Tag Archives: warahmatullahi wabarakatuh

5 Materi Kultum Singkat yang Menarik Sebagai Renungan Kehidupan


Jakarta

Kultum merupakan singkatan dari “kuliah tujuh menit”. Setiap kegiatan ceramah yang dilakukan dengan durasi relatif sebentar dianggap sebagai kultum.

Dalam perkembangannya, kultum bukan hanya dilakukan saat bulan Ramadhan saja, tetapi juga dalam banyak acara keagamaan dengan durasi yang tidak membutuhkan waktu panjang.

Kultum merupakan salah satu variasi dalam menyampaikan dakwah atau bentuk ajakan kepada orang lain dalam hal kebaikan, seperti untuk mempelajari agama Islam. Allah SWT berfirman dalam surah Fussilat ayat 33,


وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”

Maka, untuk mengamalkannya, ada baiknya jika kita mampu menyebarkan secara lisan melalui beberapa kultum singkat berikut ini, baik pada sebuah pertemuan secara langsung ataupun kita sebarkan melalui media-media digital saat ini.

5 Materi Kultum Singkat Menarik untuk Renungan

Berikut adalah beberapa kultum singkat yang bisa dijadikan renungan untuk kehidupan. Kultum singkat ini dirujuk dari buku Materi Kultum Ustadz Milenial yang disusun oleh Ust. Haidar Musthofa, dan buku Berkaca Pada Jiwa yang disusun oleh Prito Windiarto dkk.

1. Kekurangan Adalah Anugerah

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah rabbil ‘alamin, wassalatu wassalamu ‘ala ashrafil anbiya’i wal mursalin, sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Hadirin yang dirahmati Allah, kali ini saya akan mengajak Anda belajar bersama-sama tentang kekurangan yang kita miliki yang sebenarnya adalah anugerah.

Alkisah, suatu hari, sebuah toko hewan peliharaan memasang iklan yang menarik perhatian anak-anak, bertuliskan “Dijual Anak Anjing.” Seorang anak laki-laki pun datang ke toko dan bertanya, “Berapa harga anak anjing yang dijual?”

Pemilik toko menjawab, “Harganya antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000.”

Anak itu merogoh saku dan mengeluarkan uang, “Aku hanya punya Rp 275.000. Bolehkah aku melihat anak anjing-anjing itu?”

Pemilik toko tersenyum dan memanggil anjing-anjingnya. Tak lama kemudian, muncul anjing bernama Lady dengan lima anak anjing yang berlari-lari di toko. Namun, ada satu anak anjing yang tampak tertinggal, berlari pelan.

Anak itu menunjuk anak anjing yang berbeda dari yang lain dan bertanya, “Kenapa anak anjing itu lambat?”

Pemilik toko menjelaskan bahwa anak anjing itu memiliki kelainan di pinggulnya dan akan tetap cacat seumur hidupnya.

Anak lelaki itu kemudian berkata, “Aku ingin membeli anak anjing yang cacat itu.”

Namun, pemilik toko mencoba menasehati, “Jangan beli anak anjing itu. Dia tidak bisa berlari cepat dan tidak bisa bermain seperti anak anjing lainnya.”

Tetapi anak laki-laki itu tetap teguh, “Aku tetap ingin membeli anak anjing itu. Saya akan bayar penuh. Saat ini saya hanya punya Rp 275.000, tapi setiap hari saya akan mengangsur Rp 5.000 sampai lunas.”

Pemilik toko menolak, “Aku rasa kamu tak perlu membeli anak anjing yang cacat itu. Dia tidak bisa bergerak seperti anak anjing lain.”

Anak itu terdiam, lalu ia menarik celana panjangnya. Ternyata, ia juga memiliki kaki yang cacat. Ia berkata, “Tuan, aku pun tidak bisa berlari cepat atau bermain seperti anak laki-laki lain. Jadi, aku tahu anak anjing ini membutuhkan seseorang yang memahami dan peduli terhadap keadaannya.”

Hadirin, Allah SWT tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya, laa yukallifullahau nafsan illaa wu’ahaa.

Jika kita diciptakan dengan kekurangan, itu berarti kita dipercaya oleh Allah untuk menghadapi tantangan tersebut. Karena pada hakikatnya, setiap manusia tentu menginginkan kesempurnaan, bukan?

Namun, ketika kita memiliki kekurangan, Allah pasti juga memberikan kelebihan lain kepada kita, meskipun mungkin kita belum menyadarinya. Terkadang, ada cara-cara yang mungkin terlihat aneh bagi akal manusia, tetapi ternyata bisa terbukti dan bermanfaat.

Jika kita belum menemukan kelebihan itu, mari terus menggali potensi yang ada dalam diri kita. Ingatlah, kekurangan yang kita miliki sebenarnya adalah bagian dari anugerah Allah yang harus kita syukuri.

2. Awas, Mulutmu Harimaumu!

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Innalhamdalillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruhu wa nastahdihi wa na’udzubillahi min syururi anfusina wa min sayyi’ati a’malina, man yahdihi Allahu fa la mudhilla lahu wa man yudhlil fa la haadiya lah. Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh. Allahumma salli wa sallim wa barik ‘ala muhammad wa ‘ala aalihi wa sahbihi wa man iqtada bi hudaahu ila yawmil qiyamah. Amma ba’du.

Hadirin yang dirahmati Allah, kadang kala malapetaka bersumber dari lisan. Gara-gara mulut blak-blakan, bisa membuat orang nginep di penjara. Gara-gara mulut blak-blakan, bisa membuat muka hancur tidak karuan.

Gara-gara mulut blak-blakan, keluarga malah jadi taruhan. Makanya ada istilah “mulutmu harimaumu”, “lidah lebih tajam daripada pedang”, “lidah memang tak bertulang”, dan lain sebagainya.

Namun kalau dipikir-pikir, memang begitu kenyataannya. Lidah kita keseleo sedikit saja, bisa jadi urusan serius. Oleh karena itu, kita perlu menjaga lisan, kalau memang kita mengaku umat Nabi Muhammad SAW, kita harus ingat pesan Beliau,

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbicara hal-hal yang baik, yaitu menjaga lisan, atau kalau memang tidak bisa, lebih baik diam saja.”

Alat komunikasi yang satu ini memang harus dijaga dengan baik. Kalau tidak, bisa jadi rumit. Tapi kadang orang sering lupa, termasuk kita, kalau bicara asal saja, tidak dipikir dulu.

Padahal Islam telah mengajarkan etika bicara. Jika seseorang hendak berbicara, hendaklah dipikir terlebih dulu.

Kalau kita perhatikan, banyak hal yang berhasil tidaknya dan berjalan tidaknya, diukur oleh lisan dan kualitas komunikasi kita. Seorang marketer bisa mendapatkan nasabah, umumnya ditentukan oleh kualitas komunikasinya.

Semakin bagus kualitas komunikasi si marketer, semakin besar peluang keberhasilannya. Sebaliknya, jika kualitas komunikasi si marketer buruk, jangan harap ia akan mendapatkan nasabah.

Jika ada orang yang sakit hati karena lisan kita, sungguh kita telah berdosa. Untuk mendapatkan ampunan dosa tersebut, tidak cukup hanya memohon ampun kepada Allah SWT, karena selain berdosa kepada Allah SWT, kita juga berdosa kepada orang yang sudah disakiti hatinya.

Makanya jangan menganggap hal ini sepele. Lisan liar bisa membuat kebaikan terbakar. Lisan kotor bisa membuat hati juga gersang. Ingat pesan Nabi SAW, seorang hamba yang beriman hendaknya berkata/berbicara yang baik-baik, yang diridai oleh Allah SWT, karena dengan hal tersebut ia akan ditinggikan derajatnya.

Sebaliknya, seorang hamba yang suka berbicara dengan perkataan yang sangat dibenci oleh Allah, maka ia akan ditempatkan di neraka Jahanam. Terlebih lagi kalau orang sudah kebiasaan bicara yang kurang elok, seperti **lol, b***, dan lain sebagainya.

Perlu diketahui, bahwa alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, merespon apa pun yang dilakukan oleh manusia, termasuk ucapannya. Misalnya ada seseorang yang di halaman depan rumahnya ada satu pohon mangga, mangganya tidak pernah berbuah dan setiap hari hanya berhasil merontokkan daun-daunnya.

Oleh karena itu, orang tersebut setiap hari harus membersihkan rontokan daunnya. Sambil menyapu dia selalu mengumpat, “Kau ini tidak mau berbuah, bisanya cuma bikin cape saja.” Terus-terusan dia melancarkan umpatan-umpatannya.

Sampai akhirnya pohon tersebut malah lebih sering dan lebih banyak rontok daun-daunnya. Selanjutnya, rontoklah ranting-rantingnya dan satu cabang besarnya patah menimpa rumahnya.

Oleh karena itu, kita harus selalu ingat, bahwa “mulutmu harimaumu!”

3. Mencari Solusi dengan Memberi

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahi hamdan kasiran kama amar, fantahuu ‘amma naha ‘anhu wa hazzara. Asyhadu alla ilaha illallahal wahid al-Qahhar, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluhu sayyidu al-abrar. Fasalawatu allahi wa salamuhu ‘alayhi wa ‘ala aalihi wa sahbihi wa man tabi’a hudahuu ila yawmil ba’thi wal nusyuuri. Amma ba’du.

Hadirin yang dimuliakan Allah, ternyata untuk mencari solusi dari rumitnya masalah yang menyelimuti kehidupan kita, tidak harus selalu dengan upaya dan kerja keras untuk mendapatkan semua yang kita inginkan untuk keluar dari masalah tersebut, tetapi juga bisa dengan memberikan sebagian dari apa yang dikaruniakan kepada kita.

Suatu hari, dua anak kecil yang bersaudara tampak sibuk di pojok halaman rumah. Salah satu dari mereka tampak membungkuk, seolah sedang mencoba mengambil sesuatu dari dalam sebuah lubang kecil, sementara adiknya tampak serius memperhatikan sambil sesekali menengok ke arah lubang itu. Tangan kanannya erat memegang ranting kecil.

“Dapat, Kak?” tanya sang adik dengan penuh rasa ingin tahu.

“Belum, Dik. Lubangnya dalam sekali,” jawab sang kakak, yang masih mencoba memasukkan tangannya lebih dalam ke dalam lubang.

Ternyata, kedua anak itu sedang berusaha mengambil bola pingpong yang terjatuh ke dalam lubang. Kini giliran sang adik yang mencoba mencari-cari dengan rantingnya, berharap bola pingpong itu bisa tersangkut di ujung ranting dan keluar dari lubang. Namun, selalu saja ia gagal.

Melihat kebingungan anak-anaknya, sang ibu mendekat dan bertanya dengan penuh perhatian. Setelah melihat mereka, sang ibu mengangguk pelan.

“Belum berhasil, Nak?” tanya sang ibu dengan lembut, memberikan isyarat kehadirannya.

“Belum, Bu. Lubangnya dalam sekali,” jawab kedua anak itu, tampak kecewa.

Dengan bijak, sang ibu berkata, “Nak, coba isikan air ke dalam lubang itu! Nanti bola itu akan keluar dengan sendirinya.”

Hadirin yang dirahmati Allah, dalam hidup kita, sering kali kita menghadapi masalah yang terasa seperti mencoba mengeluarkan sesuatu dari lubang yang dalam dan gelap. Dalam menghadapi masalah tersebut, kita memerlukan cara yang bijaksana agar apa yang kita inginkan bisa tercapai dengan lebih mudah.

Namun, tidak semua orang memahami bahwa solusi untuk masalah hidup tidak selalu terletak pada upaya kita untuk “mengambil” sesuatu, tetapi lebih kepada semangat untuk memberi.

Ketika kita memberikan sesuatu, baik itu waktu, perhatian, atau usaha, maka kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Dengan memberi, kita malah bisa memperoleh solusi yang lebih baik untuk masalah yang kita hadapi.

Tepat sekali apa yang diucapkan oleh sang ibu kepada kedua anaknya, “Penuhi lubang dengan air, maka ia akan memberimu bola!” Oleh karena itu, jangan pernah letih dengan pekerjaan memberi, karena dengan memberi, setiap langkah kita selalu diringi dengan solusi. Ingat sabda Nabi SAW:

“Salah satu hamba Allah yang akan diberikan keberkahan dan kebahagiaan hidup adalah mereka yang dermawan.” (HR. Ad-Darimi)

4. Jangan Pernah Abaikan Peran Orang Lain

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahilladzi khalaqal mawta wal-hayatal liyabluwakum ayyukum ahsanu’amala. Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lahu, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluhu la nabiyya ba’dahu. Allahumma salli wa sallim ‘alannabiyal alamiin sayyidina muhammad rasulin kariim wa ‘ala aalihi wa sahabatihi ajma’in, wa man ittaba’a hudahu ilayawmiddin. Amma ba’du.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Alkisah, ada dua orang lelaki yang selamat dari kapal karam dan terdampar di sebuah pulau kecil yang sepi setelah terjebak dalam badai besar. Mereka hanya memiliki satu cara untuk bertahan hidup, berdoa kepada Allah SWT. Mereka sepakat untuk tinggal terpisah di dua sisi pulau dan masing-masing akan berdoa untuk kebutuhan mereka sendiri.

Lelaki pertama mulai memanjatkan doa agar diberikan makanan, dan keesokan harinya ia mendapati sebuah pohon buah-buahan tumbuh di dekat tempat tinggalnya. Sementara itu, di sisi pulau tempat lelaki kedua tinggal, tidak ada perubahan sama sekali.

Beberapa hari kemudian, lelaki pertama berdoa agar diberikan seorang istri. Tak lama setelah itu, sebuah kapal karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang terdampar di sisi tempat lelaki pertama tinggal. Sedangkan lelaki kedua, meski telah berdoa, tidak merasakan adanya perubahan dalam hidupnya.

Begitu seterusnya, lelaki pertama terus berdoa dan menerima beragam kenikmatan, mulai dari rumah, pakaian, hingga makanan. Semua doanya dikabulkan Allah SWT, sementara lelaki kedua tetap tidak mendapatkan apa-apa.

Pada akhirnya, lelaki pertama memutuskan untuk berdoa agar diberikan sebuah kapal, agar ia dan istrinya bisa meninggalkan pulau tersebut. Tidak lama kemudian, kapal tersebut memang muncul dan siap untuk mengantarkan mereka pergi.

Namun, ada sebuah rahasia yang belum diketahui oleh lelaki pertama. Anda tahu? Ternyata, doa yang dipanjatkan oleh lelaki kedua bukanlah doa untuk dirinya sendiri, melainkan doa untuk kebaikan lelaki pertama. Ia berdoa agar segala permintaan lelaki pertama dikabulkan.

Itulah kebanyakan dari kita, setelah kita telah meraih kesusksesan, kita kadang lupa bahwa ada peran orang lain yang mungkin tidak pernah kita sangka ternyata sangat berperan dalam langkah kita menuju kesuksesan.

Allah SWT telah mengajarkan kepada kita di dalam Al-Qur’an untuk berdoa, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk orang lain dan orang-orang terdahulu dari kita.

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau Maha Penyantun dan Maha Penyayang.” (Al Hasyr: 10)

Hadirin yang dirahmati Allah, begitu indah dan dalam makna doa yang kita panjatkan. Jika kita teliti, doa untuk diri sendiri biasanya hanya berisi permohonan ampunan dari Allah SWT, sementara doa untuk orang lain, terutama bagi mereka yang lebih dahulu beriman, menunjukkan sebuah kedalaman hati yang luar biasa.

Dalam doa tersebut, kita juga meminta agar hati kita disatukan dalam kebersihan dan ketulusan, tanpa ada perasaan kedengkian atau iri hati terhadap sesama. Kebersihan hati ini bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kebaikan bersama.

Rasulullah SAW pun mengajarkan kepada kita untuk mendoakan saudara kita di saat tidak diketahui oleh orang lain, terutama untuk orang yang kita doakan. Lisan orang berdoa untuk saudaranya adalah wasilah agar doa tersebut dikabulkan oleh Allah SWT.

“Tidaklah seorang muslim berdoa untuk saudaranya dalam kondisi tidak ada orang yang mengetahuinya, kecuali malaikat yang diutus mengatakan kepadanya, ‘Dan bagimu apa yang engkau minta untuk saudaramu.” (HR. Muslim)

Kehadiran malaikat yang mengaminkan permohonan seseorang sebagaimana permohonan orang tersebut kepada saudaranya, mengandung makna lain, bahwa doa tersebut diucapkan kembali kepada diri sendiri. Mendoakan orang lain, menunjukkan perhatian kita kepada orang lain.

Sikap kepedulian dan empati ini yang dianjurkan oleh Islam. Maka, mendoakan orang lain secara tidak langsung menghilangkan perasaan keegoisan dalam diri.

Seseorang yang kerap mendoakan orang lain akan lebih dekat dengan realita hidup dan lebih sadar dengan keterbatasan sebagai hamba-Nya. Mereka lebih merasakan syukur yang lebih dalam daripada kondisi diri yang dialami, karena melihat kondisi orang lain yang lebih berat.

5. Hargailah Waktu, Maka Waktu pun akan Memberi Penghargaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ya nabi salam alaika,
Ya Rasul salam alaika,
Ya habib salam alaika,
Shalawatullah alaika.

Sungguh sangat singkat Allah mengutus Rasul kita tercinta di muka bumi, baginda Nabi Muhammad SAW, tapi betapa luar biasanya yang beliau kerjakan dalam waktu yang sangat singkat itu, memberikan dampak perubahan yang besar bagi umat manusia.

Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat menghargai waktu. Setiap detik dalam hidup beliau digunakan dengan penuh makna, tidak ada yang sia-sia. Setiap langkah dan perbuatan beliau bernilai ibadah, yang layak mendapatkan cinta dan penghargaan dari Allah SWT.

Sebagai umat yang mencintai Rasulullah, kita diajak untuk meneladani sikap beliau dalam mengelola waktu. Hidup di dunia ini sangat singkat, bahkan usia kita lebih singkat lagi.

Pernahkah kita merenung sejenak, untuk apa saja waktu yang telah berlalu? Apakah kita menggunakannya untuk beribadah kepada Allah, ataukah hanya untuk memuaskan keinginan duniawi semata?

Hidup kita di dunia ini hanya sementara, sebuah tempat persinggahan untuk mempersiapkan bekal menuju kehidupan yang kekal, yaitu akhirat. Jika kita diberi umur 63 tahun, dan dalam waktu itu kita mengisinya dengan amal kebaikan dan ibadah kepada Allah, maka nikmatilah surga yang penuh dengan kenikmatan sebagai ganjaran atas setiap amal yang kita kerjakan.

Ibadah kita di dunia ini mungkin terasa singkat, namun balasannya sangat luar biasa, berlipat ganda. Sebaliknya, jika kita menghabiskan waktu hidup dengan kemaksiatan, meskipun hanya dalam waktu yang singkat, itu bisa menjadi sebab kita terjerumus ke dalam azab neraka yang kekal.

Oleh karena itu, marilah kita bijak dalam memanfaatkan waktu yang telah diberikan Allah SWT, agar kita tidak termasuk dalam golongan yang merugi.

Benarlah firman Allah SWT dalam surat Al-Ashr,

وَالْعَصْرِۙ ۝١ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ ۝٢ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ۝٣

Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali bagi orang- orang yang beriman dan beramal sholeh, dan nasihat menasihati dalam hal kebaikan, serta nasihat menasihati dalam kesabaran.”

Orang-orang yang merugi adalah mereka yang menyia-nyiakan waktu hidupnya dengan hal-hal yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka. Mereka seringkali tidak percaya bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan, atau bahkan lebih parah lagi, mereka yang menganggap bahwa tidak ada kehidupan setelah mati.

Banyak di antara kita yang terpedaya oleh kehidupan duniawi, menganggapnya sebagai tujuan utama, dan menghalalkan segala cara untuk meraih kesenangan sesaat. Dalam pengejaran kenikmatan dunia, mereka melupakan kematian dan kehidupan setelahnya.

Tidak sedikit pula yang merasa waktu mereka masih panjang, dengan alasan usia muda, sehingga menunda-nunda untuk melakukan kebaikan. Padahal, siapa yang bisa menjamin bahwa umur kita masih panjang? Kita mungkin merasa sehat dan bahagia saat ini, tetapi kematian bisa datang kapan saja, bahkan dalam keadaan yang tak terduga.

Seseorang bisa saja meninggal di usia muda, meskipun tampak sehat dan penuh energi. Ajal tidak mengenal usia atau kondisi fisik; ia bisa datang kapan saja, di mana saja, dan dengan cara apa saja. Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak menyia-nyiakan waktu, karena setiap detik yang berlalu begitu berharga.

Jika kita benar-benar memahami betapa berharganya waktu, tentu kita tidak akan menyia-nyiakannya. Harta bisa dicari, emas bisa dibeli, namun waktu yang telah terlewat tidak akan pernah bisa kembali. Kita tidak bisa mengulang waktu yang telah hilang, dan meskipun kita menangis dan memohon, masa lalu tidak akan terulang.

Oleh karena itu, mari kita renungkan betapa pentingnya untuk memanfaatkan waktu kita sebaik-baiknya, dengan beribadah kepada Allah SWT, dan mengumpulkan bekal untuk kehidupan yang abadi di akhirat. Jangan tunda kebaikan, karena waktu yang telah berlalu tidak akan bisa kembali.

Dunia itu alam fana, janganlah terlena dengan gemerlapnya. Ada alam yang lebih gemerlap yang sedang menanti kita, yang kekal abadi. Allah SWT akan memanggil hamba yang dicintainya dengan kalimat cintanya,

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ۝٢٧ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةًۚ ۝٢٨ فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ ۝٢٩ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ

Arab Latin: “Ya ayyatuhannafsul muthmainnah irji’i ilaa rabbiki radiyatammardiyyah fadkhuli fii ‘ibadii wadkhuli janntii!”

Artinya: “Wahai jiwa-jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati ridho dan diridhoi-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Al-Fajr: 27-30)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

5 Kultum Singkat tentang Bersyukur beserta Dalilnya


Jakarta

Saat digelar kegiatan keagamaan, kultum singkat seringkali disampaikan. Salah satu topik kultum yang kerap dipilih yaitu tentang bersyukur.

Kultum perlu disampaikan dengan benar, karena umumnya menyertakan dalil Al-Qur’an maupun hadits. Hal itu agar mendukung topik yang dibahas sehingga pendengar bisa memahami isi kultum dengan baik.

Sebagian orang yang tidak biasa memberikan kultum mungkin akan kesulitan untuk membuat materi yang pas. Namun tenang saja, detikers dapat temukan contoh teks kultum singkat tentang bersyukur di bawah ini.


Kultum Singkat tentang Bersyukur

Berikut sejumlah ceramah singkat tentang bersyukur yang dapat dijadikan referensi:

1. Bersyukur

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul pada pagi hari ini ditempat yang Insyaallah dirahmati Allah dalam keadaan tak kurang suatu apapun sehat jasmani maupun rohani.

Tak lupa sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan atau jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat syafaatnya di yaumul akhir.

Teman-teman semua marilah kita selalu bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Allah kepada kita semua. Banyak sekali nikmat yang sering tidak kita sadari yang telah Allah berikan kepada kita seperti nikmat makan, nikmat bernafas, nikmat berjalan, bahkan nikmat bias menggerakkan anggota tubuh pun termasuk nikmat yang begitu besar yang perlu kita syukuri. Jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita yang sedang sakit saat ini untuk makan pun susah, ada juga yang tidak bisa berjalan semudah kita bahkan menggerakkan anggota badan seperti tangan saja susah.

Dengan demikian masihkah kita tidak bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan kepada kita? Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 152, yang berbunyi:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Bagaimana cara bersyukur? bersyukur dapat dilakukan dengan cara:

1. Dengan Niat
Meyakini dengan sungguh-sungguh di dalam hati bahwa semua nikmat yang kita peroleh semua dari Allah SWT. Baik itu nikmat kesehatan, harta benda, jabatan, atau pangkat, semuanya dari Allah SWT.

2. Dengan Lisan
Setelah kita meyakini dalam hati kita sebaiknya selalu bersyukur kepada Allah SWT dengan mengucapkan alhamdulillah dimana saja dan kapan saja atas nikmat yang sudah diberikan kepada kita.

3. Dengan Menjaga dan Mengamalkan
Nikmat Allah sangat banyak sekali kami tidak mampu untuk menghitungnya. Semuanya hanya titipan saja yang suatu saat pasti akan kembali kepada-Nya. Misalnya, nikmat berupa kesehatan, Suatu saat kita pasti akan mati, kembali kepada Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban. Untuk apa saja kesehatan yang sudah kita peroleh apakah untuk melakukan hal-hal yang baik atau sebaliknya.

Jangan sampai kita menjadi orang yang mengingkari nikmat karena kurang bersyukur. Semoga kita semua termasuk mereka yang pandai mensyukuri segala nikmat yang ada Tuhan telah memberi kita.

Demikian kultum yang dapat saya sampaikan, jika ada kekurangan yang datang dari dalam diri saya karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga bermanfaat Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuh

(Dikutip dari publikasi Scribd yang diunggah oleh karindayd).

2. Bersyukur

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya kita dapat berkumpul di tempat yang Insyaallah mulia ini.

Kedua kalinya tak lupa sholawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah seperti yang sekarang ini. Pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan kultum tentang Bersyukur.

Syukur yang sebagaimana telah dijabarkan oleh Ibnu Qayyim: Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.

Kita sebagai manusia ciptaan Allah SWT harus selalu senantiasa mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT baik itu berupa nikmat yang kecil maupun nikmat yang besar.

Tanpa kita sadari setiap harinya kita selalu menerima nikmat dari Allah SWT seperti nikmat berupa nikmat islam, nikmat kesehatan, dan nikmat kita telah diberikan anggota tubuh yang lengkap dan sempurna seperti yang dijelaskan dalam Surat An Nahl ayat 78, yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.”

Adapun cara agar kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT adalah seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut: “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Selain itu Syukur juga memiliki berbagai macam manfaat yaitu:
1. Kita dapat dijauhkan dari azab Allah SWT.
2. Dengan bersyukur Allah SWT dapat memberikan ridhonya kepada kita.
3. Dengan bersyukur kita dapat mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Kesimpulan dari kultum ini adalah syukur merupakan suatu bentuk ibadah dan sekaligus bentuk ketaatan kita atas perintah Allah SWT.

(Dikutip dari publikasi Scribd yang diunggah oleh tiasrifebr098).

3. Bersyukur

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Nikmat Allah yang diberikan kepada kita sangat berlimpah ruah. Bahkan kadang-kadang tanpa kita pinta pun Allah dengan Rahman Rahim-Nya menganugerahkan semua nikmat itu kepada kita tanpa syarat. Untuk semuanya itu tidak ada kata yang patut diucapkan selain memuji kepada Allah SWT. Shalawat beserta salam selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan para sahabatnya.

Kaum muslimin rahimakumullah,
Sebutkan saja nikmat Allah yang kita dapatkan. Nikmat sehat, nikmat bisa makan minum, nikmat pancaindera, nikmat akal, nikmat iman, nikmat Islam, dan masih banyak lagi. Pasti kita tidak akan pernah bisa menghitungnya.

Dapat dipastikan manusia tidak akan bisa menentukan jumlah nikmat Allah, apalagi membalas semuanya. Jika kita telisik lebih mendalam, kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kita semua tidaklah akan mampu kita balas, meskipun hanya sebagian kecilnya. Bahkan mungkin semua yang kita miliki tidak akan pernah cukup untuk menebus satu nikmat saja dari Allah.

Namun, betapa banyak dari kita yang tidak menyadari hal itu sehingga lupa atas nikmat-nikmat-Nya. Kadang, ketika nikmat itu hilang dari kita, baru kita merasakan betapa bernilainya kenikmatan tersebut. Yang ada kemudian hanyalah keluh kesah yang menjadi-jadi.

Jika kita masih menjadi pribadi demikian, kita diperintahkan untuk memohon ampun; bertaubat kepada Allah.

Jadi sikap kita terhadap semua nikmat Allah adalah tetap bersyukur kepada-Nya. Karena bisa jadi, satu saja nikmat Allah dicabut dari diri kita, kita langsung mengadu, keluh kesah, dan bahkan memaki Allah. Kita lupa masih ada jutaan, miliaran, bahkan triliunan nikmat Allah yang masih kita rasakan dan nikmati.

Padahal sudah sangat jelas Allah terangkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7)

Rasulullah SAW menjelaskan tentang kriteria mukmin sejati, yang salah satunya adalah mereka orang-orang yang pandai bersyukur atas nikmat Allah. Dan Rasulullah sangat memuji sikap tersebut.

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mukmin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW menyatakan kekagumannya terhadap seorang muslim yang mampu bersyukur ketika ia mendapat nikmat dari Allah SWT, dan mampu bersabar kala musibah menimpanya. Rasulullah SAW juga menyebut mereka yang pandai bersyukur sebagai mukmin sejati. Seorang mukmin sejati adalah seseorang yang benar-benar memasrahkan kehidupannya kepada Allah SWT dan bisa memposisikan dirinya layaknya seorang budak yang bisa menghargai perlakuan majikannya. la akan menerima dengan ikhlas segala perlakuan yang diberikan oleh majikan (dalam hal ini Allah SWT) kepadanya.

Syukur dalam Islam memang memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan interaksi antara seorang muslim dengan Tuhannya. Allah SWT berfirman, “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.(Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.” (QS Luqman : 14)

Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan proses kelahiran manusia sebelum memerintahkannya untuk bersyukur. Ini berarti bahwa ketika manusia telah dapat berpikir dan mengenal Tuhannya, yang diperintahkan pertama kali adalah mengungkapkan rasa syukur dan rasa terima kasih kepada Allah dan kemudian orangtua sebagai perantara ia hadir di dunia. Pada dasarnya, semua bentuk syukur ditujukan kepada Allah. Namun, bukan berarti kita tidak boleh bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara nikmat Allah. Inilah yang bisa dipahami dari perintah Allah pada ayat di atas.

Masih terkait dengan ayat 14 surat Luqman di atas, Allah memerintahkan bersyukur sebagai wasiat pertama kepada manusia adalah semata karena kasih dan rahmat-Nya. Dia menginginkan kebaikan buat hamba-hamba-Nya, sedangkan kinerja berkesinambungan kebaikan itu ada terletak pada sikap manusia itu sendiri. Mau bersyukur atau tidak? Jika mau bersyukur nikmat Allah tersebut akan semakin bertambah sebagaimana disinggung pada ayat tujuh surat Ibrahim tersebut di atas.

Kaum muslimin rahimakumullah,
Lantas, bagaimana cara kita bersyukur kepada Allah? Ada banyak cara kita bersyukur kepada Allah SWT. Pada dasarnya, syukur kepada Allah harus terejawantahkan dalam hati, lisan, dan perbuatan kita.

Pertama, syukur dengan hati adalah mengakui dan meyakini dengan sebenar-benarnya di dalam hati bahwa segala bentuk nikmat yang telah ia dapatkan hanya berasal dari Allah SWT.

Syukur hati dan keyakinan mereka adalah bahwa Allah SWT telah menjadikan segalanya sesuai dengan kadar (ukuran)nya masing- masing, termasuk pembagian rezeki.

Kedua, syukur dengan lisan adalah dengan selalu memuji pemberi nikmat Allah SWT menyebut nikmat itu serta menampakkan nikmat tersebut atau para ulama menyebutnya tahadduts bin ni’mah.

Tahadduts ni’mah (menyebut-nyebut nikmat Allah) adalah dengan ditampakkan yaitu dilakukan dalam rangka syukur kepada pemberi nikmat (yaitu Allah), bukan dalam rangka menyombongkan diri pada yang lain.

Ketiga adalah bersyukur dengan perbuatan. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat cara Rasulullah SAW dalam mengungkapkan syukurnya kepada Allah, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah RA:

“Rasulullah SAW biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankah dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang?” Rasulullah menjawab, “Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Muslim).

Kita lihat! Rasulullah yang telah ma’shum, senantiasa dijaga Allah dari perbuatan tercela dan diampuni dosanya saja, beliau beribadah dengan penuh penghambaan dan keseriusan. Hal itu hanya beliau jadikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Apalagi diri kita yang berlumuran dosa dan kesalahan?

Di samping itu, syukur dengan perbuatan adalah ketika kita bisa menggunakan segala anugerah Allah SWT yang telah diberikan kepada kita untuk kerja-kerja nyata; digunakan sebagaimana mestinya; untuk tujuan positif dan memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. Syukur pada tahapan ini adalah bentuk kesyukuran yang paling tinggi derajatnya.

Kaum muslimin rahimakumullah,
Demikianlah sedikit penjelasan mengenai hakikat syukur kepada Allah SWT. Doa kita semoga kita bukan termasuk orang-orang yang kufur terhadap nikmat-nikmat Allah SWT. Bukan orang-orang yang melupakan dan melalaikan nikmat Allah SWT. Bukan orang-orang yang hanya bisa berkeluh kesah. Bukan orang-orang yang iri dengki terhadap nikmat yang diterima orang lain.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari buku Panduan Lengkap Khotbah Sepanjang Masa & Kultum Penuh Inspirasi karya Ibnu Abi Nashir).

4. Rezeki yang Terlupakan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi yang telah memberikan kita beribu-ribu kenikmatan, baik Nikmat Iman dan Islam ataupun nikmat sehat walafiat, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul tanpa satu halangan apa pun dan tidak kurang satu pun untuk hadir di acara yang Insyaallah dimuliakan oleh Allah SWT.

Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW yang telah yang telah menuntun kita dari zaman jahiliah menuju zaman penuh pengetahuan agama. Nabi Muhammad Saw., mengajarkan kepada kita akan selalu mengingat Allah SWT, terutama karena kita sebagai hamba yang lemah, yang bahkan tak mampu menghitung nikmat Allah SWT, yang terlihat saja, belum lagi yang tidak terlihat atau terlupakan.

Ya, sebagian kita, bapak ibu sekalian yang saya hormati, kerap menganggap bahwa nikmat atau rezeki yang kita dapatkan hanya secara fisik. Artinya yang dapat dilihat oleh mata. Misalnya uang, rumah, kendaraan, benda-benda berharga, dan lain sebagainya. Bapak ibu juga demikian?

Saya berharap tidak. Rezeki yang diberikan oleh Allah SWT, itu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Coba kita bayangkan, siapa yang bisa menanam rambut di kepala kita? Menanamnya satu per satu, dipotong tumbuh lagi, dipotong tumbuh lagi. Lalu berubah menjadi putih. Salon mana yang bisa, Bu? Kalau ada salon yang bisa seperti itu, itu pasti peluang bisnis yang besar.

Apalagi rezeki yang sering kita lupakan. Rezeki melihat, misalnya. Kita diberi mata, mata bisa melihat, bisa membedakan warna, bisa membedakan benda baik dan buruk, bisa membedakan cantik dan buruk. Ini rezeki, Bapak Ibu sekalian. Ada yang diberi mata tapi tidak bisa melihat? Ada. Rezekinya berupa mata saja.

Ada yang punya mata, bisa melihat tapi tidak bisa membedakan warna? Ada. Itu rezekinya sampa melihat saja. Ada yang punya mata tapi tak bisa membedakan bidang benda? Ada. Dan lain sebagainya.

Itu adalah sebagian rezeki yang tidak terhitung harganya. Bahkan jika rezeki itu berkurang, betapa kita bingung, betapa kita akan menghabiskan seluruh harta benda untuk mengobatinya. Misalnya tiba-tiba mata kita kena katarak (naudzubillah min dzalik). Kita kemudian tanpa pikir panjang akan mencari jalan keluarnya dengan cara melakukan pengobatan. Berapapun biayanya akan ditempuh.

Bahkan ketika ada orang yang meminta mata kita, diberi imbalan miliaran, tetap tidak diberikan. Artinya, rezeki berupa mata tidak akan tergantikan oleh rezeki-rezeki bendawi yang telah dimiliki.

Sekarang telinga. Semua orang punya telinga, betul? Ada yang punya telinga tapi tak bisa mendengar? Ada. Orang-orang kemudian mencari alat bantu pendengaran. Berapa harganya? Mahal!

Justru, rezeki yang kerap kita lupakan adalah rezeki-rezeki yang harganya sangat mahal, bahkan tidak ternilai harganya. Kita justru sibuk menghitung rezeki-rezeki yang kecil. Misalnya gaji bulanan. Andaikan gaji bulanan Anda kurang 100 ribu dari gaji yang seharusnya Anda terima, pastilah ribut. Gajinya 3 juta, kok dipotong 100 ribu. Tentu sudah ribut.

Kita ini, manusia, selalu meributkan hal-hal yang tampak. Sementara yang tak tampak dianggap biasa. Kita dikasih orang uang satu juta dengan cuma-cuma, berapa banyak terima kasih yang kita ucapkan? Bahkan diterima sampai menangis- nangis. Kita bisa menontonnya di televisi, ada uang kaget, ada bedah rumah, dan lain sebagainya.

Lihatlah sikap penerimanya? Pasti menangis-nangis, mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Sementara ia lupa, ada rezeki yang tidak terhitung harganya. Kita ini kerap terbalik cara berpikirnya.

Nah, sekarang bapak ibu sudah tahu, mana rezeki yang receh, mana rezeki yang besar. Dengan rezeki yang besar, yang setiap hari kita rasakan, mestinya kita sadari dan selalu bersyukur. Setiap kali bangun tidur, kita bersyukur. Kita bisa melakukan apa, bersyukur. Dan jika sudah demikian, kita akan menjadi hamba yang pandai bersyukur. Bersyukur tidak hanya sebatas ucapan, melainkan juga berimbas pada peningkatan ibadah kita kepada Allah.

Demikian yang bisa saya sampaikan semoga ada manfaat yang bisa kita ambil untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Wallahul muafiq ila aqwamith thariq. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari buku Materi Tausiyah Ustadz Gaul oleh Ibnu Mas’ad Masjhur).

5. Dengan Syukur, Bahagia Bertabur

Bismillahirrahmanirrahim, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah, karena telah memberi karunia dan nikmat yang sangat besar kepada kita semua. Semoga keselamatan dan kesejahteraan juga senantiasa dilimpahkan kepada panutan kita, yakni Rasulullah SAW.

Syukur adalah kata yang berasal dari bahasa Arab; syakara, yasykuru, syukran, dan tasyakkara, yang berarti “mensyukuri-Nya, memuji-Nya”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), syukur diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Allah SWT. Syukur juga berarti mengingat akan segala nikmat-Nya.

Syukur adalah pengakuan spiritual atas segala karunia dari Tuhan. Sehingga orang yang bersyukur, akan secara totalitas mengakui segala hal kenikmatan yang dirasakan adalah semata-mata sebagai bentuk ke-Maha Kasih dan Sayang-Nya Allah SWT pada hamba-Nya.

Dengan demikian syukur adalah pengakuan penuh bahwa segala yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, sepenuhnya merupakan kebaikan untuk kita. Maka segala apa yang Allah SWT berikan, akan diterima dengan rela hati, tanpa kecuali. Karena semua yang diberikan-Nya akan selalu ditemukan hikmah.

Satu contoh ilustrasi sederhana, seorang yang tertinggal pesawat, pasti akan sedih dan kecewa. la merasa waktu terbuang percuma, pun tiket hilang tak bisa digunakan, dan kesempatan di depan mata terbang melayang.

Akan tetapi begitu mengetahui pesawat tersebut jatuh, bersyukurlah ia. Tetiba ia merasa menjadi orang yang terpilih, diselamatkan Allah SWT dari peristiwa tersebut. Nah, mestinya kebersyukuran itu telah terungkap sejak awal. Telah yakin sepenuhnya bahwa apapun kejadiannya, Allah SWT hadirkan kebaikan di sana.

Bersyukur adalah perintah Allah SWT. Perintah ini tercantum dalam Surat Al Baqarah ayat 152, Dia berfirman: “Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.

Ayat tersebut merupakan perintah Allah agar kita bersyukur atas segala nikmat karunia yang telah Allah berikan, dan melarang kita untuk mengkufuri nikmat.

Demikian juga dalam QS Ibrahim ayat 7: “Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih”.

Dua ayat tersebut menunjukkan dua keadaan manusia, bersyukur atau kufur. Keadaan yang memaksa setiap orang dipastikan ada pada salah satunya. Artinya, bila seseorang bersyukur, maka tentu dia tidak kufur, sebaliknya bila seseorang kufur, maka pasti ia tidak bersyukur. Tentu kita berharap menjadi bagian dari hamba-hamba Allah yang bersyukur.

M. Quraish Shihab menegaskan bahwa syukur mencakup tiga dimensi. Pertama, syukur dengan hati, yakni dengan mengakui sepenuh hati bahwa segala kenikmatan yang diterima semata-mata berasal dari Allah SWT.

Kedua, syukur dengan lisan, yakni dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya dengan menggunakan lisan. Caranya bisa dengan mengucapkan terima kasih atas kenikmatan itu jika nikmat yang diberi lewat perantara manusia. Atau mengucap hamdalah “Alhamdulillaahi rabbil aalamiin” juga cara bersyukur atas nikmat Allah melalui lisan.

Ketiga, syukur dengan perbuatan, yakni dengan melakukan segala amal saleh yang Allah perintahkan, dan menjauhkan diri dari segala amal buruk yang dilarang dilakukan.

Marilah kita latih diri kita dan bangun kebiasaan baik untuk mensyukuri segala nikmat dan takdir yang telah Allah SWT beri dengan hati, lisan, dan perbuatan kita. Mari luruskan niat agar syukur kita bukan karena ingin bahagia melainkan mengharap ridha dan kedekatan dengan Allah.

Sekian pidato saya, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Dikutip dari Diorama: Kumpulan Naskah Ceramah dan Khutbah susunan Pajar Hatma Indra Jaya, dkk).

(azn/row)



Sumber : www.detik.com