Tag Archives: wasiat

Wasiat Terakhir Rasulullah sebelum Berpulang ke Rahmatullah



Jakarta

Rabiul Awal menjadi bulan kebahagiaan namun juga kesedihan mendalam bagi umat Islam. Pada tanggal 12, Rasulullah SAW lahir dan pada tanggal itu, tepat di usia 63 tahun beliau wafat. Baginda Nabi SAW meninggalkan wasiat kepada umatnya sebelum berpulang.

Kisah menjelang wafatnya Rasulullah SAW dan pesan-pesan terakhir beliau banyak diceritakan dalam sejumlah riwayat dan kitab-kitab Tarikh maupun Sirah Nabawiyah.

Diceritakan dalam Washaaya wa ‘Izhaat Qiilat fi Aakhiril-Hayaat karya Zuhair Mahmud al-Humawi, kala itu hari Rabu, lima hari sebelum Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah, sakit beliau bertambah parah, suhu badannya tinggi. Beliau merasakan sakit yang amat dahsyat.


Rasulullah SAW sempat tak sadarkan diri untuk beberapa saat. Setelah siuman, beliau bersabda,

“Tuanglah air dari tujuh kantong air yang diisi dari berbagai sumur ke atas badanku. Mudah-mudahan aku sanggup keluar menemui orang-orang dan menyampaikan wasiatku kepada mereka.”

Beliau kemudian didudukkan dan tubuh beliau disiram air tersebut. Setelah merasa badannya menjadi segar, dengan kepala terikat kain, beliau masuk masjid menuju mimbar. Kemudian, beliau menyampaikan sejumlah wasiat.

Di antara wasiat beliau adalah sebagai berikut,

“Aku wasiatkan kepada kalian agar selalu bersikap baik kepada orang Anshar! Mereka adalah teman kepercayaan dan orang dekatku. Mereka telah menunaikan segala yang wajib mereka laksanakan dan yang tersisa hanyalah apa yang harus mereka terima. Oleh karena itu, sambunglah dengan baik apa yang datang dari orang baik mereka, dan maafkanlah orang yang tidak baik di antara mereka!”

Dalam riwayat lain beliau SAW bersabda,

“Orang-orang akan bertambah banyak, sementara orang-orang Anshar semakin menciut jumlahnya sehingga mereka umpama garam dalam makanan. Barang siapa di antara kalian mengurusi suatu perkara yang memudharatkan atau memberikan manfaat kepada seseorang, hendaklah ia menyambut (segala sesuatu yang datang) dari orang yang baik di antara mereka, dan memaafkan orang yang jahat di antara mereka.” (HR Bukhari)

Kemudian Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya seorang hamba telah diperintahkan oleh Allah untuk memilih yang diberikan oleh Allah kepadanya, yaitu antara bunga dunia berapa pun yang disukainya atau apa yang ada di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.”

Pada hari-hari setelahnya, keempat, ketiga, kedua, hingga tiba hari terakhir mengemban amanah di dunia, Rasulullah SAW menyampaikan sejumlah wasiat kepada umat Islam. Wasiat terakhir Rasulullah SAW adalah salat.

Jagalah Salat! Jagalah Salat!

Di atas pembaringan, Rasulullah SAW berwasiat kepada seluruh umatnya, “Jagalah salat! Jagalah salat!” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Adnan Hasan Shalih Baharits, penulis buku Mas’uuliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi fi Marhalati Aththufuulah, mengatakan bahwa hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya kedudukan salat dalam Islam, lantaran Rasulullah SAW menjadikannya sebagai wasiat terakhir tatkala hendak berpulang ke haribaan Allah.

Ulama Syafi’iyyah Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya turut menukil riwayat yang menerangkan wasiat terakhir Rasulullah SAW. Diceritakan, pada saat akan menghembuskan nafas terakhir, Rasulullah SAW bersabda,

الصَّلَاةُ، اَلصَّلَاةُ، وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Artinya: “Salat, salat, dan apa yang menjadi tanggung jawab kalian semua…”

Sayyid Sabiq menerangkan, salat merupakan hal terakhir yang akan hilang dari agama Islam. Jika salat tiada, maka Islam pun sirna. Rasulullah SAW bersabda,

لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تليهَا وَأَوَّهُنَّ نَقْضًا الْحُكمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ

Artinya: “Tali (jati diri) Islam akan sirna sedikit demi sedikit. Setiap kali satu tali hilang, maka manusia akan bergantung kepada tali selanjutnya. Tali pertama yang akan hilang adalah hukum, dan tali yang terakhir adalah salat.”

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

7 Wasiat Jibril yang Selalu Disampaikan ke Rasulullah



Jakarta

Malaikat Jibril selalu berwasiat kepada Rasulullah SAW tentang amal perbuatan yang bisa dikerjakan. Menurut sebuah riwayat, setidaknya ada tujuh wasiat Jibril yang disampaikan kepada Rasulullah SAW.

Wasiat Jibril ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Jabir bin ‘Abdullah Al-Anshari RA sebagaimana dinukil Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Jawi dalam Nashaihul ‘Ibad Syarh Al-Munabbihaat ‘Alal Isti’daad Li Yaumil Ma’aad.

Jabir bin ‘Abdullah Al-Anshari RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,


1. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga sampai aku mengira kalau tetangga itu akan dijadikan sebagai ahli waris.

2. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar memperlakukan istri sebaik mungkin sampai aku mengira kalau istri itu haram diceraikan.

3. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar sebaik mungkin dalam memperlakukan para budak sampai aku mengira suatu waktu nanti mereka harus dimerdekakan.

4. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar aku melakukan siwak (gosok gigi) sampai aku mengira kalau bersiwak itu wajib.

5. Jibril selalu berwasiat kepadaku untuk melakukan salat berjamaah sampai aku mengira Allah tidak akan menerima salat, kecuali dengan berjamaah.

6. Jibril selalu berwasiat kepadaku untuk mengerjakan salat Tahajud sampai aku mengira tidak ada tidur pada waktu malam.

7. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar senantiasa berdzikir kepada Allah sampai aku mengira tidak ada ucapan yang bermanfaat, kecuali dzikir kepada Allah.

Imam Bukhari dan Muslim mengeluarkan riwayat wasiat Jibril agar berbuat baik kepada tetangga dalam Shahih-nya. Muslim mengeluarkannya dalam Bab Al-Birr wa Ash-Shilah. Hadits tersebut dinilai shahih.

Dari hasil wasiat tersebut, Rasulullah SAW mensyariatkan beberapa sunnah kepada umatnya, sebagaimana diterangkan dalam Ihya 345 Sunnah Nabawiyah, Wasa’il wa Thuruq wa Amaliyah karya Raghib As-Sirjani. Salah satunya adalah sunnah berbagi makanan kepada tetangganya.

“Sunnah ini bukan bermaksud menyeru seseorang membuat makanan khusus untuk tetangganya, namun memberi hadiah makanan yang dikonsumsi oleh tuan rumah sendiri, dan tentu tidak mengapa menambah sedikit kuantitas makanan agar dapat menyisihkan kepada tetangga sebagai pemberian atau hadiah,” jelas akademisi Islam berkebangsaan Mesir tersebut.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW secara khusus berpesan kepada kaum wanita, sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah RA, bahwa beliau SAW bersabda,

“Wahai wanita-wanita kaum muslimin, janganlah seseorang meremehkan tetangganya walaupun hanya dengan memberi sedikit daging kambing.” (HR Bukhari dalam Kitab Al-Adab dan Muslim dalam Kitab Az-Zakat)

Selain wasiat untuk berbuat baik kepada tetangga dan enam wasiat seperti disebutkan dalam hadits di atas, Malaikat Jibril juga memberikan wasiat lainnya kepada Rasulullah SAW. Dalam hadits yang dikeluarkan Thabrani dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

أتاني جبريلُ ، فقال : يا محمدُ عِشْ ما شئتَ فإنك ميِّتٌ ، وأحبِبْ ما شئتَ ، فإنك مُفارِقُه ، واعملْ ما شئتَ فإنك مَجزِيٌّ به ، واعلمْ أنَّ شرَفَ المؤمنِ قيامُه بالَّليلِ ، وعِزَّه استغناؤه عن الناسِ

Artinya: “Jibril ‘alaihissalam pernah datang kepadaku seraya berkata, ‘Hai Muhammad! Hiduplah sesukamu, sesungguhnya engkau akan menjadi mayit. Cintailah siapa saja yang engkau senangi, sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengannya. Dan beramallah semaumu, sesungguhnya engkau akan menuai balasannya. Dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin terletak pada salat malam dan kehormatannya adalah rasa kecukupan dari manusia.”

Dalam Tasliyat Ahlul Masha’ib karya Muhammad Al-Manjai Al-Hanbali terdapat hadits serupa dengan redaksi,

“Jibril berkata, ‘Hiduplah semaumu, sesungguhnya engkau akan menjadi mayat. Cintailah siapa saja yang engkau mau karena sesungguhnya engkau akan meninggalkannya. Dan, berbuatlah semaumu karena sesungguhnya engkau akan menghadap-Nya.” (HR Abu Dawud)

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Anjuran Menulis Wasiat ketika Sakit atau Dekati Ajal


Jakarta

Wasiat merupakan perkara penting bagi ahli waris. Rasulullah SAW menganjurkan agar seseorang menulis wasiat, baik ketika sakit maupun sehat.

Anjuran menulis wasiat ini termaktub dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA sebagaimana dinukil Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin yang diterjemahkan Solihin. Ibnu Umar RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ. يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ هَذَا لَفْظُ الْبُخَارِيِّ


Artinya: “Tiada hak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu untuk diwasiatkannya, melainkan dalam dua malam wasiatnya itu tertulis di sisinya.” (Muttafaq ‘alaih. Ini redaksi Bukhari)

Dalam riwayat Muslim dikatakan, “Dalam tiga malam.” Terkait hal ini, Ibnu Umar RA berkata, “Sejak aku mendengar Rasulullah SAW bersabda demikian, setiap malam aku menulis wasiat.”

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits tersebut dalam Shahih-nya pada kitab Wasiat.

Menurut penjelasan dalam Syarah Riyadhus Shalihin Imam an-Nawawi yang disyarah Musthafa Dib al-Bugha dkk dan diterjemahkan Misbah, hadits tersebut berisi anjuran menulis wasiat karena seseorang tidak tahu kapan ajal menjemputnya. Anjuran ini berlaku untuk wasiat yang sifatnya sukarela, sedangkan wasiat tentang membayar utang serta mengembalikan atau mengambil amanah hukumnya wajib.

Lebih lanjut dijelaskan, menulis wasiat tidak terbatas bagi orang yang sakit. Sebab, sudah sepantasnya seorang mukmin senantiasa mengingat mati dan bersiap menyambutnya.

Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya menjelaskan betapa dekatnya seseorang dengan ajalnya. Diriwayatkan dari Anas RA, ia berkata,

خَطَّ النَّبِيُّ ﷺ خُطُوطًا فَقَالَ: هَذَا الْإِنْسَانُ وَهَذَا أَجَلُهُ . فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ جَاءَ الْخَطَّ الْأَقْرَبُ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Artinya: “Nabi SAW membuat beberapa garis, lalu beliau bersabda, ‘Ini adalah seseorang, dan ini adalah ajalnya. Saat ia dalam keadaan seperti itu, maka tiba-tiba datang garis yang terpendek.” (HR Bukhari)

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan anjuran menulis wasiat ketika sakit atau mendekati ajal. Buya Hamka mengatakan hal ini saat menafsirkan firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 180.

Allah SWT berfirman,

كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًا ۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ ۗ ١٨٠

Artinya: “Diwajibkan kepadamu, apabila seseorang di antara kamu didatangi (tanda-tanda) maut sedang dia meninggalkan kebaikan (harta yang banyak), berwasiat kepada kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang patut (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”

Anjuran menulis wasiat ketika mendekati ajal juga tertuang dalam surah Al Maidah ayat 106. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, persaksian di antara kamu, apabila telah datang kepada salah seorang (di antara) kamu (tanda-tanda) kematian, sedangkan dia akan berwasiat, adalah dua orang yang adil di antara kamu…”

Maksud ayat tersebut, kata Buya Hamka, apabila diri sudah merasa sakit dan merasa bahwa itu adalah panggilan maut, hendaklah segera membuat wasiat dan disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Wasiat Nabi Khidir kepada Nabi Musa Jelang Perpisahannya


Jakarta

Nabi Musa AS dikisahkan pernah bertemu Nabi Khidir AS dalam suatu perjalanan spiritualnya. Dalam perjumpaan itu, Nabi Khidir AS memberikan wasiat kepada Nabi Musa AS.

Nabi Khidir AS tidak termasuk dalam 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui umat Islam. Meski demikian, ada ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kisah pertemuannya dengan Nabi Musa AS dan ini diperjelas dalam sejumlah hadits.

Kisah tersebut turut diceritakan Imam Ibnu Katsir dalam kitab Qashash al-Anbiyaa yang diterjemahkan Umar Mujtahid. Dikatakan, Nabi Khidir AS berwasiat kepada Nabi Musa AS setelah mengatakan,


قَالَ هٰذَا فِرَاقُ بَيْنِيْ وَبَيْنِكَۚ سَاُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيْلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا ٧٨

Artinya: “Dia berkata, “Inilah (waktu) perpisahan antara aku dan engkau. Aku akan memberitahukan kepadamu makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya.” (QS Al Kahfi: 78)

Saat Nabi Musa AS hendak berpisah dengan Nabi Khidir AS, ia berkata, “Beri aku wasiat.” Kemudian, Nabi Khidir AS memberikan wasiat kepadanya dengan berkata, “Jadilah orang yang berguna, dan jangan menjadi orang yang membahayakan, cerialah selalu dan jangan suka marah, tinggalkan gelombang dan jangan menempuh perjalanan yang tidak diperlukan.”

Ibnu Katsir menyandarkan hal ini dengan riwayat Al Baihaqi dari Abu Abdullah Al-Malathi. Dalam riwayat lain dikatakan, Nabi Khidir AS menambah nasihatnya dengan mengatakan, “Dan jangan marah, kecuali saat merasa kagum.”

Wahab bin Munabbih turut meriwayatkan bahwa Nabi Khidir AS berkata, “Wahai Musa! Di dunia, manusia disiksa sebatas pikiran mereka terhadap dunia.”

Adapun, Bisyr bin Harits Al Hafi mengatakan saat Nabi Musa AS meminta nasihat kepada Nabi Khidir AS, Nabi Khidir AS pun menasihati, “Semoga Allah memberikan kemudahan padamu untuk taat pada-Nya.”

Kisah Pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir

Rasulullah SAW pernah menceritakan kisah pertemuan Nabi Musa AS dengan Nabi Khidir AS. Beliau bersabda,

“Saudaraku, Musa, berdoa, ‘Ya Rabb!’ Musa menyebutkan doa yang dimaksud, kemudian ia dihampiri Khidir, ia masih muda, harum aromanya, putih bajunya, dan lengannya dilipat. Khidir kemudian mengucapkan, ‘Assalaamu ‘alaika wa rahmatullah, wahai Musa bin Imran. Rabb-mu titip salam untukmu.’

Musa menjawab, ‘Huwas Saalam wa ilahis salaam (Ia Maha Pemberi keselamatan dan kepada-Nya juga keselamatan kembali), segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam, yang nikmat-nikmat-Nya tiada mampu kuhitung, dan tiada mampu aku mensyukurinya tanpa pertolongan-Nya’.”

Rasulullah SAW melanjutkan ceritanya bahwa setelah itu Nabi Musa AS meminta nasihat kepada Nabi Khidir AS. Nabi Khidir AS pun memberikan nasihat tentang bagaimana semestinya manusia menjalani kehidupan di dunia.

Berikut penggalan nasihatnya,

Wahai penuntut ilmu! Orang yang berkata itu lebih sedikit merasa bosan daripada orang yang mendengar. Karenanya, janganlah engkau membuat teman-temanmu merasa bosan kala kau berbicara pada mereka. Ketahuilah! Hatimu adalah wadah, maka perhatikan isi yang kau masukkan dalam wadahmu itu. Jauhilah dunia dan lemparkan jauh ke belakangmu, karena dunia bukan tempat menetap bagimu, dunia hanya tempat untuk mencari rezeki sekedarnya, tempat mencari bekal untuk hari kiamat, relakan dirimu untuk bersabar, dan lepaskan diri dari dosa!

Kisah tersebut termuat dalam hadits marfu’ yang diriwayatkan Ibnu Asakir dari jalur Zakariya bin Yahya Al Waqqad. Sayangnya, kata Ibnu Katsir, Zakariya bin Yahya Al Waqqad termasuk salah seorang pendusta besar.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com