Tag Archives: zakat

Syarat dan Cara Jadi Anggota BAZNAS Terbaru 2025, Cek di Sini


Jakarta

Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan regulasi baru terkait seleksi pimpinan dan anggota Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 10 Tahun 2025.

PMA ini bertujuan untuk memastikan proses rekrutmen berjalan transparan dan akuntabel, sehingga menghasilkan pengurus yang profesional. Menurut Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, aturan ini menjaga keseimbangan antara peran pemerintah dan partisipasi masyarakat.

“Calon anggota dari unsur ulama diusulkan oleh Majelis Ulama Indonesia atau organisasi kemasyarakatan Islam. Tenaga profesional diusulkan oleh asosiasi profesi atau perguruan tinggi keagamaan Islam, sedangkan tokoh masyarakat Islam diusulkan oleh ormas Islam,” ujar Abu Rokhmad dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (13/8/2025).


Syarat Jadi Anggota BAZNAS

Berdasarkan PMA 10/2025 yang diterima detikHikmah, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi calon anggota BAZNAS, pimpinan Baznas provinsi, dan pimpinan Baznas Kabupaten/Kota. Aturan ini dikeluarkan oleh Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama.

Berikut syaratnya:

  • Warga Negara Indonesia
  • Bertakwa kepada Allah SWT
  • Berakhlak mulia
  • Usia minimal 40 tahun.
  • Pendidikan minimal sarjana, namun untuk tingkat kabupaten/kota minimal tamat SMA sederajat.
  • Agama Islam.
  • Sehat jasmani dan rohani.
  • Tidak menjadi anggota partai politik.
  • Tidak Pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) Tahun
  • Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat
  • Bersedia bekerja penuh waktu dan melepaskan jabatan di pemerintahan, BUMN/BUMD jika terpilih.
  • Memiliki visi, misi, dan program kerja yang jelas.

Cara Mendaftar Jadi Anggota Baznas

Proses pendaftaran dan seleksi anggota BAZNAS dilakukan melalui beberapa tahapan yang seragam di seluruh Indonesia, dari pusat hingga daerah.

  1. Pengumuman Pendaftaran: Informasi pendaftaran akan diumumkan secara terbuka.
  2. Pendaftaran Tertulis dan Administrasi: Calon anggota harus mendaftar secara tertulis dan lolos seleksi administrasi.
  3. Seleksi Kompetensi: Tahap ini meliputi tes pengetahuan dasar, penulisan makalah, dan wawancara. Materi yang diujikan mencakup fikih zakat, kebijakan pengelolaan zakat, wawasan kebangsaan, serta moderasi beragama.
  4. Pengumuman hasil seleksi
  5. Penyampaian hasil seleksi kepada menteri agama di tingkat pusat, gubernur di tingkat provinsi, serta bupati atau wali kota di tingkat kabupaten/kota.

Calon anggota BAZNAS dapat berasal dari berbagai unsur, seperti ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat. Usulan nama calon bisa diajukan oleh Majelis Ulama Indonesia, organisasi kemasyarakatan Islam, asosiasi profesi, atau perguruan tinggi keagamaan Islam.

Susunan Anggota BAZNAS

  • BAZNAS Pusat: Terdiri dari 11 anggota, 8 dari unsur masyarakat dan 3 dari unsur pemerintah (Kemenag, Kemendagri, dan Kemenkeu).
  • BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota: Masing-masing terdiri dari 5 pimpinan.

Tim Seleksi di Tiap Tingkat

Untuk memastikan proses seleksi berjalan objektif, Kemenag juga mengatur komposisi tim seleksi di setiap tingkatan.

Tingkat Pusat

Tim seleksi berjumlah 9 orang, terdiri dari 5 orang dari Kemenag, 1 dari Kementerian PANRB, dan 3 dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, atau tenaga profesional. Tim ini dibentuk oleh Menteri Agama.

Tingkat Provinsi

Tim seleksi berjumlah 5 orang, terdiri dari 2 orang dari pemerintah daerah, 2 dari Kanwil Kemenag provinsi, dan 1 dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, atau tenaga profesional. Tim ini dibentuk oleh gubernur.

Tingkat Kabupaten/Kota

Tim seleksi berjumlah 3 orang, terdiri dari 1 orang dari pemerintah daerah, 1 dari Kankemenag setempat, dan 1 dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, atau tenaga profesional. Tim ini dibentuk oleh bupati/wali kota.

PMA 10/2025 ini diharapkan menjadi panduan seragam untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat nasional.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Pajak dan Zakat Sudah Ada Sejak Zaman Rasulullah, Seperti Ini Praktiknya


Jakarta

Pajak merupakan salah satu instrumen penting dalam pengelolaan keuangan negara modern. Namun dalam perspektif Islam, pengaturan keuangan umat sudah dikenal sejak masa Rasulullah SAW, meski tidak disebut sebagai “pajak” dalam istilah modern.

Pada masa Rasulullah SAW, sistem pengelolaan harta lebih difokuskan pada kewajiban keagamaan dan kontribusi sosial umat Islam. Rasulullah SAW menata mekanisme pemasukan dan pengeluaran harta negara secara jelas melalui baitul mal, dengan landasan Al-Qur’an dan sunnah.

Dikutip dari buku Pajak dan Syariat Islam: Tinjauan Historis dan Sosiokultural karya Mochammad Arif Budiman, pemasukan pemerintah Islam berasal dari zakat, kharaj, fay, ghaniman, khumus, wakaf, jizyah, usyur dan dharibah/nawa’ib. Jenis-jenis pemasukan ini ada yang berlaku khusus untuk muslim atau nonmuslim saja dan ada pula yang berlaku untuk semua penduduk tanpa membedakan agama yang dianut.


Pendapatan Negara di Masa Rasulullah SAW

Abu Ubaid dalam Kitab Al Amwal, Abu Yusuf dalam Kitab Al Kharaj, Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu’atul Fatawa dan Imam Al Mawardi dalam Kitab Al Ahkam Al Shulthaniyah menjelaskan pendapatan Negara (Mawarid Ad-Daulah) pada zaman pemerintahan Rasulullah SAW (610-632M) dan Khulafaurrasyidin (632-650M) diklasifikasikan menjadi 3 kelompok besar, yaitu: Ghanimah, Fa’i, dan Shadaqah atau Zakat. Fa’i dibagi lagi atas 3 macam yaitu Kharaj, ‘Usyr dan, Jizyah.

1. Ghanimah

Dilansir dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, Minggu (17/8/2025) pada masa pemerintahan Rasulullah SAW di Madinah (622-632 M/1-10 H), terdapat sistem keuangan negara yang teratur dan bersumber dari beberapa pos pendapatan. Sumber utama pendapatan negara pada saat itu adalah ghanimah, yaitu harta rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin dari kaum kafir melalui peperangan.

Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 1 dan 41 bahwa harta ghanimah harus dibagi dengan ketentuan 4/5 menjadi hak pasukan yang ikut berperang, sedangkan 1/5 sisanya dibagikan untuk Allah SWT, Rasulullah SAW, kerabat beliau, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil. Dari harta inilah kebutuhan negara ditopang, termasuk gaji tentara, biaya perang, peralatan, hingga biaya hidup Nabi SAW dan keluarganya.

Hal ini juga merupakan keistimewaan yang diberikan Allah kepada Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Anfal ayat 69,

فَكُلُوا۟ مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَٰلًا طَيِّبًا ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2. Fa’i

Selain ghanimah, sumber kedua adalah fa’i, yakni harta rampasan yang diperoleh tanpa adanya peperangan. Harta ini, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 6, dibagikan untuk Allah, Rasulullah SAW, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil. Karena fa’i diperoleh tanpa pertempuran, tentara tidak memiliki hak atasnya. Salah satu contoh fa’i pertama adalah harta yang diperoleh dari Bani Nadhir, sebuah suku Yahudi di Madinah yang melanggar perjanjian.

3. Kharaj

Pendapatan ketiga berasal dari kharaj, yaitu sewa tanah yang dikenakan kepada non-muslim setelah penaklukan wilayah, seperti pada peristiwa penaklukan Khaibar tahun ke-7 H. Awalnya tanah-tanah yang ditaklukkan menjadi milik negara, namun pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, kebijakan ini berubah. Umar berijtihad agar tanah tetap dimiliki oleh penduduk non-muslim, namun mereka diwajibkan membayar sewa (kharaj) atas tanah yang mereka kelola.

4. Ushr

Sumber berikutnya adalah ‘ushr, yaitu semacam bea masuk atas barang dagangan yang melewati perbatasan negara. Bea ini hanya dipungut sekali dalam setahun untuk barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tarifnya berbeda antara muslim dan non-muslim: Muslim membayar sebesar 2,5%, sedangkan non-muslim sebesar 5%. Menariknya, bagi kaum muslim, pembayaran ini dihitung sebagai zakat.

5. Jizyah

Pendapatan kelima adalah jizyah, yaitu pajak kepala yang dibebankan kepada non-muslim, khususnya ahli kitab. Sebagai imbalannya, mereka mendapatkan jaminan perlindungan jiwa, harta, tempat ibadah, serta dibebaskan dari kewajiban militer.

6. Zakat

Adapun sumber keenam adalah zakat, yakni kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki harta mencapai nisab tertentu. Zakat ini diatur langsung oleh Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 103.

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Pada masa Rasulullah SAW, zakat mulai diberlakukan pada tahun ke-2 H, dan pelaksanaannya secara penuh baru diwujudkan pada tahun ke-9 H.

Selain sumber utama tersebut, terdapat pula pendapatan sekunder yang sifatnya tidak tetap, seperti harta ghulul (hasil korupsi yang dikembalikan), kaffarat (denda tebus kesalahan), luqathah (barang temuan), waqaf, uang tebusan tawanan, rikaz (harta karun), pinjaman, hadiah, maupun amwal fadhla (kelebihan harta). Seluruh sumber ini menjadikan negara pada masa Rasulullah SAW dan para khalifah setelah beliau, seperti Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Aziz, hingga Harun Al-Rasyid, mengalami surplus dan kejayaan ekonomi.

Dari keseluruhan sumber tersebut, terlihat jelas bahwa pendapatan negara pada masa Islam awal berasal dari dua pihak: dari kaum kafir melalui ghanimah, fa’i, kharaj, jizyah, dan ‘ushr; serta dari kaum muslimin melalui zakat. Namun seiring dengan meluasnya wilayah Islam, banyak kaum kafir yang akhirnya masuk Islam. Hal ini berdampak pada berkurangnya sumber pendapatan dari pihak non-muslim, sementara kebutuhan negara tetap harus ditanggung.

Situasi ini kemudian mendorong para ulama melakukan ijtihad untuk merumuskan sumber pendapatan baru. Salah satu hasil ijtihad tersebut adalah ditetapkannya pajak (dharibah) sebagai sumber keuangan negara pada masa kini, guna menggantikan sebagian pos pendapatan yang tidak lagi relevan sebagaimana praktik pada masa Rasulullah SAW.

Pajak dalam Pandangan Islam

Dikutip dari buku Sistem Perpajakan dalam Perekonomian Islam: Kontribusi Abu Yusuf karya Dr. Nasaiy Aziz, MA dan Nurhasibah, pajak sudah dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, zaman khulafaur Rasyidin dan zaman-zaman sesudahnya. Kemudian antar periode tersebut terdapat perbedaan yang substansial, sehingga sumber pajak juga berbeda dan berubah-ubah antar periode dalam penetapannya.

Pajak mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (muamalah), oleh sebab itu ia merupakan bagian dari syariat. Tanpa adanya rambu-rambu syariat dalam perpajakan, maka pajak dapat menjadi alat penindas oleh penguasa pada rakyat (kaum muslim).

Gusfahmi dalam buku Pajak Menurut Syariah, ketika pajak tidak memiliki batasan syariat, pemerintah akan menetapkan dan memungut pajak sesuka hati dan menggunakannya menurut apa yang diinginkannya (pajak dianggap sebagai upeti hak milik penuh sang raja).

Abdurrahman Al-Maliki dalam As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla berpendapat bahwa kewajiban negara adalah menjaga kemaslahatan umat melalui berbagai sarana, seperti keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Oleh karena itu, jika kas negara kosong atau tidak mencukupi, maka pajak menjadi sesuatu yang wajib dipungut. Akan tetapi, menurut Al-Maliki, hukum Islam mengharamkan negara mengambil harta rakyat dengan cara paksa. Jika pemungutan dilakukan secara sewenang-wenang dan merampas hak rakyat, maka hal tersebut haram hukumnya karena sama dengan tindakan perampasan.

Al-Marghinani dalam kitab al-Hidayah juga menegaskan bahwa apabila sumber pendapatan negara tidak cukup, maka negara berhak menghimpun dana dari rakyat untuk kepentingan umum. Selama manfaat dari dana tersebut kembali kepada rakyat, maka masyarakat berkewajiban menanggung biayanya.

Dilansir dari laman Jakarta Islamic Center, Minggu (17/8/2025), penerapan pajak sebagai sumber pendapatan negara di luar zakat sejatinya sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, kemudian diteruskan pada era Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, hingga kekhalifahan Islam setelahnya. Pajak dalam tradisi Islam memiliki berbagai istilah, seperti jizyah, ‘usyr, kharaj, dan dharibah.

Sebagaimana negara modern saat ini, penerimaan negara dari pajak pada masa Islam klasik juga dialokasikan untuk membiayai berbagai kebutuhan pemerintahan. Dana tersebut digunakan dalam berbagai sektor kehidupan, seperti pembangunan, keamanan, pendidikan, serta pemeliharaan fasilitas umum.

Misalnya, pada masa Dinasti Abbasiyah, sejumlah khalifah mengalokasikan anggaran khusus dari pajak untuk memperluas tanah negara yang kemudian menjadi salah satu sumber penting keuangan pemerintahan. Strategi ini terbukti memberikan dampak positif, sehingga pada masa Khalifah al-Mansur dan Harun ar-Rasyid, negara memiliki keuangan yang lebih dari cukup untuk menopang kebutuhan rakyat.

Kewajiban membayar pajak dalam Islam tidak hanya dibebankan kepada umat Islam, melainkan juga kepada non-muslim yang tinggal di wilayah kekuasaan Islam. Kelompok non-muslim diwajibkan membayar jizyah sebagai bentuk pengakuan atas keberadaan mereka di negara Islam sekaligus sebagai imbalan atas perlindungan keamanan, ketertiban, serta pemanfaatan fasilitas umum yang mereka nikmati.

Dana yang terkumpul dari pajak diperuntukkan bagi kemaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi para pemungut pajak. Adapun pemungut pajak hanya mendapatkan upah (remunerasi) sebagai balasan atas tugas mereka dalam mengelola dan mengumpulkan pajak dari masyarakat. Dengan demikian, sistem pajak dalam Islam bukan hanya sekadar mekanisme ekonomi, tetapi juga instrumen sosial untuk menciptakan keadilan, pemerataan, dan perlindungan bagi seluruh rakyat, baik muslim maupun non-muslim.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Kemenag dan Kemendes Dorong Kampung Zakat 2025, Ini Tujuannya



Jakarta

Kementerian Agama (Kemenag) bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjalin kerja sama dalam program Kampung Zakat 2025. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan peran zakat sebagai penggerak ekonomi desa dan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Melansir dari laman resmi Kementerian Agama program ini menargetkan 35 desa yang tersebar di berbagai daerah. Desa-desa tersebut dipilih karena memiliki potensi zakat yang besar, baik dari sisi sumber daya manusia maupun ekonomi lokalnya. Kemenag mencatat bahwa potensi zakat dari wilayah desa secara nasional bisa mencapai Rp 51 triliun. Angka ini menunjukkan besarnya peluang yang bisa digarap jika pengelolaan zakat dilakukan secara terstruktur dan tepat sasaran.

Dana zakat yang dihimpun akan diarahkan untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif di desa, seperti pertanian, perkebunan, perikanan, serta pengembangan usaha kecil.


Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Waryono Abdul Ghafur, menjelaskan bahwa kerja sama ini lahir dari pemahaman bahwa desa memiliki potensi besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Menurutnya, kolaborasi dengan Kemendes PDTT sangat relevan karena kementerian tersebut memiliki akses langsung ke struktur pemerintahan desa dan lembaga ekonomi lokal yang sudah ada.

“Desa secara struktur lebih dekat dengan Kemendes. Di sana ada Koperasi Merah Putih, ada BUMDes, dan ini yang kami kerjasamakan. Potensi desa juga macam-macam, mulai dari perkebunan, pertanian, hingga kelautan,” ujar Waryono dalam Press Conference Blissful Maulid di Jakarta, Jumat (22/8/2025), dikutip dari laman resmi Kementerian Agama.

Dalam pelaksanaannya, Kemenag akan berperan sebagai koordinator dalam penguatan ekosistem zakat. Di sisi lain, Kemendes akan memperkuat lembaga ekonomi desa seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Salah satu strategi yang disiapkan adalah menjalin kerja sama antara BUMDes dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) tingkat desa, agar pengumpulan dan penyaluran zakat bisa dilakukan secara langsung dan efisien di lingkungan masyarakat sendiri.

Masyarakat desa akan difasilitasi untuk menunaikan zakat penghasilan melalui mekanisme yang lebih dekat dan mudah dijangkau. Selain mempermudah distribusi zakat, pendekatan ini juga mendorong transparansi serta pengelolaan dana yang lebih produktif.

Melalui program Kampung Zakat ini, pemerintah berharap desa tidak hanya menjadi penerima bantuan, melainkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang mampu mengelola zakat secara mandiri dan berkelanjutan. Kolaborasi lintas kementerian ini juga diharapkan mampu memperkuat sistem zakat nasional yang inklusif dan berdampak luas bagi masyarakat.

(inf/erd)



Sumber : www.detik.com

Ketentuan Zakat Fitrah 2023 di Jakarta, Bandung, Bengkulu, dan Denpasar



Jakarta

Zakat fitrah merupakan amalan yang bersifat wajib bagi seluruh muslim yang memenuhi syarat. Untuk itu, perlu dihperhatikan besaran zakat fitrah 2023 di Jakarta, Bandung, Medan, dan Denpasar.

Perihal menunaikan zakat ini termaktubkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu anhu yaitu,

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu ‘sha gandum atas umat muslim, baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Rasulullah SAW memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk salat (Id).” (HR Bukhari dan Muslim).


Dijelaskan dalam berbagai keterangan bahwa dalam menunaikan zakat diperlukan ketepatan dengan batas waktunya yaitu sebelum salat Id. Jika ditunaikan setelah salat Id maka zakat fitrah itu hanya akan dianggap sebagai sedekah biasa saja.

Untuk penjelasan besaran zakat fitrah, kita perlu melihatnya ketentuan dari organisasi zakat di Indonesia atau daerah kita yaitu melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Berikut ini adalah penjelasannya.

Besaran Zakat Fitrah Beras dan Uang

1. Beras

Merujuk pada laman Baznas dalam tulisan berjudul zakat fitrah, dijelaskan bahwa jumlah zakat fitrah dalam bentuk beras adalah 2,5 kilogram atau 3,5 liter per orang. Selain demikian, dijelaskan juga mengenai syarat orang yang wajib melakukan zakat fitrah, yaitu:

Beragama Islam

Punya kelonggaran rezeki

Hidup saat bulan Ramadan

2. Uang

Masih mengutip dari laman BAZNAS, dijelaskan bahwa para ulama yang diantaranya adalah Shaikh Yusuf Qardawi telah memberi kelonggaran untuk zakat fitrah agar dapat ditunaikan dalam bentuk uang yang setara dengan 1 sha’ gandum, kurma atau beras. Nominal zakat fitrah yang ditunaikan dalam bentuk uang, menyesuaikan di Indonesia dengan harga beras yang dikonsumsi.

Untuk ketentuan zakat fitrah 2023 di Jakarta, Bandung, Medan, dan Bali adalah sebagai berikut.

Jakarta

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai zakat fitrah setara dengan uang sebesar Rp 45.000.

Bandung

Baznas Jawa Barat menetapkan bahwa besaran rata-rata zakat fitrah di Kota Bandung adalah Rp 32.500, seperti dilansir dari detikJabar. Untuk Kabupaten Bandung sendiri juga sama yaitu sebesar Rp 32.500.

Bengkulu

Kemenag Bengkulu menetapkan besaran zakat fitrah 2023 di wilayah Kota Bengkulu dibagi ke dalam tiga kategori beras. Rincian tiga kategori yang dimaksud sebagai berikut.

Beras kualitas premium (Kualitas 1) sebesar Rp 40.000

Beras medium (Kualitas 2) sebesar Rp 35.000

Beras bulog/biasa (Kualitas 3) sebesar Rp 25.000 per jiwa.

Bali

Melansir akun Instagram resmi Baznas Kota Denpasar, sesuai dengan SK Ketua Baznas Provinsi Bali Nomor 150 Tahun 2023 tentang Nilai Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Denpasar, zakat fitrah dapat ditunaikan dengan besaran Rp 40.000.

Begitulah pembahasan kali ini mengenai ketentuan zakat fitrah 2023 dan lebih khusus tentang besarannya di Jakarta, Bandung, Bengkulu, dan Denpasar. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Infaq Adalah Mengeluarkan Harta Zakat dan Non Zakat, Begini Penjelasannya



Jakarta

Infaq adalah salah satu amalan yang erat kaitannya dengan harta. Anjuran infaq ini ditujukan kepada mereka yang memiliki rezeki berlebih.

Meski rezeki sudah diatur oleh Allah SWT, dalam harta yang diberikan kepada manusia terdapat hak untuk orang miskin. Dengan demikian, Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk mengeluarkan infaq seperti termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 261.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ


Arab latin: Maṡalullażīna yunfiqụna amwālahum fī sabīlillāhi kamaṡali ḥabbatin ambatat sab’a sanābila fī kulli sumbulatim mi`atu ḥabbah, wallāhu yuḍā’ifu limay yasyā`, wallāhu wāsi’un ‘alīm

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui,”

Apa Itu Infaq?

Menurut buku Ekonomi Islam SMK/MAK Kelas XII yang disusun oleh Tantri Agustiana S Pd, infaq berasal dari kata anfaqo-yunfiqu yang artinya membelanjakan atau membiayai. Secara khusus, arti infaq berkaitan dengan sesuatu yang berbentuk materi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Sementara arti infaq menurut terminologi yaitu mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan dan penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan dalam ajaran Islam. Karenanya, infaq berbeda dengan zakat karena tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum.

Pemberian infaq sendiri tidak harus diperuntukkan bagi mustahik, melainkan siapa saja seperti orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa infaq bisa diberikan kepada siapapun

Hukum Infaq

Hukum infaq terbagi ke dalam 3 macam, yaitu wajib, sunnah, dan haram. Berikut pembahasan lengkapnya sebagaimana dinukil dari buku Panduan Muslim Sehari-hari susunan Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha.

1. Wajib

Hukum infaq yang pertama ialah wajib. Dalam hal ini, infaq menjadi wajib jika diberikan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawab penginfak, contohnya anak, istri, serta orang tua. Perlu diketahui, zakat mal dan zakat fitrah juga termasuk ke dalam infaq kategori wajib.

2. Sunnah

Selanjutnya adalah sunnah. Hukum infaq ini berlaku jika harta ditujukan kepada lembaga-lembaga sosial, fakir miskin, anak yatim, dan sumbangan lainnya.

3. Haram

Hukum infaq yang terakhir ialah haram. Maksud dari haram yakni jika harta diberikan untuk hal-hal yang dilarang, seperti memberi sumbangan dana untuk kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan agama.

Dalil yang Membahas Infaq

Selain surat Al Baqarah ayat 261, ada sejumlah dalil yang juga membahas terkait infaq. Mana saja? Berikut pembahasannya.

1. Surat Ali Imran Ayat 134

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfaq, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan,”

2. Surat Al Baqarah Ayat 215

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٢١٥

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya,”

3. Hadits Bukhari, Ahmad & Ibnu Majah

Imam Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda dengan menyampaikan firman Allah:

أنفق يا ابن آدم ينفق عليك

Artinya: “Berinfaqlah, niscaya Aku akan menafkahimu,” (HR Bukhari, Ahmad & Ibnu Majah).

Itulah pengertian mengenai infaq dan informasi terkaitnya. Semoga membantu.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Nisab Adalah Batas Minimal Harta Wajib Zakat, Ini Penjelasannya



Jakarta

Nisab adalah harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. Secara sederhana, nisab merupakan nilai minimum harta diwajibkan zakat.

Zakat sendiri termasuk ke dalam kewajiban yang harus dikeluarkan oleh kaum muslimin, hal ini termaktub pada surat At Taubah ayat 34,

وَٱلَّذِينَ يَكْنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ


Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih,”

Menurut buku Fikih Zakat Indonesia susunan Nur Fatoni, nisab adalah standar atau batas minimal harta yang wajib dibayar zakatnya. Dengan demikian apabila harta seseorang telah mencapai nisabnya, maka ia wajib berzakat.

Setiawan Badi Utomo dalam Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat menjelaskan bahwa jika harta seseorang belum mencapai nisabnya, maka ia tidak diwajibkan membayar zakat. Batasan nisab antara sumber zakat yang satu dengan yang lainnya berbeda, setidaknya ada 4 jenis harta dengan nisab yang berbeda yaitu hasil bumi berupa biji-bijian dan buah-buahan, binatang ternak, emas dan perak, serta barang perniagaan.

Kapan Perhitungan Nisab Dilakukan?

Merujuk pada sumber yang sama, perhitungan nisab emas sebesar 85 gram atau nisab pertanian 5 wasaq (520 kg) ketentuannya ialah untuk waktu satu tahun. Namun, proses perhitungannya sendiri selain bisa langsung dalam satu tahun bisa juga dibagi per bulan.

Umat Islam yang berpenghasilan tinggi, terpenuhi kebutuhannya, dan mempunyai uang lebih, maka perhitungan zakatnya berdasarkan penghasilan kotor. Sebaliknya, mereka yang pendapatannya pas-pasan dan kurang memenuhi standar hidup, perhitungan nisabnya diambil dari penghasilan bersih, setelah dikurangi utang dan kebutuhan pokok lainnya.

Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati

Mengutip dari buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh H Ahmad Ahyar dan Ahmad Najibullah, ada sejumlah jenis harta benda yang wajib dizakati yaitu:

1. Emas dan Perak

Ema dan perak wajib dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai nisab dan haulnya. Perintah untuk menunaikan zakat emas dan perak terdapat pada surat At Taubah ayat 34.

2. Harta Perniagaan

Selain emas dan perak, ada juga harta perniagaan. Harta ini harus dikeluarkan jika sudah mencapai syarat-syarat yang ditentukan syara’. Dalam sebuah hadits dari Samurah bin Jundub, dia berkata:

“Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita supaya mengeluarkan zakat barang yang diperjualbelikan,” (HR Abu Daud).

3. Hasil Pertanian

Setiap panen, maka hasil pertanian wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nisab. Ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al An’am ayat 141,

۞ وَهُوَ ٱلَّذِىٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٍ مَّعْرُوشَٰتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَٰتٍ وَٱلنَّخْلَ وَٱلزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيْتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَٰبِهٍ ۚ كُلُوا۟ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثْمَرَ وَءَاتُوا۟ حَقَّهُۥ يَوْمَ حَصَادِهِۦ ۖ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Arab latin: Wa huwallażī ansya`a jannātim ma’rụsyātiw wa gaira ma’rụsyātiw wan-nakhla waz-zar’a mukhtalifan ukuluhụ waz-zaitụna war-rummāna mutasyābihaw wa gaira mutasyābih, kulụ min ṡamarihī iżā aṡmara wa ātụ ḥaqqahụ yauma ḥaṣādihī wa lā tusrifụ, innahụ lā yuḥibbul-musrifīn

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan,”

4. Hewan Ternak

Begitu pula dengan hewan ternak jika sudah mencapai syarat-syarat yang telah ditentukan syara’. Beberapa hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu unta, sapi, kerbau, dan kambing.

5. Barang Temuan (Rikaz)

Terakhir adalah barang temuan atau rikaz. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya, tetapi tidak disyaratkan harus mencapai haul atau batas waktu minimal serta tidak ada ukuran nisab dan batas minimal.

Nabi Muhammad bersabda,

“Dan di dalam rikaz (barang temuan) ada haknya seperlima,” (HR Malik).

Jumlah Nisab dari Beberapa Jenis Kekayaan

Merujuk pada sumber yang sama, berikut beberapa jumlah nisab dari sejumlah harta atau kekayaan.

1. Emas: 85 gram (haul satu tahun)
2. Perak 672 gram (haul satu tahun)
3. Uang kertas 85 gram (haul satu tahun)
4. Hasil pertanian atau perkebunan: 653 kg (setiap panen)
5. Harta perniagaan: 85 gram (haul satu tahun)
6. Barang temuan atau rikaz: Tidak ada nisab dan haul

Demikian pembahasan tentang nisab dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Hukum Mengeluarkan Zakat Perhiasan, Wajibkah?



Jakarta

Umumnya, perhiasan sering dikenakan oleh wanita untuk berhias diri. Baik itu terbuat dari emas, maupun perak.

Dalam Islam, ada sejumlah harta yang wajib dizakati. Zakat termasuk ke dalam rukun Islam keempat yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim ketika telah mencapai syarat yang ditentukan.

Zakat berasal dari kata “zaka” yang artinya suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Di dalam zakat terkandung harapan untuk memperoleh keberkahan, kebersihan jiwa, dan memupuk kebaikan. Itulah mengapa disebut dengan zakat.


Nah, emas termasuk ke dalam harta yang wajib dizakati ketika telah mencapai nisab atau syarat minimum wajib zakat. Ketentuan mengenai besaran nisab emas juga disebutkan dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014.

Selain itu, dalil tentang kewajiban mengeluarkan zakat emas tersemat dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 34, Allah SWT berfirman:

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ ٣٤

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih,”

Selain itu, ada sejumlah hadits yang mensyariatkan tentang zakat emas. Salah satunya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,

“Jika engkau memiliki perak 200 dirham dan telah mencapai haul (satu tahun), maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan untuk emas, Anda tidak wajib menzakatinya kecuali telah mencapai 20 dinar, maka darinya wajib zakat setengah dinar, lalu dalam setiap kelebihannya wajib dizakati sesuai prosentasenya,”

Lalu bagaimana dengan emas dan perak yang berbentuk perhiasan? Apakah harta tersebut juga wajib dizakati?

Hukum Mengeluarkan Zakat Perhiasan Wanita

Menurut Ensiklopedi Wanita Muslimah susunan Haya binti Mubarak Al-Barik, ada sejumlah ketentuan yang harus dipahami ketika akan mengeluarkan zakat perhiasan. Apabila wanita tersebut memiliki perhiasan untuk berhias, maka tidak terkena zakat.

Sebaliknya, jika perhiasan tersebut untuk disimpan yang sewaktu-waktu dipergunakan untuk mengatasi kesulitan yang datang mendadak, maka fungsi perhiasan berubah menjadi uang simpanan. Perhiasan yang seperti ini wajib dikeluarkan zakatnya.

Perhiasan yang tidak wajib dibayarkan zakatnya ialah mutiara, intan berlian, permata yaqut, lulkluk, marjan, zabarjad, dan lain-lainnya yang berupa batu mulia. Kecuali jika permata-pertama itu diperdagangkan, hukumnya berubah menjadi wajib dizakatkan.

Dr Amir Said az-Zibari melalui Tanya Jawab Seputar Zakat menjelaskan bahwa nisab zakat bagi perhiasan yaitu dengan timbangan beratnya, bukan harga. Apabila beratnya kurang dari nisab meski harga lebih tinggi, maka dianggap belum mencapai nisab.

Nisab emas adalah 85 gram emas. Apabila emas yang dimiliki melebihi nisab, zakat yang harus dibayar sebesar 2,5% dari emas yang dimiliki.

Adapun, apabila orang yang mengeluarkan zakat (muzaki) memiliki emas, perak, dan logam mulia lainnya, perhitungan zakatnya disatukan dengan nisab senilai 85 gram emas. Cara menghitung zakat emas adalah 2,5% x jumlah emas yang tersimpan selama 1 tahun.

Dijelaskan dalam buku Fikih Wanita Empat Madzhab oleh Dr Muhammad Utsman Al-Khasyt, apabila perhiasan yang telah mencapai nisab itu dibebaskan dari zakat, maka banyak orang berlomba-lomba untuk menumpuknya. Terlebih, harganya cenderung stabil dan tidak menutup kemungkinan akan naik.

Karena itu, zakat dikeluarkan untuk memutus rantai agar tidak ada yang berlomba-lomba menumpuknya sehingga tidak ada yang menjadikan emas sebagai sarana untuk monopoli.

Nabi Muhammad bersabda,

“Tidaklah seorang pemilik emas atau pemilik perak yang tidak mengeluarkan haknya, melainkan di hari kiamat kelak akan dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari api lalu dipanaskan di neraka Jahannam, selanjutnya disetrikakan pada lambung, kening, dan punggung mereka,” (HR Bukhari dan Muslim).

Syarat Zakat Emas

Merujuk pada Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah, syarat harta yang dikenakan zakat mal, seperti emas, perak, dan logam mulia lainnya, adalah milik penuh, halal, mencapai nisab, dan haul.

Nisab adalah syarat minimum harta yang dapat dikategorikan sebagai wajib zakat, sedangkan haul adalah masa kepemilikan harta sudah berlalu selama 12 bulan Qomariyah/tahun Hijriyah.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat, Apa Ya?



Jakarta

Orang yang berhak menerima zakat memiliki sebutan sendiri. Golongan penerima zakat ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah At Taubah ayat 60,

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang membutuhkan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,”


Berdasarkan firman Allah SWT pada ayat di atas, maka golongan penerima zakat terdiri atas 8 kelompok, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Lantas, apa sebutan yang disematkan bagi para penerima zakat?

Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat

Orang yang berhak menerima zakat disebut dengan mustahik. Mengutip dari buku Berzakat Itu Mudah susunan Dr H Ahmad Tajuddin Arafat M S I, secara bahasa zakat diartikan sebagai pertumbuhan dan perkembangan, kesucian, keberkahan, banyaknya kebaikan, dan keberesan.

Singkatnya, zakat berarti tumbuh dan berkembang. Menurut istilah, zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat karena Allah SWT.

Syekh Mahmud Syalthut mendefinisikan zakat sebagai sebagian harta yang dikeluarkan oleh orang kaya untuk saudara-saudaranya yang fakir dan untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat. Zakat dapat menyucikan dosa dari orang yang mengeluarkannya, mengembangkan pahala, serta hartanya.

Hukum membayar zakat sendiri ialah wajib. Banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan terkait kewajiban membayar zakat, salah satunya surah Al Baqarah ayat 43,

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Arab latin: Wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta warka’ụ ma’ar-rāki’īn

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk,”

8 Golongan Penerima Zakat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada surah At Taubah ayat 60, setidaknya terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat. Fakir dan miskin disebutkan paling pertama pada ayat tersebut karena mereka sangat membutuhkan zakat jika dibanding dengan golongan yang lain.

Fakir dan miskin ialah golongan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Sementara amil adalah petugas yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Selain itu, ada juga mualaf. Arti dari mualaf ialah seseorang yang baru memeluk agama Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan tauhid serta syariahnya

Lalu, ada riqab atau budak yang ingin memerdekakan dirinya. Ibnu Abbas dan Al-Hasan menyebutkan bahwa tidak masalah jika budak dimerdekakan dari hasil harta zakat.

Kemudian ada gharimin, orang-orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terakhir, fisabilillah.

Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang demi Allah SWT. Dahulu kala, golongan ini merupakan mereka yang terjun ke medan pertempuran atau jihad, saat ini diartikan sebagai berdakwah.

Etika Penerima Zakat yang Harus Diperhatikan

Menukil dari buku Kajian Fikih dalam Bingkai Aswaja oleh Ahmad Hawassy, hendaknya penerima zakat memiliki sejumlah sikap dan etika ketika mendapat zakat. Antara lain sebagai berikut:

  • Mengerti bahwa Allah mewajibkan memberikan zakat kepadanya agar mencukupi kepentingannya
  • Berterima kasih kepada pemberi zakat dan mendoakannya. Orang yang tidak berterima kasih sama seperti tidak bersyukur kepada Allah
  • Memperhatikan apa yang diberikan kepada dirinya, jika tidak halal maka jangan diambil
  • Menghindari terjadinya syubhat dengan cara menerima pemberian zakat secukupnya agar tidak menerima pemberian melebihi kebutuhan

Itulah pembahasan mengenai sebutan bagi orang yang menerima zakat beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Perintah Zakat Selalu Disandingkan dengan Ibadah Salat, Ini Dalilnya



Jakarta

Perintah zakat selalu disandingkan dengan ibadah salat. Hal ini disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya surat Al Baqarah ayat 110 yang berbunyi:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ١١٠

Artinya: “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,”


Selain salat yang disebut sebagai tiang agama, zakat juga menjadi ibadah wajib yang dikerjakan oleh umat Islam. Wahbah Az-Zuhaili melalui Fiqih Islam Wa Adillatuhu Juz 3 menyatakan bahwa kewajiban menunaikan zakat wajib karena kitabullah, sunnah Nabi SAW, serta ijma’ umat Islam.

Zakat mulai diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah setelah diwajibkannya puasa Ramadan dan zakat fitrah. Namun perlu diingat bahwa zakat fitrah tidak wajib bagi para nabi menurut ija’, karena zakat fitrah adalah alat untuk menyucikan diri yang barangkali kotor, semetara itu para nabi bebas dari kotoran.

Menukil dari buku Argumen Kontekstualisasi Zakat dalam Al-Qur’an susunan Rufi’ah, perintah zakat disandingkan dengan ibadah salat karena hendaknya seorang muslim menunaikan perintah tersebut sebagaimana salat lima waktu tanpa merasa berat.

Dr KH A Muhyiddin Khotib M H I melalui Rekonstruksi Fikih Zakat menuturkan bahwa Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi mencatat bahwa jumlah penyandingan itu bahkan diulang sebanyak 82 kali.

Selain surat Al Baqarah ayat 110, perintah zakat yang disandingkan dengan salat juga tersemat dalam surat Al Maidah ayat 55,

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ

Artinya: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah),”

Terdapat juga dalam ayat 43 surat Al Baqarah yang berbunyi:

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku,”

Kedudukan Zakat dalam Islam

Kedudukan zakat termasuk ke dalam rukun Islam yang keempat. Selain itu, zakat juga sebagai pilar bangunan Islam yang agung sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Artinya: “Islam didirikan di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu,” (Muttafaqun ‘alaihi)

Jenis-jenis Zakat

Merangkum arsip detikHikmah, zakat terbagi ke dalam dua jenis yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Berikut pembahasannya.

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan, tepatnya menjelang Idul Fitri. Besaran zakat fitrah setiap orang adalah satu sha’ atau setara dengan 3,5 liter atau sekitar 2,5 kilogram makanan pokok.

Zakat ini bisa berupa beras, gandum, dan sejenisnya sesuai dengan daerah yang bersangkutan. Zakat fitrah juga bisa diganti dengan uang, namun harus setara dengan harga makanan pokok sesuai besaran zakat tersebut.

2. Zakat Mal

Yang kedua yaitu zakat mal atau zakat harta. Zakat jenis ini wajib dikeluarkan seorang muslim sesuai dengan nisab dan haulnya.

Nisab adalah syarat minimum harta yang dapat dikategorikan sebagai wajib zakat. Sementara haul adalah masa kepemilikan harta sudah berlalu selama 12 bulan Qamariyah/tahun Hijriyah.

Zakat mal tidak memiliki batasan waktu. Dengan demikian, zakat jenis ini bisa dikeluarkan sepanjang tahun ketika syaratnya sudah terpenuhi.

Demikian pembahasan mengenai dalil perintah zakat yang selalu disandingkan dengan ibadah salat. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Ketentuan Orang yang Berzakat dan Harta Zakat



Jakarta

Zakat merupakan salah satu ibadah dalam Islam. Terdapat ketentuan yang harus dipenuhi ketika membayar zakat, yakni syarat wajib dan syarat sah.

Apabila salah satu syarat wajib ini tidak terpenuhi, kewajiban untuk menunaikan zakat terhitung masih belum ada. Walaupun jika seseorang tetap mengeluarkan sebagian hartanya untuk disedekahkan, maka hukumnya tetap sah dan mendapat pahala dengan catatan secara syariat tidak dikategorikan ke dalam zakat karena bukan kewajiban.

Ahmad Sarwat, Lc, M.A menyebutkan dalam bukunya Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Zakat, apabila seorang muslim sudah memenuhi semua ketentuannya, maka wajib hukumnya menunaikan zakat. Orang yang melalaikannya akan mendapatkan dosa di akhirat dan ancaman di dunia sebab zakat termasuk ke dalam salah satu rukun Islam. Sementara terkait syarat sah, apabila terdapat syarat yang belum terpenuhi maka amalan zakat dianggap tidak sah.


Mengutip buku Anak Rajin Sedekah yang ditulis oleh Baihaqi Nu’man, syarat wajib zakat terdiri dari dua macam, yakni syarat bagi orang yang wajib berzakat dan syarat bagi harta yang dizakatkan. Berikut penjelasan lengkapnya.

Syarat Bagi Orang yang Wajib Berzakat

1. Beragama Islam

Zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam (umat muslim) saja. Orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan mengeluarkan zakat.

Hal ini didasari oleh hadits Nabi ketika beliau berkata kepada sahabatnya, Mu’adz bin Jabal yang akan diutus ke Negeri Yaman, “Sesungguhnya engkau akan berhadapan dengan Ahli Kitab. Oleh sebab itu, tindakan pertama yang akan engkau lakukan adalah menyerukan kepada mereka agar meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah.

Jika mereka menyambut seruanmu itu, maka beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan sholat lima waktu sehari semalam. Apabila mereka mengerjakannya, maka beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka berzakat yang diambil dari harta orang-orang kaya dan diserahkan kepada para fakir-fakir miskin di antara mereka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

2. Merdeka Jiwa dan Raga

Para ulama telah menyepakati bahwa budak (hamba sahaya) tidak wajib mengeluarkan zakat. Hal itu disebabkan karena secara hukum mereka tidak memiliki harta. Ini berlaku sampai dengan zaman sebelum perbudakan dihapus. Setelah adanya pelarangan perbudakan, syarat ini sudah tidak relevan lagi.

3. Baligh dan Berakal Sehat

Hanya umat muslim yang telah baligh dan sehat akalnya yang perlu berzakat. Anak-anak yang belum baligh dan orang yang tidak berfungsi dengan baik akalnya (gila) tidak dikenai kewajiban berzakat.

Hal tersebut dilandasi oleh hadits Nabi Muhammad SAW, “Tidak dikenakan pembebanan hukum atas tiga orang, (yaitu): anak-anak sampai ia dewasa, orang tidur sampai ia bangun, dan orang gila sampai ia sembuh.” (HR Al-Hakim).

Syarat bagi Harta yang Wajib Dizakatkan

1. Merupakan Hak Milik

Harta yang merupakan hak milik maksudnya adalah harta yang dizakatkan mutlak dimiliki oleh orang yang wajib zakat dan tidak bersangkutan dengan hak orang lain. Harta tersebut harus benar-benar diperoleh dengan usahanya dengan cara yang halal dan memenuhi syariat Islam.

Apabila berzakat dengan harta yang bukan hak milik sepenuhnya maka zakatnya tidak sah. Seperti misalnya dengan harta hasil berutang, harta hasil mencuri, harta pinjaman, dan lain sebagainya.

2. Harta yang Berkembang

Harta yang berkembang maksudnya adalah harta yang dengan sengaja dibiarkan akan memiliki kemungkinan untuk berkembang dalam rangka mendapatkan keuntungan. Sementara itu, bersumber dari buku Bunga Rampai Zakat dan Wakaf yang disusun oleh Sri Oftaviani, dkk., disebutkan bahwa harta berkembang yang dimaksud dapat tumbuh melalui kegiatan usaha maupun perdagangan.

Adapun terkait estimasi yang menjadi syarat wajib zakat artinya adalah harta yang nilainya memiliki kemungkinan bertambah, seperti emas, perak, dan mata yang yang semuanya mempunyai kemungkinan pertambahan nilai dengan memperjualbelikannya.

3. Telah Mencukupi Nisabnya

Nisab adalah jumlah minimal dari harta yang wajib dizakati berdasarkan ketetapan agama Islam. Kebanyakan standar zakat harta (zakat mal) menggunakan nilai harga emas saat ini, jumlahnya sebanyak 85 gram. Nilai emas dijadikan ukuran nisab untuk menghitung zakat uang simpanan, emas, saham, perniagaan, dan pendapatan.

4. Melebihi Kebutuhan Pokok

Harta yang jumlahnya telah mampu menutupi seluruh kebutuhan pokok seperti belanja keluarga sehari-hari (makanan), rumah, pakaian, dan barang-barang pelengkap milik pribadi dan keluarga maka harta tersebut sudah termasuk cukup untuk dizakatkan.

Apabila masih kekurangan dari segi finansial atau hanya pas-pasan untuk menyambung hidup, maka zakat tidak diwajibkan. Sebab, Allah mempermudah setiap hamba-Nya yang kesulitan dengan menyamakan bahwa bersedekah pada keluarga sendiri dengan menafkahi mereka juga sama-sama mendapatkan pahala.

5. Bebas dari Utang

Maksudnya, harta yang sudah mencapai satu nisab terbebas dari utang. Apabila utang tersebut tidak mengurangi nisab harta yang wajib dizakatkan, maka zakat tetap wajib dibayarkan.

6. Telah Cukup Haul

Dalam hal ini, harta tersebut telah dimiliki selama satu tahun (12 bulan), sekitar 354 hari menurut penanggalan Hijriah atau 365 hari menurut penanggalan Masehi. Hal ini bersumber dari hadits Rasulullah SAW, “Tidak ada zakat atas suatu kekayaan sampai berlaku satu tahun (haul).” (HR Abu Dawud, Ad-Daruqutni, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi).

Demikian penjelasan dari syarat wajib zakat yang perlu diketahui. Secara garis besar, syarat wajib zakat fitrah dan zakat harta (zakat mal) sama, yang membedakannya hanya waktu pelaksanaannya sehingga sifatnya kondisional (menyesuaikan). Adapun pada zakat mal pembayaran dilaksanakan jika telah mencapai nisab dan haul.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com