Tag Archives: wakaf

Ini Sedekah Paling Mudah Tapi Bernilai Pahala Besar


Jakarta

Sedekah merupakan salah satu amalan ringan yang sangat dianjurkan dalam Islam dan bisa dikerjakan oleh setiap muslim. Keutamaan bersedekah telah disebutkan dalam beberapa ayat suci Al-Qur’an serta hadits Rasulullah SAW.

Lantas, apa saja bentuk sedekah yang bisa mendatangkan pahala melimpah?


Makna Sedekah dalam Islam

Bersedekah pada dasarnya adalah upaya seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mengeluarkan sebagian hartanya, sebagaimana dijelaskan dalam buku 100 Kesalahan dalam Sedekah karya Reza Pahlevi Dalimuthe.

Namun, penting untuk dipahami bahwa sedekah tidak selalu terbatas pada harta benda. Ada banyak bentuk sedekah lain yang juga sangat bernilai di sisi Allah SWT.

Anjuran bersedekah pun secara tegas disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Surah Al-Baqarah ayat 254:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيْهِ وَلَا خُلَّةٌ وَّلَا شَفَاعَةٌ ۗوَالْكٰفِرُوْنَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٢٥٤

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada (lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim.”

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya sedekah dalam berbagai hadits. Salah satu sabda beliau yang diriwayatkan oleh Hudzaifah menyebutkan:

“Setiap yang baik itu sedekah.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah. Hadits shahih, Al Albani men-shahihkan hadits ini dalam Al Misykat, Shahih at-Targhib, dan Silsilah Ahadits Ash-Shahihah)

Dua Bentuk Sedekah dengan Pahala Berlimpah

Di antara beragam bentuk sedekah, ada dua amalan yang digolongkan sebagai sunnah muakkad atau sangat dianjurkan, karena pahalanya yang berlimpah: wakaf dan salat Dhuha.

1. Wakaf: Sedekah Jariyah yang Tak Terputus Pahalanya

Wakaf dikenal sebagai sedekah jariyah. Artinya, pahala dari amalan ini akan terus mengalir meskipun seorang muslim telah wafat.

Konsep ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Muslim yang dinukil dari kitab Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 3 oleh Imam Nawawi, diterjemahkan oleh Misbah:

“Apabila anak Adam (manusia) telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Menurut kitab Hadyul Islami Fatawi Mu’ashirah oleh Yusuf Al-Qardhawi (terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani), wakaf tergolong sedekah jariyah karena harta yang diwakafkan tetap digunakan untuk kebaikan umum meskipun pewakafnya telah tiada.

Pengertian wakaf sendiri adalah memberikan sesuatu dengan cara menahannya dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Maksud “menahan” di sini adalah memastikan barang tersebut tidak diperjualbelikan, dihibahkan, digadaikan, diwariskan, disewakan, atau sejenisnya, seperti yang dijelaskan dalam buku Hukum Perwakafan di Indonesia oleh Hujriman.

Contoh wakaf sangat beragam, seperti tanah untuk pembangunan masjid, musala, pesantren, atau sekolah. Wakaf juga bisa berupa perkebunan, pertokoan, atau aset lain yang hasilnya didedikasikan untuk membiayai dakwah, pendidikan, atau sarana ibadah.

2. Salat Dhuha: Pahala Setara Ibadah Umrah

Selain wakaf, salat Dhuha juga termasuk amalan sunnah muakkad yang menjanjikan pahala melimpah. Salat sunnah ini memiliki keutamaan luar biasa, bahkan mampu mencukupi kewajiban sedekah setiap hari. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW dari Abu Dzar RA:

“Pada setiap ruas tulang seseorang di antara kalian di setiap pagi ada kewajiban sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Namun, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang dikerjakan seseorang di waktu Dhuha.” (HR Muslim)

Lebih jauh lagi, salat Dhuha juga disebutkan dapat menggantikan pahala umrah. Dalam buku Amalan Pembuka Rezeki karya Haris Priyatna dan Lisdy Rahayu, dijelaskan sebuah hadits Rasulullah SAW:

“Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan salat wajib, pahalanya adalah seperti pahala haji, dan barang siapa melakukan salat Dhuha, pahalanya adalah seperti pahala umrah, dan melaksanakan salat setelah salat tanpa ada kesia-siaan antara keduanya, ia akan mendapat tempat yang tinggi.” (HR Abu Dawud)

Adab dalam Bersedekah

Agar sedekah kita diterima dan berbuah pahala maksimal, penting untuk memperhatikan adab-adab bersedekah. Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuatul Adab al-Islamiyyah (diterjemahkan Abu Ihsan Al-Atsari) menjelaskan beberapa adab penting ini:

  • Ikhlas bersedekah semata-mata untuk mencari rida Allah SWT.
  • Mendahulukan sedekah wajib (zakat) sebelum sedekah sunnah.
  • Tidak menunda sedekah wajib tanpa alasan syar’i.
  • Bersedekah kepada orang yang paling membutuhkan.
  • Mendahulukan sedekah kepada orang terdekat, seperti keluarga atau tetangga.
  • Memastikan sedekah berasal dari hasil yang baik dan halal.
  • Merahasiakan sedekah untuk menghindari riya’ (pamer).
  • Tidak mengungkit sedekah yang telah dikeluarkan.

Dengan memahami dan mengamalkan bentuk-bentuk sedekah serta adabnya, kita dapat meraih pahala besar yang terus mengalir, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan kita dalam berbuat kebaikan.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Tentang Wakif, Sebutan Orang yang Mewakafkan Harta



Jakarta

Orang yang mewakafkan harta disebut dengan wakif. Selain itu terdapat juga sebutan mengenai hal yang terlibat dalam wakaf, berikut ini adalah pembahasannya.

Dikutip dari buku Hukum dan Wakaf Dialektika Fikih, Undang-undang, dan Maqashid Syariah oleh Akmal Bashori, wakif adalah pihak yang melakukan wakaf dengan menyediakan harta benda yang akan dialihkan kepemilikannya untuk kepentingan wakaf.

Mengenai syarat, diketahui bahwa tidak ada syarat khusus yang harus dipenuhi oleh wakif dalam hukum perwakafan. Siapapun, baik individu, organisasi, maupun badan hukum, dapat menjadi wakif dengan asumsi mereka memiliki kepemilikan atas harta benda yang akan diwakafkan.


Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 7, wakif dapat berupa perseorangan, organisasi, atau badan hukum. Hal ini menandakan perluasan jangkauan wakif yang sebelumnya hanya terbatas pada individu, individu tertentu, atau badan hukum yang memiliki tanah hak milik, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977.

Dengan undang-undang yang lebih baru, wakif dapat berupa individu, organisasi, atau badan hukum yang memiliki kepemilikan atas harta benda yang akan diwakafkan.

Meskipun tidak terdapat syarat khusus bagi orang yang ingin berwakaf, akan tetapi terdapat catatan dari Kemenag RI kepada wakif perorangan agar memiliki kecakapan hukum dalam membelanjakan harta. Adapun kecakapannya dalam bertindak seperti yang dijelaskan dalam Fiqh Wakaf terbitan Kementerian Agama (Kemenag) adalah sebagai berikut.

4 Kriteria Orang yang Mewakafkan Harta

1. Merdeka

Seorang wakif harus memiliki kebebasan dalam memiliki harta dan memiliki kemampuan untuk secara sukarela menyerahkan hak miliknya tanpa pertimbangan materiil. Oleh karena itu, hamba sahaya tidak dapat melakukan wakaf kecuali jika mereka mendapat izin dari pemiliknya.

2. Berakal Sehat

Wakaf hanya diperbolehkan bagi mereka yang memiliki akal sehat dan kemampuan untuk melakukan perjanjian wakaf. Orang dengan keterbatasan mental atau intelektual tidak dianggap sah melakukan wakaf.

3. Dewasa (Baligh)

Seorang wakif harus sudah dewasa atau baligh, sehingga dianggap mampu melakukan perjanjian wakaf dan menyerahkan hak miliknya.

4. Tidak Boros atau Lalai

Orang yang berada di bawah pengampuan, seperti orang yang boros atau tidak cakap mengelola harta, dianggap tidak mampu untuk melakukan penyerahan hak milik secara sukarela. Namun, wakaf orang yang berada di bawah pengampuan terhadap dirinya sendiri selama hidupnya dianggap sah berdasarkan prinsip istihsan.

Tujuan pengampuan adalah untuk menjaga agar harta wakaf tidak habis digunakan secara tidak benar dan menjaga agar wakif tidak menjadi beban bagi orang lain.

Syarat Melakukan Wakaf

Menurut mayoritas ulama fikih klasik, seperti Malikiyah, Shafi’iyah, dan Hanabilah, wakaf dianggap sah jika memenuhi beberapa persyaratan yang terdiri dari empat macam, sebagaimana dijelaskan berikut ini,

  • Orang yang melakukan wakaf disebut wakif. Ini adalah pihak yang menyediakan harta atau properti yang akan diwakafkan.
  • Pihak yang bertanggung jawab mengelola dan mengurus wakaf disebut nādzir. Nādzir adalah orang atau lembaga yang ditunjuk untuk menjaga dan memanfaatkan harta wakaf sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
  • Harta atau properti yang diwakafkan disebut Mal Mauquf. Ini adalah harta yang secara sah dialihkan kepemilikannya untuk kepentingan wakaf dan tidak dapat ditarik kembali oleh waqif atau pihak lain.
  • Pernyataan atau ikrar dari wakif yang menyatakan niat dan keinginan untuk melakukan wakaf disebut sighat. Sighat ini merupakan bentuk tindakan hukum yang menunjukkan keseriusan wakif dalam melakukan wakaf.

Itulah sekilas pembahasan mengenai orang yang mewakafkan harta atau yang disebut sebagai wakif hingga kriterianya. Semoga bermanfaat dan kita termasuk orang yang bisa berwakaf. Aamiin yaa Rabbalalamiin.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Hukum Mewakafkan Harta, Benarkah Dapat Pahala yang Terus Mengalir?



Jakarta

Wakaf merupakan salah satu perbuatan hukum wakif (seseorang yang memberikan wakaf) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau juga jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya. Pemberian wakaf bisa untuk keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Lantas, apa hukum seseorang yang mewakafkan hartanya?

Menurut buku Hukum Wakaf di Indonesia Dan Proses Penanganan Sengketanya yang ditulis oleh Dr. Ahmad Mujahidin, S.H., M.H., wakaf pada mulanya hanya sekadar keinginan seseorang yang ingin berbuat baik dengan kekayaan atau rezeki yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang pasti.


Namun, setelah masyarakat Islam merasakan manfaat besar dari lembaga wakaf, kemudian timbul keinginan untuk mengatur perwakafan. Lantas dibentuklah lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara, dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu maupun keluarga.

Di sisi lain, berdasarkan sejarah Islam, wakaf telah dikenali sejak masa Rasulullah SAW sebab wakaf disyariatkan setelah Rasulullah SAW ke Madinah pada tahun kedua Hijriah. Sebagaimana yang tercantum dalam buku Hukum Wakaf karya HR. Daeng Naja, Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriah pernah mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah, di antaranya ialah kebun A’raf Shafiyah, Dalal, Barqah, dan kebun lainnya.

Selain itu Rasulullah SAW juga mewakafkan perkebunan Mukhairik yang telah menjadi milik beliau setelah terbunuhnya Mukhairik ketika Perang Uhud. Beliau menyisihkan sebagian keuntungan dari perkebunan tersebut untuk menafkahi keluarganya selama setahun dan sisanya digunakan untuk membeli kuda perang, senjata, dan kepentingan kaum muslimin.

Dasar Hukum Wakaf

Merangkum buku Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf yang disusun oleh Elsi Kartika Sari, S.H., M.H., terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan juga hadits Rasulullah yang dapat dijadikan tumpuan atau hal yang mendasari wakaf dalam Islam.

Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 92,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Artinya: Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui

Selain itu, ayat yang menjelaskan tentang anjuran mewakafkan harta ada pada surat Al Baqarah ayat 267,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.

Adapun sunnah Rasulullah SAW dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yakni shadaqah jariyah yang mengalir terus menerus, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim).

Hadits Rasulullah lainnya yang lebih menegaskan perkara wakaf ada pada perintah Nabi kepada Khalifah Umar RA untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar. “Dari Ibnu Umar RA dia berkata bahwa sahabat Umar RA memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk.

Umar berkata, “Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Kahibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab, “Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu dan kamu sedekahkan (hasilnya).”

Kemudian, Umar melakukan shaqadah, tidak dijual, tidak diwariskan, dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar, “Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR Muslim).

Berdasarkan sumber-sumber yang telah disebutkan, hukum mewakafkan harta adalah sunnah muakkad. Dalam hal ini adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan. Sebab, wakaf termasuk sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang mewakafkan telah meninggal.

Manfaat dan Keutamaan Mewakafkan Harta

Menukil buku Panduan Muslim Sehari-Hari yang ditulis oleh DR. KH. M. Hamdan Rasyid, MA, dan Saiful Hadi El-Sutha, berikut ini adalah beberapa manfaat dari mewakafkan harta di jalan Allah beserta keutamaan-keutamaannya.

1. Mendapatkan Pahala Yang Terus Mengalir

Selama masih dimanfaatkan oleh orang lain dalam melaksanakan kebaikan, seseorang yang mewakafkan hartanya akan mendapatkan pahala meskipun telah wafat. Rasulullah bersabda terkait tiga amalan yang tidak akan pernah putus dan salah satunya adalah sedekah jariyah (wakaf).

2. Mendapatkan Kebaikan Sesuai yang Diwakafkan

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mewakafkan kudanya di jalan Allah karena keimanan kepadanya dan membenarkan janji-Nya, niscaya laparnya, hausnya, kotoran, dan kencing kuda tersebut akan menjadi timbangan kebaikan orang tersebut di hari kiamat.” (HR Al Bukhari).

3. Mendapatkan Balasan Surga di Sisi Allah

Dalam hadits yang sanadnya bersumber pada Utsman bin Affan disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membeli sumur Ruma’ (dan mewakafkan manfaatnya untuk semua orang), maka baginya surga.” (HR Al Bukhari).

4. Dikaruniai Ketenangan Hati dan Kelapangan Jiwa

Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 274,

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Artinya: Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

Dengan mengetahui keutamaan berwakaf, umat muslim dapat mencontoh sikap terpuji Rasulullah SAW dan para sahabat yang memilih untuk mewakafkan harta mereka untuk kepentingan umat muslim.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

FEB UGM Luncurkan Aplikasi SAMAWI, Permudah Nazhir Kelola Wakaf



Jakarta

Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan aplikasi SAMAWI (Sistem Akuntansi dan Manajemen Wakaf Indonesia).

Peluncuran aplikasi ini diresmikan dengan penandatanganan MOU antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang digelar di Gedung Pusat Pembelajaran FEB UGM, pada Selasa (13/6/2023).

Aplikasi SAMAWI (Sistem Akuntansi dan Manajemen Wakaf Indonesia) merupakan salah satu output dari riset Tim Peneliti ENTROPY (Enhancing the Role of Islamic Philanthropy in Alleviating the Economic Impacts of Covid-19 Outbreak) yang diketuai oleh Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Prof. Mahfud Sholihin, Ph.D., dan didanai oleh LPDP.


Prof. Mahfud Sholihin, Ph.D. dalam acara press conference peluncuran aplikasi SAMAWI, menyatakan bahwa kehadiran aplikasi ini diharapkan dapat membantu para nazhir untuk memudahkan pengelolaan wakaf dengan jargon “semudah update status”.

Sebagai informasi, nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

“Aplikasi ini insya Allah membantu para nazhir untuk memudahkan pengelolaan wakaf, melaporkan wakaf sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan nomor 112,” tutur Mahfud.

“Jargon kami, melaporkan wakaf berdasarkan SAK 112, semudah update status, karena tinggal mengentry lalu kemudian sudah jadi laporan keuangannya, tidak perlu repot-repot, realtime dan web based,” sambungnya.

Sementara ini, aplikasi SAMAWI baru dapat diakses melalui website. Akan tetapi, pengembangan kedepannya akan merambah pada aplikasi khusus yang tersedia di app store atau playstore.

Peluncuran Aplikasi SAMAWI Sekaligus Jadi Sosialisasi Perwakafan

Ketua Badan Pelaksana BWI, Prof. De. Ir. H. Mohammad Nuh, D.E.A., menyatakan bahwa peluncuran aplikasi ini turut menjadi sosialisasi perwakafan supaya seluruh mahasiswa, dosen, karyawan, dan tenaga kependidikan dapat memahami wakaf.

Dalam keterangannya, UGM akan menempatkan sebagian dana abadinya untuk dikelola Badan Wakaf Indonesia melalui instrumen cash waqf linked sukuk, yaitu instrumen yang diterbitkan oleh kementerian keuangan sejak tahun 2019 lalu.

“Cash waqf linked sukuk ini beberapa perguruan tinggi juga sudah mulai menempatkan, mulai dari ITS, IPB, ITB, UNPAD, dan UNDIP. Insya Allah dalam waktu dekat, tidak terlalu lama lagi akan ada UGM. Ini kita fokuskan pada perguruan-perguruan tinggi yang PTNBH,” terang Prof. Mohammad.

“Semua perguruan tinggi PTNBH harus punya dana abadi, endowment fund, atau bahasa aslinya wakaf. Kita menyambut dan sangat bangga betul UGM sudah merintis dana abadi itu,” imbuhnya.

Prof. Mohammad menyampaikan dalam keterangannya, bahwa instrumen cash waqf linked sukuk ini risikonya dijamin oleh pemerintah dan memberikan return atau keuntungan yang jauh lebih besar dari deposito, tidak kena pajak, dan bebas pajak.

Terakhir, ia menuturkan bahwa diluncurkannya aplikasi manajemen wakaf SAMAWI oleh FEB UGM bersama Badan Wakaf Indonesia menjadi peran besar dari perguruan tinggi dalam mengembangkan dunia perwakafan dengan sentuhan teknologi.

“Wakaf itu jangan diartikan sebagai konservatif dan tradisional. Kita sekarang lebih modern, beyond IT, beyond digital. Ini peran besar dari perguruan tinggi untuk mengembangkan perwakafan Indonesia. Perguruan tinggi kan setiap tahun mahasiswanya ganti, jadi kalau setiap anak lulusan paham tentang wakaf, maka akan tersebar di masyarakat terus,” pungkasnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Mauquf Alaih dalam Wakaf? Begini Penjelasannya



Jakarta

Mauquf alaih erat kaitannya dengan perwakafan. Wakaf sendiri tergolong ke dalam amal kebaikan yang termasuk sedekah jariyah.

Nantinya, orang yang mewakafkan harta tetap mendapat pahala meski telah wafat. Wakaf telah ada sejak zaman Rasulullah.

Menukil dari buku Hukum Perwakafan di Indonesia susunan Hujriman, wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqoda-yaqifu-waqfa” yang artinya ragu-ragu, berhenti memperlihatkan, memerhatikan, meletakkan, mengatakan, mengabdi, memahami, mencegah, menahan, dan tetap berdiri.


Ditinjau dari segi istilah definisi wakaf ialah pemberian yang dilakukan dengan cara menahan dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Maksud dari menahan berarti menghindarkan barang tersebut agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya.

Hukum wakaf adalah sunnah muakkad yang mana dianjurkan karena termasuk ke dalam sedekah jariyah. Dalil penganjuran wakaf termaktub dalam firman Allah SWT pada surat Ali Imran ayat 92,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya,”

Dalam wakaf, terdapat juga beberapa rukun yang harus dipenuhi agar sesuai dengan syariat dan memberi keberkahan. Nah, pada rukun wakaf itu terdapat mauquf alaih.

Lantas, apa yang dimaksud dengan mauquf alaih?

Pengertian Mauquf Alaih

Mengutip buku Wakaf Uang: Konsep dan Implementasinya susunan Dr H Acep Zoni Saeful Mubarok M Ag dkk, mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukkan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW). Sederhananya, mauquf alaih berarti penerima wakaf perorangan yang harus disebutkan namanya.

Apabila nama penerima tidak disebutkan, maka harta wakaf akan diberikan kepada fakir miskin. Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

Dijelaskan melalui Hukum Perdata Islam karya Siska Lis Sulistiani, mauquf alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah. Ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.

Selain itu, mauquf alaih juga dibedakan ke dalam dua macam, yaitu mauquf alaih yang bersifat tertentu dan mauquf alaih yang bersifat umum. Menurut Imam Al-Ghazali, syarat dari mauquf alaih yang bersifat tertentu ialah orang yang pantas dalam menerima hadiah dan wasiat, sementara syarat dari mauquf alaih yang sifatnya umum yaitu hal-hal yang bertujuan untuk pendekatan kepada Allah SWT seperti dikutip dari buku Ekonomi dan Manajemen ZISWAF tulisan Dr Tika Widiastuti S E M Si.

4 Rukun Wakaf

Selain mauquf alaih, ada sejumlah rukun lainnya yang harus dipenuhi ketika hendak berwakaf. Apa saja? Berikut pemaparannya seperti dikutip dari buku Hukum Wakaf Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H.

1. Wakif

Pewakaf atau wakif harus memenuhi syarat-syarat seperti, sudah mencapai usia baligh, memiliki akal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Contohnya seperti barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf Alaih

Mauquf alaih adalah penerima wakaf. Mauquf alaih tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta wakaf, tetapi dapat memanfaatkan harta tersebut.

4. Sighat

Sighat wakaf merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Demikian pembahasan mengenai mauquf alaih dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Syarat Wakaf, Lengkap dengan Rukun dan Keutamaannya



Jakarta

Syarat wakaf penting diketahui oleh umat Islam. Wakaf adalah salah satu sedekah jariyah yang mana ketika pewakaf wafat maka pahalanya tetap mengalir.

Secara istilah, wakaf merupakan pemberian yang dilakukan dengan cara menahan dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Definisi menahan di sini yaitu menghindarkan barang tersebut agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya, seperti dikutip dari buku Hukum Perwakafan di Indonesia susunan Hujriman.

Wakaf hukumnya sunnah muakkad yang berarti dianjurkan. Dalil mengenai anjuran wakaf tersemat dalam surat Ali Imran ayat 92,


لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya,”

Lantas, apa saja yang termasuk ke dalam syarat wakaf? Berikut pembahasannya sebagaimana dinukil dari buku Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia oleh Dr Mardani.

Syarat Wakaf dalam Islam

Menurut Prof Dr Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, syarat wakaf terdiri atas 4 hal yaitu:

  1. Wakaf dilakukan pada barang yang boleh dijual dan diambil manfaatnya dalam keadaan barangnya masih tetap utuh, seperti harta tidak bergerak, hewan, perkakas, senjata, dan lain sebagainya
  2. Wakaf digunakan untuk kebaikan, seperti kepentingan orang-orang miskin, masjid, kaum kerabat yang muslim atau ahli dzimmi
  3. Wakaf dilakukan pada barang yang telah ditentukan. Dengan demikian, tidak sah wakaf pada barang yang tidak diketahui
  4. Wakaf dilakukan tanpa syarat. Wakaf dengan syarat tidak sah kecuali jika seseorang mengatakan “itu adalah harta wakaf setelah aku meninggal dunia,” wakaf tetap sah dengan syarat seperti ini.

Sementara itu, dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, syarat wakaf terdiri atas 6 hal yang mencakup:

  1. Wakif atau orang yang mewakafkan harta
  2. Nazir atau orang yang bertanggung jawab mengelola harta wakaf tersebut
  3. Harta benda wakaf atau harta yang diwakafkan
  4. Ikrar wakaf untuk kehendak mewakafkan sebagian harta bendanya demi kepentingan orang banyak
  5. Peruntukan harta benda wakaf atas harta yang tersedia
  6. Jangka waktu wakaf

4 Rukun Wakaf dalam Islam

Mengutip dari buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H, berikut merupakan 4 rukun wakaf:

1. Pewakaf

Seorang wakif harus memenuhi sejumlah syarat seperti, berusia baligh, berakal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Termasuk dalam kategori ini adalah barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf ‘alaih

Mauquf ‘alaih adalah penerima wakaf perorangan harus disebutkan namanya. Namun, jika nama penerima tidak disebutkan maka harta wakaf akan diberikan kepada para fakir miskin.

Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

4. Sighat

Pernyataan atau sighat wakaf ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Keutamaan Wakaf

Keutamaan dari wakaf yaitu diganjar pahala sedekah jariyah seperti yang disinggung pada pembahasan sebelumnya. Dalam surat Al Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman:

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌۚ ٧

Artinya: “Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya. Lalu, orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang sangat besar,”

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad menjelaskan terkait keutamaan wakaf. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah, ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang ia tinggalkan, mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun, sungai yang ia alirkan, sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup, semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati,” (HR Ibnu Majah)

Pada surat Al Baqarah ayat 261, dikatakan Allah akan melipatgandakan ganjaran bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan-Nya.

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui,”

Itulah pembahasan tentang syarat wakaf beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Jenis Harta Wakaf, Bisa Benda Bergerak dan Tidak Bergerak



Jakarta

Wakaf ditafsirkan sebagai sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir selama harta wakaf masih bermanfaat. Banyak jenis harta yang bisa diwakafkan, mulai dari benda bergerak hingga benda tidak bergerak.

Mengutip buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya karya Ahmad Mujahidin, kata wakaf sendiri berasal dari bahasa Arab wa-qa-fa yang berarti menahan, berhenti, diam di tempat atau berdiri. Secara istilah, wakaf terkadang bermakna objek atau benda yang diwakafkaan (al-mauquf bih).

Istilah wakaf juga bermakna menahan zat benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan zat dan menyedekahkan manfaatnya.


Dalil tentang wakaf banyak tercatat dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam surat Al Baqarah ayat 261

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”

Syarat Harta yang Diwakafkan

Harta yang diwakafkan disebut Al-Mauquf. Harta itu sah dipindahmilikkan, apabila memenuhi beberapa persyaratan:

  • Harta yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.
  • Harta nyag diwakafkan itu harus diketahui dan ditentukan bendanya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik tidak sah.
  • Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Tidak boleh mewakafkan harta yang sedang dijadikan jaminan atau digadaikan kepada pihak lain.
  • Harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’)

Jenis Harta Wakaf

Adapun jenis benda yang diwakafkan terbagi menjadi tiga macam, berikut rinciannya:

Wakaf benda tak bergerak (diam)

Contohnya seperti tanah, rumah, toko, dan semisalnya. Telah sepakat para ulama tentang disyariatkannya wakaf jenis ini.

Wakaf benda bergerak (bisa dipindah)

Contohnya seperti mobil, hewan, dan semisalnya. Termasuk dalil yang menunjukkan bolehnya wakaf jenis ini adalah hadits: “Adapun Khalid maka dia telah mewakafkan baju besinya dan pedang (atau kuda)-nya di jalan Allah Ta’ala” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Wakaf berupa uang

Uang juga dapat menjadi harta yang sah diwakafkan. Uang dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha yang keuntungan dapat bermanfaat bagi kemaslahatan.

Mengutip buku Sejarah Perkembangan Wakaf dalam Persepektif Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia oleh Nur Afifuddin, Lilik Rosidah dan Edy Sutrisno dijelaskan bahwa di Indonesia ada hukum yang mengatur tentang wakaf. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004.

Selama harta yang diwakafkan memiliki manfaat bagi masyarakat, maka pahala yang didapat oleh orang yang memberi wakaf akan terus mengalir. Hal ini dijelaskan melalui satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah yang didasarkan pada sabda Nabi Muhammad.

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh.” (HR Muslim).

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Sighat Wakaf Bisa Berupa Tulisan, Lisan dan Isyarat, Begini Penjelasannya


Jakarta

Sighat wakaf bisa berupa tulisan, lisan, atau suatu isyarat yang bisa dipahami maknanya. Sighat wakaf juga kerap disebut sebagai pernyataan pemberian wakaf dan penerimanya.

Menurut buku Bunga Rampai Zakat dan Wakaf susunan Sri Oftaviani, sighat atau lafaz adalah pernyataan yang dikemukakan dengan berbagai bentuk, baik itu tulisan, lisan atau isyarat. Umumnya, pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan untuk menyatakan wakaf oleh siapa saja, sementara secara isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan cara tulisan atau lisan.

Namun, pernyataan dengan isyarat harus sampai benar-benar dipahami agar pihak penerima wakaf dapat menghindari persengketaan di kemudian hari.


Sighat Wakaf Sebagai Salah Satu Rukun

Sighat atau ikrar termasuk ke dalam salah satu rukun wakaf yang disepakati oleh jumhur Fuqaha. Maka, jika sighat wakaf tidak ada tentu wakafnya belum sempurna.

Maksud dari sighat sendiri yaitu pernyataan yang berupa penyerahan barang-barang wakaf kepada nazhir untuk dikelola sebagaimana yang diharapkan oleh pemberi wakaf seperti dijelaskan dalam Hukum Wakaf oleh HR Daeng Naja.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Sighat Wakaf

Pada buku Hukum Perjanjian Islam di Indonesia oleh Abdul Ghofur Anshori, sighat berarti ijab kabul yang dilafazkan. Berkaitan dengan itu, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam sighat wakaf, antara lain sebagai berikut:

  • Hendaklah dilafazkan bagi orang yang bertutur
  • Hendaklah diganti dengan tulisan bagi orang yang tidak boleh bertutur
  • Lafaz wakaf mesti dipahami oleh penerima wakaf atau saksi
  • Lafaz wakaf harus jelas dari segi jenis, luas, tempat, bentuk dan jumlah

Apa Saja yang Dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf?

Dijelaskan dalam buku Pengantar Hukum Zakat & Wakaf oleh Elbeth Bauer, dalam Pasal 21 UU Nomor 41 Tahun 2004, suatu pernyataan wakaf dituangkan dalam akta ikrar waqaf yang memuat:

  1. Nama dan identitas wakif
  2. Nama dan identitas nazhir
  3. Data dan keterangan harta benda wakaf
  4. Peruntukan harta benda wakaf
  5. Jangka waktu wakaf

4 Rukun dalam Wakaf

Mengutip dari buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H, berikut merupakan 4 rukun wakaf:

1. Pewakaf

Seorang wakif harus memenuhi sejumlah syarat seperti, berusia baligh, berakal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Termasuk dalam kategori ini adalah barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf ‘alaih

Mauquf ‘alaih adalah penerima wakaf perorangan harus disebutkan namanya. Namun, jika nama penerima tidak disebutkan maka harta wakaf akan diberikan kepada para fakir miskin.

Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

4. Sighat

Sighat wakaf merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Demikian pembahasan mengenai sighat wakaf dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat!

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

2 Jenis Harta yang Paling Baik untuk Diwakafkan


Jakarta

Wakaf termasuk amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Ada dua jenis harta yang paling baik untuk diwakafkan.

Dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah dikatakan, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (kepemilikan) asal dan menjadikan manfaatnya untuk umum.

Maksud menahan barang, kata Muhammad Jawad Mughniyah, adalah menahannya agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya. Adapun, cara pemanfaatan wakaf sendiri bisa dengan menggunakannya sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa imbalan.


Sedangkan dalam buku yang berjudul Wakaf Perusahaan: Model CSR Islam untuk Pembangunan Berkelanjutan yang ditulis oleh Budi Santoso, wakaf dalam perundangan Islam dipahami sebagai bentuk dedikasi harta yang hanya dimanfaatkan untuk tujuan kebaikan, baik secara umum maupun khusus.

Syarat Harta yang Diwakafkan

Ada sejumlah syarat bagi harta yang bisa diwakafkan. Mengutip buku Potensi dan Konsep Wakaf karya Jaharuddin dan Radiana Dhewayani berikut di antaranya:

  • Harta wakaf memiliki nilai
  • Harta wakaf jelas bentuknya
  • Harta wakaf merupakan milik dari pihak yang mewakafkan (wakif)
  • Harta wakaf berupa benta yang tidak bergerak atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada

Selain itu, barang atau benda yang diwakafkan harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama, artinya tidak habis dalam sekali pakai.

Harta yang Paling Baik untuk Diwakafkan

1. Paling Baik dan Berharga

Harta yang paling utama untuk diwakafkan adalah harta yang paling baik dan paling berharga, sebagai cerminan dari kebajikan di sisi Allah, seperti yang tertulis dalam buku Handbook Metodologi Studi Islam karya Chuzaimah Batubara.

2. Mendatangkan Manfaat

Sedangkan menurut sumber sebelumnya, harta yang paling baik untuk diwakafkan adalah harta yang kekal wujudnya dan dapat diambil manfaatnya baik harta yang bergerak maupun harta tidak bergerak.

Sering ditemui harta yang paling banyak diwakafkan biasanya berbentuk tanah dan bangunan. Namun, dalam konteks modern wakaf juga bisa diterima dalam bentuk saham serta uang tunai.

Dalam sumber yang sama sebelumnya, jenis harta wakaf tidak hanya dengan memberikan tempat-tempat ibadah saja, namun bisa semua macam sedekah.

Sedekah itu termasuk memberi kepada kaum fakir miskin, memerdekakan hamba sahaya, bersedekah kepada keluarga, dan segala bentuk kegiatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Syarat Orang yang Mewakafkan Harta

Ketentuan seputar wakaf di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2004. Dalam peraturan tersebut dikatakan, pihak yang mewakafkan atau disebut wakif bisa berupa perorangan, organisasi, maupun badan hukum.

Adapun, syarat wakif meliputi:

  • Dewasa
  • Berakal sehat
  • Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
  • Pemilik sah harta benda wakaf

Keutamaan Wakaf

Salah satu keutamaan wakaf adalah menjadi amal ibadah yang mulia karena pahalanya terus mengalir. Dalam buku Hadits-hadits Ekonomi Syariah karya Muhammad Sauqi disebutkan sejumlah hadits yang mendukung hal ini.

Dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ ». رواه ومسلم

Artinya: “Apabila anak cucu Adam meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah (yang mengalir), ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim)

Mengalirnya pahala wakaf turut dijelaskan dalam hadits lain yang termuat dalam Sunan an-Nasa’i,

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : ( أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا, فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْهُ قَالَ : إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا, وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ : فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعٌ أَصْلُهَا وَلَا يُورَثُ، وَلَا يُوهَبُ فَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ, وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالصَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ صَدِيقاً ) غَيْرَ مُتَمَوّل.

Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, bahwa Umar bin Khaththab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu ia menghadap Rasulullah SAW untuk memohon petunjuknya apa yang sepatutnya dilakukan buat tanah tersebut.

Umar berkata kepada Rasulullah SAW, ‘Ya Rasulullah! Saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar dan saya belum pernah mendapatkan harta lebih baik dari tanah di Khaibar itu. Karena itu saya mohon petunjukmu tentang apa yang sepatutnya saya lakukan pada tanah itu.’

Rasulullah bersabda, ‘Jika engkau mau, tahanlah zat (asalnya) bendanya dan sedekahkanlah hasilnya.’

Umar menyedekahkannya dan mewasiatkan bahwa tanah tersebut tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwarisi. Umar menyalurkan hasil tanah itu bagi orang-orang fakir, keluarganya, membebaskan budak, orang yang berjuang di jalan Allah, orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan tamu. Dan tidak berdosa bagi orang yang mengurusi harta wakaf tersebut makan dari hasil wakaf tersebut dalam batas-batas kewajaran atau memberi makan orang lain dari hasil wakaf tersebut.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

2 Bentuk Sedekah yang Sunnah Muakkad, Pahalanya Berlimpah


Jakarta

Sedekah bisa berubah-ubah hukumnya sesuai dengan keadaan. Sedekah bisa menjadi sunnah atau bahkan sunnah muakkad yang berarti sangat dianjurkan. Apakah sedekah yang hukumnya sunnah muakkad itu?

Hukum sedekah pada dasarnya adalah sunnah, sebagaimana dijelaskan dalam buku 100 Kesalahan dalam Sedekah oleh Reza Pahlevi Dalimuthe.

Dalil diperintahkannya sedekah ada dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 245. Allah SWT berfirman,


مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ٢٤٥

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Dia akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Dari beberapa sedekah, ada di antaranya yang hukumnya sunnah muakkad. Berikut dua bentuk sedekah yang hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan.

Dua Bentuk Sedekah yang Hukumnya Sunnah Muakkad

Dua bentuk sedekah yang hukumnya sunnah muakkad adalah menyisihkan sebagian harta benda untuk diwakafkan kepada orang yang membutuhkan serta salat Dhuha di pagi hari. Berikut penjelasannya.

1. Wakaf

Mewakafkan sebagian harta adalah sedekah yang hukumnya sunnah muakkad. Rasulullah SAW bersabda bahwa wakaf adalah sedekah jariyah yang pahalanya akan terus mengalir walaupun seseorang sudah meninggal dunia.

Hal tersebut termaktub dalam kitab Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 3 karya Imam Nawawi. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: “Apabila anak Adam (manusia) telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha dalam bukunya, Panduan Muslim Sehari-hari, menjelaskan wakaf secara lengkap. Dikatakan, wakaf dalam segi bahasa memiliki arti “berdiri, berhenti, dan menahan.”

Adapun pengertian wakaf secara istilah adalah menyerahkan harta yang tahan lama dan dapat dimanfaatkan oleh umat Islam tanpa harus merusak atau menghabiskannya, kepada seseorang atau masyarakat untuk dimanfaatkan dan diambil hasilnya, dengan tetap mempertahankan harta benda tersebut berada pada milik Allah SWT yang tidak dapat diperjualbelikan, diberikan kepada orang lain, atau diwariskan kepada keluarga.

Wakaf bisa berupa apa saja. Namun, wakaf yang dikeluarkan biasanya harta benda yang sangat diperlukan oleh masyarakat Islam.

Wakaf bisa berupa tanah untuk membangun masjid, mushala, pondok pesantren, sekolah, dan lain sebagainya. Wakaf juga bisa berupa tanah, perkebunan, pertokoan, rumah kontrakan, dan lainnya yang hasilnya bisa digunakan untuk membiayai dakwah, pendidikan, sarana peribadatan, biaya hidup fakir miskin, penderita cacat, yatim piatu, orang-orang yang terkena musibah, dan lainnya.

2. Salat Dhuha

Sedekah yang hukumnya sunnah muakkad selanjutnya adalah salat Dhuha di pagi hari. Imam an-Nawawi turut menjelaskan sedekah dengan ibadah salat Dhuha ini dalam Syarah Riyadhus Shalihin. Ia menukil sebuah hadits yang berasal dari Abu Dzar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فكُل تشبيحة صَدَقَةٌ، وَكُل تَحْمِيدَة صَدَقَةٌ، وكل تهليله صَدَقَد وَكُل تكبيرة صَدَقَد وَأَمرٌ بالمعروف صَدَقَة ونهي عن المنكر صَدَقَةٌ ويُخرى من ذلك رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الصحي

Artinya: “Pada setiap ruas tulang seseorang di antara kalian di setiap pagi ada kewajiban sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Namun, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang dikerjakan seseorang di waktu dhuha.” (HR Muslim)

Imam Muslim meriwayatkan hadits tersebut dalam Kitab Zakat, Bab Penjelasan Bahwa Kata Sedekah Digunakan untuk Setiap Jenis Kebaikan.

Waktu terbaik untuk melaksanakan salat Dhuha adalah pagi hari sampai siang hari sebelum masuk waktu Dzuhur. Salat Dhuha bisa dilakukan dengan rakaat paling sedikit adalah dua rakaat.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com