Tag Archives: wudhu

Keutamaan Wudhu di Rumah Sebelum Jalan ke Masjid


Jakarta

Salat berjamaah di masjid sudah jelas lebih baik dan lebih utama dibandingkan salat sendirian di rumah, sebagaimana banyak dalil yang menunjukkan keutamaan besar berjamaah.

Sebelum seorang muslim berangkat ke masjid, tentu ada persiapan penting yang harus dilakukan, mulai dari membersihkan diri hingga mengenakan pakaian terbaik dan pakaian yang bersih.

Selain itu, wudhu juga bisa dilakukan di rumah sebelum menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Lantas, apakah lebih utama untuk wudhu di rumah dulu sebelum berangkat ke masjid?


Dalil Keutamaan Wudhu di Rumah

Dikutip dari buku Berjumpa Allah Lewat Shalat yang ditulis oleh Musthofa Masyhur, terdapat sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang berbunyi:

“Barang siapa yang berwudhu di rumahnya lalu dia berjalan ke salah satu rumah Allah untuk menunaikan kewajiban yang Allah perintahkan, maka setiap langkahnya akan menghapuskan satu kesalahan dan mengangkat satu derajat.” (HR Muslim)

Selain itu, ada juga dalil lain yang menyatakan tentang wudhu dulu di rumah, kemudian jalan menuju masjid. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:

صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ

Artinya: “Salat seorang laki-laki dengan berjamaah dibanding salatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan salat berjamaah, maka tidak ada satu langkah pun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan salat, maka Malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat salatnya; Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan salat selama dia menanti pelaksanaan salat.”

Dari dua hadits yang telah disebutkan bahwa wudhu di rumah sebelum berjalan menuju masjid memiliki keutamaan yang besar. Rasulullah menyebutkan pahala setiap langkah yang menghapus dosa dan mengangkat derajat bagi orang yang berwudhu di rumah lalu pergi ke masjid hanya untuk menunaikan salat berjamaah.

Namun, pada dasarnya, wudhu di mana saja, termasuk di masjid, tetap sah dan diperbolehkan dalam syariat. Hal yang terpenting adalah wudhu dilakukan dengan sempurna dan memenuhi rukun serta syarat yang telah diajarkan.

Setelah mempersiapkan diri dengan baik dan berwudhu, seorang muslim kemudian berjalan menuju masjid untuk melaksanakan salat berjamaah.

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap dkk menjelaskan tentang keutamaan jalan kaki secara perlahan menuju ke Masjid.

Anjuran Rasulullah SAW ini dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ، وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةَ وَالْوِقَارَ، وَلَا تُسْرِعُوْا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ، فَصَلُّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ، فَأَتِمُوْا

Artinya: “Jika kalian mendengar iqamah, pergilah salat, berjalanlah dengan tenang dan perlahan, janganlah tergesa-gesa. (Rakaat) yang engkau temui, salatlah, dan yang terluputkan dari kalian, maka sempurnakanlah.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Abu Dawud)

Seseorang yang berangkat ke masjid akan dicatat berada dalam keadaan salat sejak ia keluar dari rumahnya hingga selesai menunaikan salatnya.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Siapa Saja yang Termasuk Mahram? Pahami agar Wudhu Tetap Sah!


Jakarta

Dalam ajaran Islam, menjaga kesucian tubuh dan hati sangat penting, apalagi sebelum melaksanakan ibadah seperti salat. Salah satu syarat sah salat adalah berwudhu, yaitu menyucikan diri dari hadas kecil.

Namun, tahukah kamu bahwa wudhu bisa batal jika bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram?

Lantas, siapa saja yang termasuk mahram? Dan siapa yang boleh disentuh tanpa membatalkan wudhu?


Artikel ini akan membahasnya secara lengkap berdasarkan Al-Qur’an dan penjelasan ulama fikih.

Memahami Mahram dan Dampaknya pada Wudhu

Mengutip buku Fiqih Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam) oleh Sakban Lubis dan lainnya, mahram adalah istilah khusus dalam Islam yang merujuk pada orang-orang yang haram dinikahi karena adanya hubungan kekerabatan atau sebab tertentu. Selain itu, sentuhan fisik dengan mahram juga tidak membatalkan wudhu.

Dasar hukum mengenai mahram ini secara gamblang dijelaskan dalam Surah An-Nisa ayat 23:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا 。 ٢٣

Artinya: “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23)

Mahram yang Boleh Disentuh

Berdasarkan ayat di atas dan penjelasan para ulama, termasuk Ahmad Sarwat dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 8: Pernikahan, berikut adalah daftar lengkap mahram yang haram untuk dinikahi dan sentuhan dengannya tidak membatalkan wudhu:

  • Ibu kandung
  • Anak-anakmu yang perempuan
  • Saudara-saudaramu yang perempuan
  • Saudara-saudara bapakmu yang perempuan
  • Saudara-saudara ibumu yang perempuan
  • Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
  • Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
  • Ibu-ibumu yang menyusui kamu
  • Saudara perempuan sepersusuan
  • Ibu-ibu istrimu
  • Anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri
  • Istri-istri anak kandungmu

Dengan memahami siapa saja yang termasuk mahram, detikers tidak perlu khawatir wudhu akan batal ketika bersentuhan dengan mereka sebelum salat atau ibadah lainnya. Pengetahuan ini sangat penting untuk menjaga kesahihan ibadah dan meningkatkan ketenangan hati dalam berinteraksi dengan keluarga.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

8 Hal yang Membatalkan Shalat



Jakarta

Shalat dari syariat Islam menduduki tempat yang sangat penting, sehingga meninggalkan sholat khususnya shalat lima waktu akan mendapatkan dosa. Shalat adalah rukun kedua dari seluruh rukun Islam setelah dua kalimat syahadat. Shalat adalah tiang agama dan sesuatu yang pertama-tama dihisab dari seorang hamba.

Shalat telah disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur’an Al-Karim dengan bentuk yang berbeda-beda. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 103:

فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا


Artinya: “Apabila kamu telah menyelesaikan shalat, berzikirlah kepada Allah (mengingat dan menyebut-Nya), baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu (dengan sempurna). Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin. (QS: An-Nisa: 103)

Dalam buku Fiqih Sunnah tulisan Sayyid Sabiq, perintah shalat disampaikan kepada Rasulullah SAW dalam perjalanan Isra Miraj.

Anas bin Malik menceritakan, “Shalat diwajibkan kepada Rasulullah SAW pada saat beliau diangkat pada malam Isra, yaitu sebanyak 50 kali. Kemudian dikurangi hingga mencapai lima kali. Lalu dipanggillah Rasulullah SAW, ‘Wahai Muhammad, sungguh perkataan-Ku tidak bisa diganti-ganti. Dengan lima (waktu salat) ini, kamu mendapatkan 50.” (Hadits Shahih)

Kewajiban shalat juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 43:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Artinya: “Tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Diriwayatkan Abdullah bin Qarth, Rasulullah SAW bersabda, “Sesuatu yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka seluruh amalnya akan baik. Jika shalatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.” (Hadits Shahih)

Dengan diwajibkannya shalat, tentunya kita ingin shalat yang kita kerjakan dapat diterima dan sah di mata Allah SWT. Agar shalatnya sah, sebaiknya muslim harus menghindari hal-hal yang membatalkan shalat.

8 Hal yang Membatalkan Shalat

Berikut hal-hal yang membatalkan shalat

1. Murtad

Dalam Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat tulisan Ahmad Sarwat, syarat pertama orang yang mengerjakan shalat adalah statusnya harus menjadi seorang muslim. Bila status keislamannya terlepas, maka otomatis shalatnya menjadi batal.

Maka orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Mungkin ada orang yang bertanya, bagaimana bisa seseorang yang sedang shalat, tiba-tiba berubah menjadi murtad?

Murtad atau keluar dari agama Islam bisa saja terjadi tiba-tiba, misalnya ketika seseorang tiba-tiba mengingkari wujud Allah SWT, atau mengingkari kerasulan Muhammad SAW, termasuk juga mengingkari kebenaran agama Islam sebagai agama satu-satunya yang Allah ridhai. Bila sesaat setan masuk ke dalam pikiran sambil meniupkan pikiran sesatnya itu, lalu seseorang itu sampai kepada tingkat meyakini apa yang ditiupkan setan itu, maka boleh jadi dia sempat murtad sebentar.

Kalaupun saat itu dia segera sadar, maka shalat yang dilakukannya dianggap batal dan harus diulang lagi. Mengapa demikian?

Karena kekufuran itu merusak amal dan membuatnya menjadi sia-sia. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya: “Jika kamu mempersekutukan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

2. Gila

Demikian juga dengan orang yang tiba-tiba menjadi gila atau hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal.

Sebab syarat sah dalam ibadah shalat salah satunya adalah berakal. Shalat yang dilakukan oleh orang gila atau kehilangan akalnya, tentu shalat itu tidak sah. Dan bila gila itu datangnya kumat-kumatan, sebentar datang dan sebentar hilang, maka bila terjadi ketika sedang shalat, shalat itu menjadi batal.

3. Belum Masuk Waktu Shalat

Di antara syarat sah shalat adalah bahwa mengetahui bahwa waktu shalat sudah masuk. Sebab shalat itu tidak sah dilakukan bila belum lagi masuk waktunya. Maka bila seseorang yang sedang mengerjakan shalat, kemudian terbukti bahwa di tengah shalat itu baru masuk waktunya, otomatis shalatnya itu menjadi batal dengan sendirinya.

Hukum shalat sebelum waktunya jauh berbeda dengan shalat yang dilakukan pada waktu yang sudah terlewat. Bila waktunya sudah lewat, shalat masih sah dilakukan, bahkan dalam kaitannya dengan shalat fardhu, hukumnya tetap wajib dikerjakan.

4. Terkena Najis

Suci dari najis adalah salah satu syarat sah shalat. Tidak sah shalat seseorang kalau badan, pakaian atau tempatnya shalatnya masih terkena najis. Maka jika di tengah-tengah shalat seseorang terkena atau tersentuh benda-benda najis, maka secara otomatis shalatnya itu pun menjadi batal.

Namun yang perlu diperhatikan adalah batalnya shalat itu hanya apabila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya.

Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, tapi tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan. Asalkan dia bergeser dari tempat najis itu terjatuh.

Selain sumber najis itu dari luar, bisa juga najis itu datang dari dalam tubuh sendiri. Maka bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.

Namun bila kadar najisnya hanya sekadar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukurannya, maka hal itu tidak membatalkan shalat.

5. Berbicara secara sengaja

Dilansir dalam buku Panduan Sholat Rasulullah karya Imam Abu Wafa, berbicara saat shalat membuat shalat menjadi rusak. Di dalam shalat harus tenang dan tidak berbicara.

Berdasarkan dalil sahabat Zaid bin Arqam:

كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ، يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ، وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ { وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ }، فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ، وَنُهِينَا عَنِ الْكَلَامِ.

Artinya: “Ia (Zaid bin Arqam) berkata: Dahulu kami berbicara di dalam shalat, seseorang mengajak bicara dengan temannya yang di sebelahnya hingga turun ayat ‘Dan dirikanlah shalat karena Allah dengan tenang’, maka kami diperintahkan agar diam dan dilarang berbicara “(HR. Muslim no539, Bukhari no.1200, Abu Dawud no.949, Tirmidzi no.405, Nasai no.1219)

6. Tidak Membaca Surah Al-Fatihah

Mengutip buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Shalat tulisan Ahmad Sarwat menyebut bahwa seluruh ulama sepakat bahwa membaca surat Al-Fatihah adalah bagian dari rukun shalat. Sehingga bila ada orang yang sengaja atau lupa tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung rukuk, maka shalatnya menjadi batal.

Dalilnya adalah hadits nabawi yang secara tegas menyebutkan tidak sahnya shalat tanpa membaca surat Al-Fatihah:

لا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِأُمِّ القُرْآنِ

Dari Ubadah bin Shamit RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran (surat Al-Fatihah).” (HR. Bukhari Muslim)

Namun, dalam hal ini dikecualikan dalam kasus shalat berjamaah di mana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan Fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut rukuk bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.

Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengatakan bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.

7. Keluar Sesuatu dari Kemaluan

Yang dimaksud kemaluan itu termasuk bagian depan dan belakang. Dan yang keluar itu bisa apa saja termasuk benda cair seperti air kencing, mani, wadi, mazi, atau apa pun yang cair. Juga berupa benda padat seperti kotoran, batu ginjal, cacing, atau lainnya.

Pendeknya, apa pun juga benda gas seperti kentut. Semua itu bila keluar lewat dua lubang qubul dan dubur membuat wudhu yang bersangkutan menjadi batal.

Dasarnya adalah firman Allah SWT berikut ini:

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ

Artinya: Atau bila salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air. (QS. Al-Maidah: 6)

Dan juga berdasarkan hadits nabawi:

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَل عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila seseorang dari kalian mendapati sesuatu pada perutnya lalu dia merasa ragu apakah ada sesuatu yang keluar atau tidak, maka tidak perlu dia keluar dari masjid, kecuali dia mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim)

Tidur yang bukan dalam posisi tetap (tamakkun) di atas bumi. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:

مَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّا

“Siapa yang tidur maka hendaklah dia berwudhu.”(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang membuat hilangnya kesadaran seseorang. Termasuk juga tidur dengan berbaring atau bersandar pada dinding. Sedangkan tidur sambil duduk yang tidak bersandar kecuali pada tubuhnya sendiri tidak termasuk yang membatalkan wudhu sebagaimana hadits berikut:

عَنْ أَنَسٍ رَضِي الله عنه قَالَ كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّؤُنَ – رواه مسلم – وزاد أبو داود : حَتَّى تَخْفَقَ رُؤُسُهُم وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ

Dari Anas RA berkata bahwa para sahabat Rasulullah SAW tidur kemudian shalat tanpa berwudhu (HR. Muslim) Abu Daud menambahkan: Hingga kepala mereka terkulai dan itu terjadi di masa Rasulullah SAW.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Wudhu dalam Keadaan Telanjang, Apakah Sah?


Jakarta

Berwudhu dalam keadaan tanpa busana setelah mandi masih menjadi pertanyaan bagi sebagian muslim terkait keabsahannya. Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Wudhu secara etimologi berarti kebaikan dan kebersihan. Adapun maknanya dalam istilah fikih adalah menggunakan air pada anggota-anggota tubuh tertentu seperti wajah, tangan dan seterusnya dengan cara tertentu pula.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ma’idah ayat 6:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٦

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.”

Terkait kewajiban berwudhu, Rasulullah SAW bersabda, “Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia masih berhadas sampai ia wudhu.” (HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).

Berwudhu Tanpa Busana

Dalam laman Muhammadiyah terdapat sebuah riwayat dari Ya’la bin Umayyah RA, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW melihat seseorang yang mandi di tempat terbuka (dengan telanjang). Maka (ketika) naik mimbar dan sesudah membaca tahmid memuji kepada Allah, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah itu mempunyai sifat malu dan menutupi diri, maka mencintai kepada orang yang mempunyai malu dan menutup diri (di kala mandi) karena itu apabila salah satu di antaramu mandi hendaklah ia menutup diri (bertutup)’.” (HR Abu Dawudh dan An Nasa’i)

Dijelaskan dalam buku Taudhihul Adillah yang ditulis KH. M. Syafi’i Hadzami, sesuatu yang dianggap sah dalam ibadah atau mu’amalat adalah ketika memenuhi rukun dan syaratnya. Sebagaimana dikatakan dalam at-Ta’rifat, halaman 116,

الصَّحِيحُ فِي الْعِبَادَاتِ وَالْمُعَامَلَاتِ مَا اجْتَمَعَ أَرْكَانُهُ وَشَرَائِطُهُ حَتَّى يَكُوْنَ مُعْتَبِرًا فِي حَقِّ الْحُكْمِ.

Artinya: “Yang sah dalam ibadat dan mu’amalat, yaitu sesuatu yang berkumpul segala rukunnya dan segala syarat-syaratnya sehingga dapat dimasukkan dalam hak hukum.”

Mengingat bahwa menutup aurat bukan menjadi syarat sahnya berwudhu, maka sah berwudhu yang dilakukan tanpa memakai pakaian sehelai pun (telanjang bulat).

Aurat itu, ada aurat pada khalwat yaitu aurat ketika menyendiri, dan di hadapan orang yang boleh memandang kepada auratnya, seperti istri dan budak beliannya yang perempuan. Untuk keperluan mandi, diperbolehkan membuka seluruh aurat baik pada khalwat ataupun di hadapan istri. Akan tetapi haram membuka aurat di hadapan orang yang haram memandang auratnya, sebagaimana juga ketika berwudhu tanpa sesuatu keperluan.

Namun, aurat yang dimaksud adalah bagi laki-laki yang dalam khalwat khusus, dua kemaluan saja yaitu qubul dan dubur. Artinya haram tidak menutup qubul dan dubur dalam khalwat ketika berwudhu jika tidak ada suatu keperluan. Dan haram bagi perempuan dalam khalwat tanpa sesuatu keperluan, berwudhu tanpa menutup antara pusat dan lututnya. Tetapi jika ada sesuatu keperluan maka hal tersebut diperbolehkan, seperti mencegah kain dari kotoran dan sebagainya.

Dalam Kitab Fathu Al-Mu’in, pada Hamisi l’anatu at-Talibin, juz ke-I halaman 80 dikemukakan,

وَجَازَ تَكَشُفْ لَهُ أَيْ لِلغُسْلِ فِي خَلْوَةٍ أَوْ بِحَضْرَةِ مَنْ يَجُوْزُ نَظْرُهُ إِلَى عَوْرَتِهِ كَزَوْجَةٍ أَوْ أَمَةٍ وَالسَّتْرُ أَفْضَلُ وَحَرُمَ إِنْ كَانَ ثُمَّ مَنْ يَحْرُمُ نَظْرُهُ إِلَيْهَا كَمَا حَرَّمَ فِي الْخَلْوَةِ بِلَا حَاجَةٍ وَحَلَّ فِيْهَا لَأَدْنَى عَرَضٍ كَمَا يَأْتِي.

Artinya: “Dan boleh membuka aurat, karena mandi pada khalwat atau di hadapan orang yang boleh memandang kepada auratnya, seperti istri dan budak belian perempuannya, menutup aurat adalah lebih utama. Dan haram membuka aurat jika ada orang yang haram memandang kepadanya, sebagaimana diharamkan pada khalwat, sekurang-kurangnya keperluan sebagaimana akan datang.”

Dengan keterangan tersebut jelaslah bahwa diperbolehkannya telanjang adalah karena mandi pada khalwat dan di hadapan istri. Keperluan meratakan air waktu mandi, tidak sama seperti keperluan meratakan air ketika berwudhu.

Mandi perlu telanjang sedang wudhu tidak perlu telanjang. Maka berwudhu dengan telanjang bulat, sampai qubul dan duburnya tidak ditutup di dalam khalwat, tanpa sesuatu keperluan adalah haram.

Senada, Buya Yahya menjelaskan bahwa berwudhu dalam keadaan telanjang setelah mandi hukumnya sah.

“Berwudhu dalam keadaan telanjang bulat adalah sah hanya makruh. Karena nantinya menjadi ragu-ragu kalau sholat dapat menyenggol wilayah tertentu yang membatalkan wudhu,” ujar Buya Yahya dalam ceramahnya yang berjudul Wudhu Tanpa Busana, Apakah Sah? yang diunggah dalam YouTube Al Bahjah TV, seperti dilihat, Kamis (10/7/2025).

detikHikmah telah mendapatkan izin dari Tim Al Bahjah TV untuk mengutip ceramah Buya Yahya dalam channel tersebut.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

Kapan Membaca Doa Sesudah Wudhu? Ini Penjelasannya


Jakarta

Wudhu adalah salah satu syarat sahnya sholat dan ibadah lainnya dalam Islam yang membutuhkan kesucian. Wudhu bukan hanya aktivitas fisik untuk membersihkan anggota tubuh tertentu, melainkan juga amalan yang memiliki nilai pahala.

Wudhu menjadi hal yang sangat penting dalam Islam, bahkan disebutkan dalam hadits bahwa wudhu dapat menghapus dosa. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Utsman Ibn Affan bahwa Rasulullah SAW bersabda:


لا يُسبِغُ عبدٌ الوضوءَ؛ إلّا غفَر اللهُ لهُ ما تقدمَ من ذنبِه وما تأخَّرَ

Artinya: “Tidaklah seorang hamba melaksanakan wudhu dengan sempurna, melainkan Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang,” (H.R. Al-Bazzar).

Selain memperhatikan rukun dan syarat sah wudhu, salah satu amalan sunnah yang juga harus diketahui adalah sunnah membaca doa sesudah wudhu.

Doa ini bukan hanya bentuk dzikir, tetapi juga menjadi sarana untuk memohon ampun dan memantapkan keimanan.

Doa Sesudah Wudhu

Dikutip dari buku Tuntunan Doa & Zikir untuk Segala Situasi & Kebutuhan karya Ali Akbar bin Aqil, berikut bacaan doa sesudah wudhu sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

Artinya: “Barangsiapa berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya kemudian ia membaca doa (yang artinya) ‘Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang yang menyucikan diri.’ Maka dibukalah delapan pintu untuknya delapan pintu surga yang dapat ia masuki dari mana saja ia mau.” (HR. Tirmidzi; hadits shahih)

Bacaan Doa setelah Wudhu Sesuai Sunnah Rasulullah SAW

Adapun bacaan doa setelah wudhu yang dianjurkan Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Bacaan Latin: Asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah. Wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluh. Allaahummaj’alnii mina-t-tawwaabiina waj’alnii minal mutathahhiriin.

Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang yang menyucikan diri.

Doa setelah Wudhu Versi Singkat

Selain doa tersebut di atas, dalam hadist lain terdapat juga doa setelah wudhu yang lebih singkat.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Bacaan Latin: Asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahuu laa syariikalah. Wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluh

Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya.

Imam Ibnu Sinni mengatakan doa setelah wudhu hendaknya dibaca seraya menghadap kiblat dan dilakukan langsung setelah orang yang bersangkutan selesai berwudhu.

Ada banyak keutamaan wudhu, salah satunya seperti hadits yag dikutip dari buku Kedahsyatan Manfaat Air Wudhu: Panduan Wajib Untuk Setiap Keluarga Muslim karya Mukhsin Matheer, Rasulullah SAW bersabda:

إنَّ أُمَّتي يُدْعَونَ غُرًّا مُحجَّلينَ مِن أثَرِ الوُضوءِ، فمَنِ استطاعَ منكم أنْ يُطيلَ غُرَّتَه فلْيفعَلْ.

Artinya: “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan wajah, tangan dan kakinya nampak bercahaya karena adanya bekas wudhu. Barangsiapa di antara kalian dapat memperpanjang cahaya tersebut, hendaklah ia melakukannya.”

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Sepertiga Malam Itu Jam Berapa? Ini Waktu Terbaik untuk Sholat Tahajud


Jakarta

Sepertiga malam kerap disebut sebagai waktu terbaik untuk beribadah dan berdoa kepada Allah SWT. Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita selalu memanjatkan doa.

Allah SWT berfirman dalam surah Gafir ayat 60,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ


Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”

Menukil dari buku Tak Henti Engkau Berlari Dikejar Rezeki oleh Taufiq FR, terdapat hadits yang menjelaskan bahwa waktu sepertiga malam menjadi momen mustajab untuk berdoa kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda,

“Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan doa kepada Allah SWT berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut, melainkan Allah SWT akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR Muslim)

Sepertiga Malam Jam Berapa?

Menurut buku Keutamaan Dzikir dan Doa Asmaul Husna tulisan Hamid Sakti Wibowo dan Mustaqim, berdoa bisa dilakukan kapan saja. Namun, ada sejumlah waktu yang disebut lebih baik untuk memanjatkan doa karena permohonannya akan lebih cepat dikabulkan oleh Allah SWT, salah satunya pada sepertiga malam terakhir.

Sepertiga malam dibagi menjadi tiga bagian. Sepertiga malam pertama berlangsung pada pukul 6 sore hingga 10 malam.

Sementara itu, sepertiga malam kedua berlangsung pada 12 malam hingga 2 pagi, sedangkan sepertiga malam terakhir adalah pukul 2 pagi hingga fajar terbit.

Adapun, Ustaz Solechul Azis melalui buku Tuntunan Shalat Lengkap dan Asmaul Husna: Wudhu, Shalat Fardhu, Shalat Sunnah, dan Doa Nurbuat membagi sepertiga malam dengan jam yang berbeda dari penjelasan di atas. Berikut rinciannya,

  • Sepertiga malam pertama sekitar pukul 09.00 hingga 22.00
  • Sepertiga malam kedua sekitar pukul 22.00 hingga 01.00
  • Sepertiga malam ketiga atau terakhir pukul 01.00 hingga waktu Subuh

Sepertiga Malam Terakhir Jadi Waktu Terdekat Allah SWT dengan Hamba-Nya

Menurut buku Ensiklopedia Hadits Ibadah Shalat Sunnah dan Perkara Lain Mengenai Shalat susunan Syamsul Rijal Hamid, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menyebut bahwa Allah SWT paling dekat dengan hamba-Nya pada waktu sepertiga malam terakhir.

“Saat di mana Tuhan paling dekat dengan hamba-Nya adalah pada tengah malam yang terakhir, jika kamu sanggup untuk bangun guna mengingat Allah, hendaklah engkau lakukan.” (HR Tirmidzi)

Bahkan, Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-Nya pada waktu tersebut. Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda,

“Rabb kami yang Maha tinggi dan Maha agung turun ke langit dunia pada setiap malam. Ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Dia berfirman: Siapa yang berdoa kemudian Aku kabulkan doanya? Siapa yang memohon ampun kepada-Ku kemudian Aku ampuni?” (HR Bukhari)

Karena waktu sepertiga malam terakhir ini dianggap mustajab, muslim dianjurkan untuk berdoa dan sholat tahajud pada momen ini.

Amalan Sepertiga Malam Terakhir

Selain berdoa, berikut amalan lain yang bisa dilakukan muslim pada waktu sepertiga malam terakhir.

  1. Salat malam seperti salat tahajud, salat hajat atau salat witir
  2. Berzikir dan beristighfar kepada Allah SWT
  3. Berdoa

Tata Cara Sholat Tahajud 2 Rakaat

Menukil buku Sholat Tahajud & Kebahagiaan karya Abd Muqit, berikut tata cara sholat tahajud 2 rakaat pada sepertiga malam terakhir.

  • Membaca niat sholat tahajud 2 rakaat,

    اُصَلِّى سُنَّةً التَّهَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ِللهِ تَعَالَى

    Ushallii sunnata-t-tahajjudi rak’ataini mustaqbilal qiblati lillahi ta’alla

    Artinya: “Aku niat sholat sunnah tahajud 2 rakaat, menghadap kiblat, karena Allah Ta’ala.”

  • Takbiratul ihram
  • Membaca doa iftitah
  • Membaca surah Al Fatihah
  • Membaca surah dalam Al-Qur’an
  • Rukuk
  • Itidal
  • Sujud
  • Mengulang gerakan seperti rakaat pertama
  • Membaca doa tahiyat akhir pada rakaat kedua
  • Salam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ada Kentut yang Tidak Membatalkan Wudhu, Seperti Ini Ciri-cirinya


Jakarta

Semua ulama sepakat kentut termasuk hadas kecil yang mengharuskan seseorang wudhu agar ibadahnya sah. Namun, ada jenis kentut yang tidak membatalkan wudhu.

Kentut yang tidak membatalkan wudhu adalah angin yang keluar dari kemaluan wanita (qubul). Kentut jenis ini disebut dengan istilah queef. Namun, para ulama berbeda pendapat terkait hal ini.

Menurut penjelasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam situs MUI Digital, Imam Syafi’i menghukumi queef layaknya kentut yang keluar dari anus. Sehingga, dalam pandangannya, queef membatalkan wudhu dan salat.

Imam Syafi’i berpendapat segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah najis, baik itu sengaja maupun tak disengaja, wajar atau tidak wajar. Imam Syafi’i berhujjah dengan firman Allah SWT berikut,


…أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ …

Artinya: “…Atau bila salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air…” (QS Al-Maidah: 6)

Pendapat ini juga disebutkan dalam kitab Fathul Qarib pada bab hal-hal yang membatalkan wudhu. Dikatakan, ada enam perkara yang membatalkan wudhu, salah satunya yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur).

Sementara itu, Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, termasuk dari mazhab Hambali, berpendapat sebaliknya. Mereka menyatakan queef atau keluar angin dari kemaluan wanita tidak dianggap sebagai hadas dan tidak membatalkan wudhu. Menurut Imam Abu Hanifah, queef bukan kentut yang berasal dari perut sehingga tidak dihukumi seperti kentut pada umumnya.

Queef sendiri terjadi karena ada angin yang terperangkap di vagina dan bisa keluar setiap saat. Umumnya dialami oleh wanita yang sudah pernah melahirkan.

Pendapat yang menganggap queef tidak membatalkan wudhu ini bersandar pada riwayat Abu Hurairah RA berikut ini:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : لاَ وُضُوْءَ إِلاَّ مِنْ صَوْتٍ أَوْ رِيْحٍ (رواه الترمذي)

Artinya: Rasulullah bersabda, “Tidaklah batal wudhu seseorang kecuali keluar suara atau bau (dari aurat belakang). (HR at-Tirmidzi)

Angin yang keluar dari kemaluan wanita tidak bersuara dan tidak berbau. Beda dengan kentut yang keluar dari anus.

Ciri-ciri Kentut Queef

  • Dialami wanita
  • Keluar dari qubul
  • Tidak berasa dan beraroma
  • Kebanyakan tak berbunyi, tapi ada yang mengeluarkan suara
  • Keluarnya tak bisa dikendalikan/ditahan

Sebagian ulama menganjurkan tetap berwudhu apabila keluar kentut dari kemaluan wanita. Sementara banyak ulama terutama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali mengatakan tak mengapa.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Sunnah Rasulullah SAW Sebelum Pergi Tidur, Muslim Amalkan Yuk!


Jakarta

Sunnah Rasulullah SAW sebelum tidur bisa dicontoh oleh muslim. Sebagai seorang utusan Allah SWT, banyak manfaat yang dapat diraih muslim dari kebiasaan Nabi Muhammad SAW, termasuk sebelum ia tidur.

Sebagai manusia, tidur menjadi cara mengistirahatkan tubuh yang lelah setelah beraktivitas dari pagi hingga sore. Diterangkan dalam buku Pelajaran Adab Islam 2 oleh Suhendri dkk, waktu tidur yang baik bagi manusia adalah sekitar 7-8 jam dalam sehari.


Demi mendapatkan waktu tidur yang cukup. seseorang harus menyegerakan tidur di awal waktu dan harus menghindari begadang. Rasulullah SAW tidak menyukai begadang, terlebih jika dikerjakan tanpa manfaat.

“Nabi SAW membenci tidur sebelum Isya dan beliau tidak menyukai obrolan setelah Isya.” (HR Ahmad)

Selain itu, dalam riwayat dari Jabir RA dikatakan Rasulullah SAW bersabda:

“Jangan begadang setelah Isya. Kalian tidak mengetahui apa yang telah ditetapkan oleh Allah pada makhluk-Nya.” (HR Al Hakim)

Sunnah Nabi SAW sebelum Tidur yang Bisa Dicontoh

Berikut beberapa sunnah Rasulullah SAW yang dapat dikerjakan muslim sebelum tidur seperti dikutip dari Al Minah Al-‘Aliyah fii Bayaani As-Sunan Al-Yaumiyyah oleh Syaikh Abdullah bin Hamoud Al Furaih terbitan Maktabah Darus Salam.

1. Ambil Wudhu

Berwudhu sebelum tidur merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW. Dari Al Bara bin Azib, Rasulullah SAW bersabda:

“Jika engkau hendak mendatangi tempat tidurmu, hendaklah engkau berwudhu seperti wudhu untuk salat, lalu berbaringlah ke sebelah kananmu, kemudian ucapkan, “Allahumma innii aslamtu wajhii ilaika.” (HR Bukhari)

2. Mengamalkan Ayat Kursi

Sebelum tidur muslim bisa mengamalkan sejumlah doa dan zikir, salah satunya Ayat Kursi. Dengan membacanya, muslim akan diberi perlindungan hingga pagi dari setan yang terkutuk.

Abu Hurairah RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat kursi. Karena dengan-nya kamu selalu dijaga oleh Allah dan setan tidak akan dapat mendekatimu hingga pagi.” (HR Bukhari)

3. Membaca Doa Sebelum Tidur

Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita melibatkan doa dalam segala aktivitas termasuk tidur. Dari Hudzaifah RA berkata,

“Apabila Nabi Muhammad SAW hendak tidur, beliau membaca doa ‘Bismika allahumma amutu waahya (Dengan namaMu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).’ Dan apabila bangun tidur, Beliau berdoa: ‘Alhamdulillahilladzi ahyana ba’da maa amatana wailaihinnusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepadaNya lah tempat kembali).” (HR Bukhari)

4. Kibas Kasur sebelum Tidur

Sunnah lainnya yang dapat dikerjakan muslim adalah mengibas kasur sebelum pergi tidur. Hal ini turut dianjurkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana dikatakan dari Abu Hurairah RA, beliau bersabda:

“Jika salah seorang di antara kamu hendak mendatangi tempat tidurnya, hendaknya ia mengibas kasurnya dengan bagian dalam sarungnya, karena ia tidak mengetahui apa yang ada padanya, kemudian ia mengucapkan “Bismika rabbi wadha’tu janbii.” (HR Bukhari dan Muslim)

5. Tunda Tidur sebelum Isya

Tidur sebelum Isya tidak disukai oleh Rasulullah SAW. Terkait hal ini disebutkan dalam hadits sebelumnya. Karenanya, muslim diminta untuk menghindari tidur sebelum Isya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Gapai Ketenangan Jiwa dengan Salat dan Wudhu



Jakarta

Surah-surah dalam Al-Qur’an membawa pesan yang bermanfaat bagi kehidupan umat Islam. Tak terkecuali berisi firman Allah SWT yang dapat menenangkan jiwa.

Melalui detikKultum detikcom yang tayang Rabu (27/3/2024), Prof Nasaruddin Umar menyampaikan hal serupa. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa salah satu cara untuk menenangkan jiwa ialah dengan salat.

Sebagaimana firman-Nya dalam surah Ar Rad ayat 28,


ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.”

“Kalau kita ingin merasakan ketenangan jiwa, maka tidak ada cara lain yang paling pantas untuk kita lakukan sebagai umat yang paling beriman khususnya umat islam (yaitu) kita melakukan salat,” ujar Imam Besar Masjid Istiqlal itu.

Ketika seorang muslim menjalani kehidupan dengan teori-teori Al-Qur’an maka ia menutup pintu iblis. Prof Nasaruddin Umar mengatakan, rasa gundah dan gelisah merupakan salah satu provokasi iblis.

Begitu pula dengan wudhu. Sebelum salat, umat Islam dianjurkan untuk membasuh bagian-bagian tubuh tertentu yang mana sama artinya dengan bersuci.

Dalam ilmu kesehatan, wudhu terbukti mampu menenangkan jiwa karena memberikan kesegaran yang berhubungan dengan sistem saraf manusia.

Terkait wudhu ini disebutkan dalam sejumlah ayat Al-Qur’an, salah satunya surah Al Maidah ayat 6.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya:” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar bisa saksikan DI SINI. Jangan lewatkan detikKultum Nasaruddin Umar ini yang tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04.20 WIB.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa setelah Wudhu Arab, Latin, dan Artinya



Jakarta

Wudhu merupakan salah satu syarat sah salat. Seperti sunnah dari Rasulullah SAW setelah selesai wudhu kita dianjurkan untuk membaca doa setelah wudhu.

Anjuran tersebut dijelaskan dalam Kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi dengan bersandar pada riwayat shahih yang berasal dari Umar bin Khattab RA. Dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa berwudhu lalu mengucapkan, ‘Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya’, maka dibukakanlah baginya kedelapan pintu surga, di mana dia bisa masuk dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan dalam Al-Kubra dan Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, Ibnu Majah, dan lainnya)


Imam Muslim meriwayatkan hadits tersebut dalam Shahih-nya dan At-Tirmidzi menambahkan, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang yang bersuci.”

Doa setelah wudhu dan keutamaannya juga terdapat dalam Kitab Sunan Ad-Daraquthni dan Musnad Ahmad. Namun, keduanya meriwayatkan dengan sanad yang dhaif.

Terkait zikir atau doa setelah wudhu, Syaikh Nashr Al-Maqdisi berkata, “Bersamaan dengan zikir-zikir ini, hendaklah dia mengucapkan, ‘Ya Allah, limpahkan sholawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, serta keselamatan semoga senantiasa menaunginya.”

Imam an-Nawawi menjelaskan lebih lanjut, para ulama mazhab berpendapat bahwa zikir-zikir tersebut diucapkan dengan menghadap kiblat dan dilakukan setelah selesai berwudhu.

Bacaan Doa setelah Wudhu

Melansir dari Ali Akbar bin Aqil dalam buku Tuntunan Doa & Zikir untuk Segala Situasi & Kebutuhan, berikut bacaan doa setelah wudhu lengkap Arab, latin dan artinya,

أَشْهَدُ أَنْ لا إله إلا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَ اجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ ، سُبْحانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Arab latin: Asy-hadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu, wa asy-hadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu, allaahummaj’alnii minat tawwaabiin, waj’alnii minal mutathahhiriin, subhanakallahumma wa bi hamdika, asy- hadu an laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk golongan yang menyucikan diri. Maha Suci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu.

DR H Sagiran dalam buku Gantung Wudhu menjelaskan lebih lanjut mengenai keutamaan membaca doa setelah berwudhu. Ia mengatakan, kalimat اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَ اجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ, kata مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ adalah orang-orang yang bertobat. Dari tobat tersebut artinya menyucikan kita dari dosa-dosa dengan perantara wudhu.

Karena itulah, dikatakan dalam suatu riwayat bahwa tetesan air wudhu ibarat bergugurannya dosa-dosa kita. Dengan memanjatkan doa tersebut, kita dijadikan Allah SWT sebagai orang-orang suci.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com