membawa gandum, minyak, dan anggur kering. Kafilah unta tersebut berhenti di depan pintu rumah Utsman.

Bersamaan dengan itu, para budak menurunkan muatan yang ada di punggung unta. Para pedagang segera menemui Utsman dan berkata kepadanya,

“Juallah kepada kami segala yang kau bawa, wahai Abu Amr (panggilan Utsman)!”

Ia lalu menjawab, “Aku akan menjualnya dengan senang hati kepada kalian, akan tetapi berapa harga yang hendak kalian tawarkan kepadaku?”

“Setiap dirhak yang engkau bayarkan akan kami ganti dua dirham!”

“Aku akan mendapatkan lebih dari itu,” ujar Utsman.

Para pedagang akhirnya menambahkan harga tawaran mereka. Namun, Utsman berkata, “Sesungguhnya aku akan mendapatkan lebih dari harga yang kalian tambahkan,”

“Wahai Abu Amr, sesungguhnya tidak ada pedagang lain di Madinah selain kami. Dan tidak ada seorang pun yang mendahului kami datang ke tempat ini. lalu siapa yang telah memberikan tawaran kepadamu melebihi harga yang kami tawarkan?”

“Allah SWT akan memberikan 10 kali lipat dari setiap dirham yang aku bayarkan. Apakah kalian dapat membayar lebih dari ini?” jelas Utsman.

Pedagang itu kemudian menjawab, “Kami tidak sanggup untuk membayarnya, wahai Abu Amr!”

Lalu, Utsman langsung berkata, “Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku akan menjadikan semua barang bawaan yang dibawa oleh kafilah ini sebagai sedekah untuk kaum fakir dan miskin. Aku tidak pernah berharap satu dirham ataupun satu dinar sebagai gantinya,”

Saking dermawannya Utsman, ia rela memberikan bantuan pangan yang ada pada 1000 unta itu. Dia tidak mengharapkan uang sebagai ganti, melainkan ridha dan balasan dari Allah SWT.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum, Putri Rasulullah SAW



Jakarta

Utsman bin Affan bukan hanya dikenal sebagai sahabat setia Rasulullah SAW. Ia juga menantu Rasulullah SAW karena menikah dengan dua putrinya yakni Ruqqayah dan Ummu Kultsum.

Pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kulsum terjadi setelah sang kakak, Ruqqayah, meninggal dunia. Artinya Ruqqayah dan Ummu Kultsum tidak menjadi istri Utsman bin Affan dalam waktu bersamaan.

Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Biografi Utsman bin Affan menjelaskan Ummu Kultsum adalah salah seorang putri Rasulullah SAW dari pernikahannya dengan Khadijah.


Said bin Al-Musayab mengatakan, “Utsman bin Affan ditinggal wafat Ruqayah binti Rasulullah dan Hafshah binti Umar ditinggal wafat suaminya. Umar datang kepada Utsman dan berkata, “Apakah kamu mau menikah dengan Hafshah?” Utsman telah mendengar Rasulullah yang menyebut Hafshah. Karena itu, Utsman tidak menanggapi tawaran Umar ini.

Umar kemudian menuturkan hal ini kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Apakah kamu menginginkan yang lebih baik daripada itu? Aku menikahi Hafshah dan aku menikahkan Utsman dengan perempuan yang lebih baik daripada Hafshah, (yakni) Ummu Kultsum.”

Dalam riwayat Al-Bukhari menyebutkan bahwa Umar berkata, “Hafshah binti Umar ditinggal wafat Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, salah seorang sahabat Rasulullah. Ia meninggal di Madinah. Umar berkata, “Aku mendatangi Utsman bin Affan. Aku menawarkan Hafshah binti Umar kepadanya. Aku berkata, “Jika kamu mau, maka aku menikahkanmu dengan Hafshah.”

Utsman berkata, “Aku akan menimbang-nimbang urusanku.” Aku diam beberapa malam. Lalu Utsman menemuiku dan berkata, “Tampaknya aku tidak menikah sekarang” Umar berkata, “Aku menemui Abu Bakar Ash Shiddiq, Aku berkata, “Jika kamu mau, maka aku menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar. Abu Bakar diam dan tidak memberikan balasan apa apa kepadaku. Aku merasa kesal terhadapnya sebagaimana kesal terhadap Utsman. Aku diam beberapa malam. Kemudian Rasulullah meminangnya dan aku menikahkannya dengan beliau. Abu Bakar menemuiku dan berkata, “Barangkali kamu merasa kesal denganku ketika kamu menawarkan Hafshah kepadaku dan aku tidak memberikan balasan apa-apa.”

Umar berkata, “Ya” Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya aku tidak memberikan balasan apa-apa karena aku telah mengetahui bahwa Rasulullah telah menyebutnya. Aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah. Andaikata Rasululah meninggalkannya, maka aku akan menerimanya.”

Pernikahan Utsman bin Affan dan Ummu Kultsum

Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar menceritakan kisah pernikahan Ummu Kultsum dengan Utsman bin Affan. Ia mengatakan, “Ketika Nabi menikahkan putrinya, Ummu Kultsum, beliau bersabda kepada Ummu Aiman, “Persiapkanlah putriku Ummu Kultsum dan antarkanlah kepada Utsman serta iringilah dengan rebana.” Ummu Aiman lantas melaksanakan perintah Rasulullah.

Kemudian Rasulullah SAW datang kepada Ummu Kultsum tiga hari setelah pernikahan. Beliau bertanya, “Wahai putriku, bagaimana kamu mendapati suamimu?” Ummu Kultsum menjawab, “la adalah sebaik-baik suami.”

Utsman meminang Ummu Kultsum di bulan Rabiul Awal tahun 3 H.

Ummu Kultsum Meninggal Dunia

Pernikahan Utsman bin Affan dan Ummu Kultsum berlangsung selama 6 tahun tanpa dikaruniai anak. Keduanya terpisahkan karena Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Syaban tahun 9 Hijriyah.

Ummu Kultsum meninggal dunia dikarenakan sakit yang menyerangnya. Kabar duka ini mengundang kesedihan bagi Rasulullah SAW, sang ayah, dan juga tentunya bagi Utsman bin Affan, sang suami

Rasulullah SAW menshalatkannya dan duduk di atas kuburnya. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa ia melihat Nabi duduk di kubur Ummu Kultsum

la berkata, “Aku melihat kedua matanya mengalirkan air mata. Lalu beliau bersabda, “Apakah ada salah seorang di antara kalian yang tadi malam tidak berbuat dosa?”

Abu Thalhah berkata, “Aku.” Beliau bersabda, “Turunlah di kuburnya.”

Laila binti Qaif Ats-Tsaqafiyah mengatakan, “Aku termasuk orang yang memandikan Ummu Kultsum binti Rasulullah ketika wafat. Sesuatu yang diberikan pertama kali oleh Rasulullah kepada kami adalah kain penutup badan, lalu pakaian rumah, baju kurung, dan selimut tebal. Kemudian jasad ditutupi dengan baju yang lain.”

Ia mengatakan, “Rasulullah berada di pintu bersama dengan kain-kain kafan Ummu Kultsum. Beliau memberikannya kepada kami satu per satu.”

Ibnu Saad menyebutkan bahwa Ali bin Abu Thalib, Al-Fadhl bin Abbas, dan Usamah bin Zaid ikut turun di liang kubur Ummu Kultsum bersama Abu Thalhah. Dan, yang memandikannya adalah Asma binti Umais dan Shafiyah binti Abdul Muthalib.

Utsman merasa terpukul dengan kematiannya dan merasa sangat sedih karena berpisah dari belahan hatinya. Rasulullah dapat melihat Utsman berjalan dengan kesedihan. Kesedihan yang dapat terbaca dengan jelas dari raut wajahnya.

Maka beliau mendekati Utsman dan bersabda, “Jika kami memiliki putri yang ketiga, maka kami akan menikahkannya denganmu wahai Utsman.”

Hal ini menunjukkan kecintaan Rasulullah SAW terhadap Utsman dan menunjukkan kesetiaan serta penghormatan Utsman terhadap beliau.

Karena menikah dengan dua putri Rasulullah SAW, Utsman mendapat julukan Dzun Nurain atau pemilik dua cahaya. Julukan ini diberikan karena Utsman menikah dengan kedua putri Rasulullah SAW.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Utsman bin Affan, Sahabat Rasulullah SAW yang Luas Ilmu dan Dermawan



Jakarta

Utsman bin Affan merupakan salah satu sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga. Ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan memiliki keluasan ilmu.

Utsman bin Affan adalah Khalifah ketiga semenjak kepergian sang Rasul. Selama Rasulullah SAW masih hidup, Utsman dengan setia mendampingi dimanapun Rasulullah SAW berada.

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Biografi Utsman bin Affan menjelaskan silsilah Utsman bin Affan. Namanya adalah Utsman bin Afan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf.


Sedang ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay. Nama ibu Arwa (nenek Utsman bin Affan dari jalur ibu) adalah Ummu Hukaim Al-Baidha’ binti Abdul Muththalib, saudara perempuan sekandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah Rasulullah.

Ada yang mengatakan bahwa Ummu Hukaim dan Abdullah adalah dua anak kembar Abdul Muththalib, kakek Rasulullah, seperti dikisahkan oleh Az-Zubair bin Bikar.

Utsman bin Affan, Pemimpin yang Luas Ilmu dan Dermawan

Mengutip buku Kisah Hidup Utsman ibn Affan oleh Mustafa Murrad, dijelaskan bahwa di kalangan sahabat Rasulullah, Utsman ibn Affan termasuk orang yang paling banyak tahu tentang Al-Qur’an dan hadits. Utsman juga termasuk salah satu penghafal Al-Qur’an.

Ia selalu mengikuti petunjuk Nabi, Abu Bakar, dan Umar RA yakni para sahabat sekaligus Khalifah sebelum dirinya, ketika hendak mengambil keputusan. Utsman bin Affan yang memiliki gelar Dzunnurain (Pemilik Dua Cahaya) selalu mendampingi Nabi sehingga ia mendapatkan banyak ilmu dan petunjuk dari beliau.

Utsman ibn Affan mampu mengarahkan rakyatnya kepada hal-hal yang bermanfaat, mengajari mereka kewajiban, dan memberi mereka pandangan yang baik bersumber dari ilmu dan pengalamannya. Tentu setiap arahannya ini sesuai dengan syariat.

Karena itu, tidak mengherankan jika umat lslam di bawah kepemimpinan Utsman bin Affan mengalami kemajuan pesat dalam bidang dakwah, pendidikan, pengajaran, jihad, dan ibadah kepada Allah SWT.

Sosok Utsman juga dikenal sangat dermawan, dia tidak pernah ragu menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan membantu sesama. Dalam buku Utsman bin Affan RA susunan Abdul Syukur al-Azizi, Syurahbil bin Muslim RA menjelaskan bahwa Utsman pernah memberi makan banyak orang dengan makanan para bangsawan.

Setelah memberi makan orang-orang, Utsman kemudian masuk ke rumahnya untuk makan. Utsman memberikan makanan yang baik-baik kepada orang lain sementara dirinya hanya memakan cuka dan minyak samin.

Salah satu arahan Utsman tergambar dalam khutbahnya. Setelah memuji Allah dan bersalawat kepada Rasulullah, ia berkata,
“Kalian tidak akan bisa menghindar dari ajal yang menanti kalian. Karena itu, sambutlah ajal dengan persiapan terbaik. Kalian tidak akan pernah tahu kapan ia akan datang, entah pagi atau petang hari. Ketahuilah, dunia ini dilipat bagi orang-orang yang terperdaya. Karena itu, jangan terperdaya oleh kehidupan dunia, dan jangan tertipu oleh para penipu yang terus berusaha memalingkan kalian dari Allah. Belajarlah dari para pendahulu. Bekerja dan beribadahlah dengan sungguh-sungguh. Jangan kalian lalai. Jauhilah dunia dengan cara yang baik.”

Gelar Utsman bin Affan

Utsman bin Affan mendapat gelar Dzunnurain yang artinya Pemilik Dua Cahaya. Badruddin Al-Aini ketika memberikan syarah terhadap Shahih Al-Bukhari menceritakan bahwa seseorang bertanya kepada Al-Mahlab bin Abu Shafrah, “Mengapa Utsman dijuluki Dzunnurain?”

Al-Mahlab menjawab, “Karena kami belum mengetahui ada seorangpun menikah dengan dua putri Nabiku kecuali Utsman.”

Abdullah bin Umar bin Abban Al-Jafi berkata, “Pamanku dari jalur ibuku bertanya kepadaku, “Wahai anakku, apakah kamu mengetahui, mengapa Utsman dijuluki Dzunnurain?”

Saya menjawab, “Saya tidak tahu.” Pamanku berkata, “Karena belum ada seorang pun laki-laki yang menikah dengan dua putri seorang Nabi sejak Allah menciptakan Adam sampai datang Hari Kiamat kecuali Utsman. Karena itulah, dia dijuluki Dzunnurain.”

Utsman menikah dengan dua putri Rasulullah SAW yakni Ruqayyah binti Muhammad dan Ummu Kultsum binti Muhammad.

Ada juga yang mengatakan bahwa Utsman dijuluki Dzunnurain karena dia memperbanyak membaca Al-Qur’an pada setiap malam ketika sholat. Al-Qur’an untuk satu nur (cahaya) dan shalat qiyamul lail satu nur.

Wallahu alam.

(dvs/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Khalifah Utsman bin Affan, Dibunuh saat Baca Al-Qur’an



Jakarta

Utsman bin Affan RA merupakan sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yang sempat menjadi pemimpin kaum muslimin usai wafatnya Rasulullah SAW. Ia lahir 6 tahun setelah Tahun Gajah di Thaif.

Utsman RA memiliki saudara perempuan yang bernama Aminah binti Affan. Sejak kecil, Utsman RA telah mengenyam pendidikan dengan baik. Karenanya, ia menjadi salah satu orang di Makkah yang pandai membaca dan menulis.

Menukil dari buku Biografi Utsman bin Affan susunan Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi, Utsman bin Affan RA termasuk salah satu Assabiqunal Awwalun, yaitu golongan orang-orang yang pertama masuk Islam. Ia termasuk umat laki-laki keempat yang masuk Islam, setelah Abu Bakar RA, Ali bin Abi Thalib RA, dan Zaid bin Haritsah RA.


Semasa kepemimpinannya, umat Islam mengalami kemajuan yang pesat di bidang dakwah, pendidikan, pengajaran, jihad, dan ibadah. Selain terkenal sebagai sosok yang dermawan, Utsman mampu mengarahkan rakyatnya kepada hal-hal yang bermanfaat.

Sayangnya, kematian Utsman bin Affan RA cukup tragis. Disebutkan dalam Kisah 10 Pahlawan Surga oleh Abu Zaein, suatu hari terjadi fitnah pada masa pemerintahan Utsman RA.

Fitnah ini disebabkan oleh seorang lelaki Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, padahal ia membenci ajaran Islam dan kaum muslimin. Lelaki yang bernama abdullah bin Saba itu menyebar berita bohong tentang Utsman RA yang telah mengubah syari’at Allah SWT.

Utsman RA dituduh berbuat zalim dengan mengangkat pemimpin-pemimpin dari keluarganya serta memecat gubernur yang telah ditunjuk Umar bin Khattab RA. Hal ini lantas menimbulkan kekacauan.

Para pemberontak terpengaruh dengan fitnah tersebut, mereka datang ke rumah Utsman RA dan mengepungnya. Utsman RA dilarang makan dan minum, padahal sebelumnya dialah yang memberi makan kaum muslimin dengan hartanya.

Pengepungan pada Utsman RA berlangsung selama 40 hari. Walau begitu, Utsman RA tetap sabar dan berdoa kepada Allah SWT agar diberi kekuatan menghadapi fitnah.

Suatu malam, ia bermimpi bertemu Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA, mereka berkata, “Malam ini engkau akan berbuka puasa bersama kami.”

Keesokan harinya, Utsman RA pun berpuasa. Ia membaca mushaf Al-Qur’an dengan khusyuk, hingga akhirnya para pemberontak berhasil menyusup masuk ke rumahnya.

Alih-alih menghentikan massa yang menerobos, Utsman RA tetap membaca Al-Qur’an dan tidak menghiraukannya. Ini menyebabkan seseorang memukul Utsman RA hingga terjatuh lalu menikam beliau hingga wafat.

Pada 12 Dzulhijjah tahun 35 Hijriah, Utsman bin Affan RA wafat. Ia meninggal di usia ke-81 dan dimakamkan di bukit sebelah timur pemakaman Al-Baqi.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, Ditikam pada Waktu Subuh



Jakarta

Ali bin Abi Thalib RA merupakan salah satu sahabat Rasulullah SAW yang juga termasuk ke dalam Assabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang pertama memeluk Islam. Ali lahir di Makkah pada 13 Rajab, tepatnya tahun ke-32 dari kelahiran Nabi Muhammad. Ada juga yang menyebut Ali lahir pada 21 tahun sebelum hijriah.

Ayah Ali merupakan paman dari Rasulullah SAW, yaitu Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay. Sementara ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf.

Mengutip dari buku Akidah Akhlak susunan Drs H Masan AF M Pd, sejak umur Ali menginjak 6 tahun dia sudah tinggal bersama Nabi Muhammad. Karenanya, sifat-sifat yang ada pada Ali ia teladani dari Rasulullah SAW.


Selain itu, Ali juga dikenal sebagai orang yang sangat cerdas. Saking cerdasnya, Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman kerap mendatanginya untuk membantu memecahkan permasalahan yang sulit.

Ali bin Abi Thalib sendiri baru menjadi khalifah usai wafatnya Khalifah Utsman bin Affan. Ali terpilih menjadi pengganti Utsman sehingga pada tahun 35 Hijriah dia dinobatkan sebagai khalifah keempat, seperti dinukil dari buku Sejarah Peradaban Islam tulisan Akhmad Saufi dan Hasmi Fadhilah.

Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah selama 5 tahun, mulai dari 35 Hijriah sampai beliau wafat pada 40 Hijriah. Kisah wafatnya Ali cukup tragis.

Diceritakan dalam buku Kisah 10 Pahlawan Surga oleh Abu Zaein, usai Khalifah Utsman bin Affan wafat banyak terjadi fitnah di kalangan umat Islam. Karenanya, masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tergolong sebagai waktu-waktu yang sulit.

Banyak pemberontak menyebarkan berita bohong bahwa seharusnya yang menjadi khalifah ialah Mu’awiyah, bukan Ali bin Abi Thalib. Penyebar fitnah itu ialah Abdurrahman Amru atau Ibnu Muljam, Alburak bin Abdullah Attamimi, dan Ambru bin Bakar Attamimi.

Ibnu Muljam kala itu pergi menuju Kufah untuk menjalankan rencana kejinya. Dengan pedang yang ia bawa, ia melukai Ali bin Abi Thalib yang kala itu hendak pergi ke masjid untuk sholat Subuh.

Dalam buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib yang ditulis oleh Ahmad Abdul ‘Al Al-Thahthawi, Muhammad ibn Al Hanafiyyah menuturkan,

“Tiba-tiba aku melihat kilatan cahaya dan mendengar seseorang berkata, ‘Hukum hanya milik Allah, bukan milikmu, wahai Ali, bukan pula milik sahabat-sahabatmu!’ Aku melihat pedang, lalu disusul pedang kedua. Aku mendengar Ali berteriak, ‘Tangkap orang itu!’ Orang-orang pun mengepungnya dari segala penjuru,”

Setelah Ibnu Muljam diringkus, orang-orang datang menemui Hasan dengan panik. Mereka membawa Ibnu Muljam dengan tangan yang diborgol.

Tiba-tiba Ummu Kultsum binti Ali berteriak sambil menangis seraya berkata, “Wahai musuh Allah, ayahku pasti akan baik-baik saja dan Allah akan menghinakanmu,”

Ibnu Muljam lalu menyahut, “Lalu, untuk siapa kau menangis?! Demi Allah, aku membeli pedang itu seharga seribu, lalu aku bubuhi racun seharga seribu juga. Seandainya tebasan itu mengenai seluruh penduduk kota ini, niscaya mereka akan mati semua!”

Usai peristiwa tragis itu, Abdullah ibn Malik mengatakan para tabib dikumpulkan untuk mengobati luka Ali. Ketika itu, Atsir ibn ‘Amr Al-Sukuni sebagai tabib yang paling hebat dan berasal dari Kirsi, memeriksa kondisi Ali bin Abi Thalib.

Atsir meminta paru-paru kambing yang masih hangat untuk diambil uratnya, lalu diletakkan pada luka yang diderita Ali. Atsir kemudian meniup urat itu dan mengeluarkannya dari luka Ali.

Atsir menemukan bahwa ternyata luka Ali telah sampai pada bagian otak. Dengan demikian, nyawa Ali tidak dapat tertolong.

Ali bin Abi Thalib meninggal dunia pada Jumat, 17 Ramadhan tahun 40 Hijriah. Ali meninggalkan 33 anak, 15 laki-laki dan 18 perempuan.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com