Tag Archives: waris

Warisan Anak Laki-laki Lebih Besar, Apa Alasannya dalam Islam?


Jakarta

Islam adalah way of life yang sempurna dan menyeluruh bagi umat manusia. Ajarannya tidak hanya mengatur hubungan makhluk dengan Sang Pencipta, tetapi juga mencakup seluruh lini kehidupan, termasuk persoalan harta warisan.

Dalam hukum waris Islam, laki-laki memang mendapatkan bagian warisan yang lebih besar dibandingkan perempuan. Lantas, mengapa ketentuan ini berlaku dan apa hikmah di balik pembagian tersebut?

Mengapa Warisan Laki-laki Lebih Banyak?

Mengutip buku Ilmu Waris karya Asy-Syaikh Muhammad bin shaleh Al-Utsaimin, laki-laki ditetapkan sebagai pemimpin bagi perempuan dan memperoleh keutamaan atas mereka karena dua alasan utama, yaitu karunia dari Allah SWT serta hasil usaha mereka sendiri (atas izin-Nya).


Sebagai bentuk karunia Allah SWT, laki-laki diberikan kelebihan berupa akal yang lebih sempurna dalam mengatur urusan, kekuatan lebih besar dalam tindakan dan ketaatan. Karena itu, mereka memiliki kedudukan istimewa dibandingkan perempuan, seperti diangkat menjadi nabi, pemimpin, penegak syiar Islam, dan saksi dalam berbagai perkara.

Selain itu, laki-laki juga memiliki kewajiban yang lebih besar, misalnya berjihad di jalan Allah, melaksanakan salat Jumat, serta memperoleh hak warisan ‘ashobah yang menjadikan bagiannya lebih banyak.

Di samping itu, laki-laki bertanggung jawab memberikan mahar saat pernikahan dan menanggung nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup perempuan.

Senada dengan itu, dalam Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita, Abdul Syukur Al-Azizi menjelaskan bahwa perbedaan bagian warisan antara laki-laki dan perempuan memiliki dasar yang jelas. Laki-laki diberikan tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya, sehingga secara proporsional mereka mendapatkan porsi warisan yang lebih besar daripada perempuan.

Jika laki-laki memperoleh bagian yang sama atau bahkan lebih kecil, hal itu justru dapat menimbulkan ketidakadilan bagi mereka. Meskipun perempuan menerima bagian warisan yang lebih sedikit, hak-hak seperti mahar dan nafkah dari suami menjadi kompensasi yang menyeimbangkan ketentuan tersebut.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa’ ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى
بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah SWT telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

Adapun dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda,

أَحْقُوا الفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

Artinya: “Berikanlah hak waris yang telah ditentukan itu kepada pemiliknya, adapun sisanya bagi ahli waris laki-laki yang paling dekat nasabnya.”

Selain itu, dijelaskan bahwa Allah SWT telah menetapkan bagian warisan bagi para ahli waris dengan kadar yang beragam, sesuai kondisi dan kedudukan masing-masing.

Semua ahli waris yang beragama Islam, baik yang masih anak-anak maupun yang sudah dewasa, yang kuat maupun yang lemah, tetap berhak memperoleh warisan selama tidak ada penghalang syar’i.

Ketentuan pembagian ini sepenuhnya berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

Kadar Pembagian Harta Warisan

Islam mengatur dengan sangat spesifik tentang kadar atau banyaknya warisan yang bisa didapatkan seseorang dari pewarisnya. Menukil buku Pembagian Warisan Menurut Islam, berikut rincian pembagian harta warisan.

1. Setengah (1/2)

Golongan ahli waris yang berhak memperoleh setengah bagian warisan terdiri dari satu laki-laki dan empat perempuan. Mereka adalah suami, anak perempuan, cucu perempuan dari garis keturunan anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, serta saudara perempuan seayah.

2. Seperempat (1/4)

Bagian seperempat warisan hanya diberikan kepada dua pihak, yaitu suami atau istri, tergantung situasi ahli waris yang ditinggalkan.

3. Seperdelapan (1/8)

Istri menjadi satu-satunya ahli waris yang berhak atas seperdelapan warisan, yang diperoleh dari harta peninggalan suaminya, baik ketika memiliki anak atau cucu dari dirinya maupun dari istri yang lain.

4. Duapertiga (2/3)

Hak dua pertiga warisan diperuntukkan bagi empat perempuan, yaitu anak perempuan kandung, cucu perempuan melalui anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, serta saudara perempuan seayah.

5. Sepertiga (1/3)

Bagian sepertiga harta warisan diberikan kepada dua ahli waris, yakni ibu dan dua saudara. Baik laki-laki maupun perempuan, yang berasal dari satu ibu.

6. Seperenam (1/6)

Sebanyak tujuh pihak memiliki hak atas seperenam warisan, yakni ayah, kakek, ibu, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara perempuan seayah, nenek, dan saudara laki-laki atau perempuan seibu.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Bagian Warisan untuk Istri Menurut Islam, Segini Besarannya



Jakarta

Istri termasuk orang yang berhak menerima warisan dari suaminya yang telah meninggal dunia. Bagian warisan untuk istri telah diatur dalam syariat Islam.

Dalil pembagian waris suami-istri bersandar pada firman Allah SWT dalam surah An Nisa ayat 12. Dalam hal ini, besaran warisan mempertimbangkan ada tidaknya anak. Allah SWT berfirman,

۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ ١٢


Artinya: “Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

Muhammad Jawad Mughniyah menjelaskan dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah, para ulama mazhab sepakat bahwa bagian tetap (al furudh) yang telah ditetapkan dalam Kitabullah dan jumlahnya ada enam, yakni seperdua (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

Dari jumlah tersebut, istri mendapat bagian seperempat dari harta suami jika suaminya yang meninggal itu tidak memiliki anak. Apabila suaminya memiliki anak, istri akan mendapat bagian warisan seperdelapan.

Lebih lanjut dijelaskan, bagian-bagian al furudh tersebut bisa bertemu satu sama lain. Misalnya bagian seperdua bisa bertemu dengan bagian seperdelapan, yakni untuk anak perempuan dan istri. Dalam hal ini, istri mendapat seperdelapan, sedangkan anak perempuan mendapat seperdua.

Bagian seperempat juga bisa bertemu bagian sepertiga, misalnya bagian untuk istri dan beberapa kalalah ibu (jika yang meninggal tidak memiliki anak). Istri akan mendapat bagian seperempat, sedangkan beberapa orang kalalah tersebut mendapatkan sepertiga. Begitu seterusnya.

Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, pembagian warisan dilakukan setelah pelunasan utang dan penunaian wasiat. Ini merupakan kesepakatan para ulama. Ibnu Katsir menjelaskan hal ini saat menafsirkan firman Allah SWT surah An Nisa ayat 11 dan ditegaskan lagi saat menafsirkan ayat 12.

“Pelunasan utang harus didahulukan atas penunaian wasiat; sesudah utang diselesaikan, maka barulah wasiat; dan sesudah wasiat, baru harta dibagikan kepada ahli waris si mayat,” jelas Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir-nya.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com