Tag Archives: ziswaf

Infaq Adalah Mengeluarkan Harta Zakat dan Non Zakat, Begini Penjelasannya



Jakarta

Infaq adalah salah satu amalan yang erat kaitannya dengan harta. Anjuran infaq ini ditujukan kepada mereka yang memiliki rezeki berlebih.

Meski rezeki sudah diatur oleh Allah SWT, dalam harta yang diberikan kepada manusia terdapat hak untuk orang miskin. Dengan demikian, Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk mengeluarkan infaq seperti termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 261.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ


Arab latin: Maṡalullażīna yunfiqụna amwālahum fī sabīlillāhi kamaṡali ḥabbatin ambatat sab’a sanābila fī kulli sumbulatim mi`atu ḥabbah, wallāhu yuḍā’ifu limay yasyā`, wallāhu wāsi’un ‘alīm

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui,”

Apa Itu Infaq?

Menurut buku Ekonomi Islam SMK/MAK Kelas XII yang disusun oleh Tantri Agustiana S Pd, infaq berasal dari kata anfaqo-yunfiqu yang artinya membelanjakan atau membiayai. Secara khusus, arti infaq berkaitan dengan sesuatu yang berbentuk materi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Sementara arti infaq menurut terminologi yaitu mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan dan penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan dalam ajaran Islam. Karenanya, infaq berbeda dengan zakat karena tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum.

Pemberian infaq sendiri tidak harus diperuntukkan bagi mustahik, melainkan siapa saja seperti orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa infaq bisa diberikan kepada siapapun

Hukum Infaq

Hukum infaq terbagi ke dalam 3 macam, yaitu wajib, sunnah, dan haram. Berikut pembahasan lengkapnya sebagaimana dinukil dari buku Panduan Muslim Sehari-hari susunan Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha.

1. Wajib

Hukum infaq yang pertama ialah wajib. Dalam hal ini, infaq menjadi wajib jika diberikan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawab penginfak, contohnya anak, istri, serta orang tua. Perlu diketahui, zakat mal dan zakat fitrah juga termasuk ke dalam infaq kategori wajib.

2. Sunnah

Selanjutnya adalah sunnah. Hukum infaq ini berlaku jika harta ditujukan kepada lembaga-lembaga sosial, fakir miskin, anak yatim, dan sumbangan lainnya.

3. Haram

Hukum infaq yang terakhir ialah haram. Maksud dari haram yakni jika harta diberikan untuk hal-hal yang dilarang, seperti memberi sumbangan dana untuk kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan agama.

Dalil yang Membahas Infaq

Selain surat Al Baqarah ayat 261, ada sejumlah dalil yang juga membahas terkait infaq. Mana saja? Berikut pembahasannya.

1. Surat Ali Imran Ayat 134

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfaq, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan,”

2. Surat Al Baqarah Ayat 215

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٢١٥

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya,”

3. Hadits Bukhari, Ahmad & Ibnu Majah

Imam Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda dengan menyampaikan firman Allah:

أنفق يا ابن آدم ينفق عليك

Artinya: “Berinfaqlah, niscaya Aku akan menafkahimu,” (HR Bukhari, Ahmad & Ibnu Majah).

Itulah pengertian mengenai infaq dan informasi terkaitnya. Semoga membantu.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Nisab Adalah Batas Minimal Harta Wajib Zakat, Ini Penjelasannya



Jakarta

Nisab adalah harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. Secara sederhana, nisab merupakan nilai minimum harta diwajibkan zakat.

Zakat sendiri termasuk ke dalam kewajiban yang harus dikeluarkan oleh kaum muslimin, hal ini termaktub pada surat At Taubah ayat 34,

وَٱلَّذِينَ يَكْنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ


Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih,”

Menurut buku Fikih Zakat Indonesia susunan Nur Fatoni, nisab adalah standar atau batas minimal harta yang wajib dibayar zakatnya. Dengan demikian apabila harta seseorang telah mencapai nisabnya, maka ia wajib berzakat.

Setiawan Badi Utomo dalam Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat menjelaskan bahwa jika harta seseorang belum mencapai nisabnya, maka ia tidak diwajibkan membayar zakat. Batasan nisab antara sumber zakat yang satu dengan yang lainnya berbeda, setidaknya ada 4 jenis harta dengan nisab yang berbeda yaitu hasil bumi berupa biji-bijian dan buah-buahan, binatang ternak, emas dan perak, serta barang perniagaan.

Kapan Perhitungan Nisab Dilakukan?

Merujuk pada sumber yang sama, perhitungan nisab emas sebesar 85 gram atau nisab pertanian 5 wasaq (520 kg) ketentuannya ialah untuk waktu satu tahun. Namun, proses perhitungannya sendiri selain bisa langsung dalam satu tahun bisa juga dibagi per bulan.

Umat Islam yang berpenghasilan tinggi, terpenuhi kebutuhannya, dan mempunyai uang lebih, maka perhitungan zakatnya berdasarkan penghasilan kotor. Sebaliknya, mereka yang pendapatannya pas-pasan dan kurang memenuhi standar hidup, perhitungan nisabnya diambil dari penghasilan bersih, setelah dikurangi utang dan kebutuhan pokok lainnya.

Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati

Mengutip dari buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh H Ahmad Ahyar dan Ahmad Najibullah, ada sejumlah jenis harta benda yang wajib dizakati yaitu:

1. Emas dan Perak

Ema dan perak wajib dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai nisab dan haulnya. Perintah untuk menunaikan zakat emas dan perak terdapat pada surat At Taubah ayat 34.

2. Harta Perniagaan

Selain emas dan perak, ada juga harta perniagaan. Harta ini harus dikeluarkan jika sudah mencapai syarat-syarat yang ditentukan syara’. Dalam sebuah hadits dari Samurah bin Jundub, dia berkata:

“Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita supaya mengeluarkan zakat barang yang diperjualbelikan,” (HR Abu Daud).

3. Hasil Pertanian

Setiap panen, maka hasil pertanian wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nisab. Ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al An’am ayat 141,

۞ وَهُوَ ٱلَّذِىٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٍ مَّعْرُوشَٰتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَٰتٍ وَٱلنَّخْلَ وَٱلزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيْتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَٰبِهٍ ۚ كُلُوا۟ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثْمَرَ وَءَاتُوا۟ حَقَّهُۥ يَوْمَ حَصَادِهِۦ ۖ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Arab latin: Wa huwallażī ansya`a jannātim ma’rụsyātiw wa gaira ma’rụsyātiw wan-nakhla waz-zar’a mukhtalifan ukuluhụ waz-zaitụna war-rummāna mutasyābihaw wa gaira mutasyābih, kulụ min ṡamarihī iżā aṡmara wa ātụ ḥaqqahụ yauma ḥaṣādihī wa lā tusrifụ, innahụ lā yuḥibbul-musrifīn

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan,”

4. Hewan Ternak

Begitu pula dengan hewan ternak jika sudah mencapai syarat-syarat yang telah ditentukan syara’. Beberapa hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu unta, sapi, kerbau, dan kambing.

5. Barang Temuan (Rikaz)

Terakhir adalah barang temuan atau rikaz. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya, tetapi tidak disyaratkan harus mencapai haul atau batas waktu minimal serta tidak ada ukuran nisab dan batas minimal.

Nabi Muhammad bersabda,

“Dan di dalam rikaz (barang temuan) ada haknya seperlima,” (HR Malik).

Jumlah Nisab dari Beberapa Jenis Kekayaan

Merujuk pada sumber yang sama, berikut beberapa jumlah nisab dari sejumlah harta atau kekayaan.

1. Emas: 85 gram (haul satu tahun)
2. Perak 672 gram (haul satu tahun)
3. Uang kertas 85 gram (haul satu tahun)
4. Hasil pertanian atau perkebunan: 653 kg (setiap panen)
5. Harta perniagaan: 85 gram (haul satu tahun)
6. Barang temuan atau rikaz: Tidak ada nisab dan haul

Demikian pembahasan tentang nisab dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Hati-hati! Ini 6 Perkara Sebab Tidak Diterimanya Sedekah Seseorang



Jakarta

Sedekah adalah pemberian sesuatu dari seorang muslim kepada yang berhak menerimanya dan mengharap ridha Allah SWT. Dalam bersedekah, tentu harus ikhlas saat mengeluarkannya.

Mengeluarkan sebagian harta untuk bersedekah tidak akan membuat seseorang miskin. Bahkan, selain mendapat pahala, Allah SWT juga akan mengganti harta yang disedekahkan lebih banyak dan lebih baik.

Selain itu, sedekah disebut melapangkan rezeki siapapun yang mengerjakan amalan tersebut. Ini sesuai firman Allah SWT dalam surat Saba’ ayat 39,


قُلْ اِنَّ رَبِّيْ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ وَيَقْدِرُ لَهٗ ۗوَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهٗ ۚوَهُوَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.” Sesuatu apa pun yang kamu infakkan pasti Dia akan menggantinya. Dialah sebaik-baik pemberi rezeki,”

Perintah sedekah sendiri disebutkan oleh Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an, salah satunya Al Baqarah ayat 254,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيْهِ وَلَا خُلَّةٌ وَّلَا شَفَاعَةٌ ۗوَالْكٰفِرُوْنَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada (lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim,”

Meski begitu, apabila sedekah tidak dilakukan sesuai etika dan syariat, maka sedekahnya berpotensi tidak diterima. Hasilnya, apa yang sudah dikeluarkan menjadi sia-sia.

Lantas, apa saja perkara yang menyebabkan tidak diterimanya sedekah seseorang?

Perkara yang Menyebabkan Tidak Diterimanya Sedekah

Mengutip dari buku Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa’ tulisan Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dan buku Fiqh al-Ibadah bi Adillatiha fii al-Islam oleh Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, berikut beberapa penyebab tidak diterimanya sedekah seseorang.

1. Sedekah dari Harta yang Haram

Sedekah juga disebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Terlebih, tidak semua orang dapat bersedekah, contohnya seperti mereka yang masih kekurangan. Maka dari itu, saat bersedekah berikan harta yang paling baik untuk yang membutuhkan.

2. Ingin Riya

Tanda selanjutnya ialah apabila seseorang bersedekah tanpa dilandasi niat ikhlas dan berujung hanya sekadar sarana untuk riya atau pamer. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab tidak diterimanya sedekah.

Dalam surat Al Baqarah ayat 264, Allah SWT berfirman:

يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُوالَاتُبْطِلُواصَدَقَاتِكُمْبِالْمَنِّوَالْأَذَىٰكَالَّذِييُنْفِقُمَالَهُرِئَاءَالنَّاسِوَلَايُؤْمِنُبِاللَّهِوَالْيَوْمِالْآخِرِ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian,”

3. Mengungkit-ungkit Sedekah

Setelah bersedekah, hendaknya seseorang tidak mengungkit-ungkit apa yang telah dikeluarkan. Hal ini bisa melukai perasaan si penerima sedekah, ini juga dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 264.

4. Sedekah dari Hasil Curian

Menyedekahkan harta hasil curian juga tidak diperbolehkan. Namun, apabila tetap disedekahkan, maka Allah SWT tidak akan menerimanya.

… وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ …

Artinya: “… Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya,…” (QS Al-Baqarah: 267)

5. Tidak Ikhlas

Terakhir ialah sedekah yang dikeluarkan tanpa rasa ikhlas. Dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah oleh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, seorang muslim yang bersedekah harus berniat dan ikhlas semata karena mengharap ridha Allah.

Jika tidak ikhlas dalam bersedekah, maka gugur pula pahala yang diberikan dan tidak akan diterima sedekahnya.

6. Sedekah karena Terpaksa

Mengutip dari buku Mukjizat Sedekah Lipat Ganda Sampai 700 Kali karya Aleeya Syaquila, rasa keterpaksaan dekat dengan ketidak ikhlasan. Karenanya, ketika bersedekah hendaknya umat Islam menghindari perasaan tersebut.

Sebaiknya, seseorang bersedekah atas kemauan dan niat dari diri sendiri, bukan karena perintah atau permintaan orang lain. Sedekah muncul dari nurani setiap manusia dan tidak bisa dipaksa.

Itulah beberapa penyebab yang mendasari tidak diterimanya sedekah seseorang. Semoga kita senantiasa dihindari dari sifat-sifat tersebut, nauzubillah min zalik.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Mengeluarkan Zakat Perhiasan, Wajibkah?



Jakarta

Umumnya, perhiasan sering dikenakan oleh wanita untuk berhias diri. Baik itu terbuat dari emas, maupun perak.

Dalam Islam, ada sejumlah harta yang wajib dizakati. Zakat termasuk ke dalam rukun Islam keempat yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim ketika telah mencapai syarat yang ditentukan.

Zakat berasal dari kata “zaka” yang artinya suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Di dalam zakat terkandung harapan untuk memperoleh keberkahan, kebersihan jiwa, dan memupuk kebaikan. Itulah mengapa disebut dengan zakat.


Nah, emas termasuk ke dalam harta yang wajib dizakati ketika telah mencapai nisab atau syarat minimum wajib zakat. Ketentuan mengenai besaran nisab emas juga disebutkan dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014.

Selain itu, dalil tentang kewajiban mengeluarkan zakat emas tersemat dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 34, Allah SWT berfirman:

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ ٣٤

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih,”

Selain itu, ada sejumlah hadits yang mensyariatkan tentang zakat emas. Salah satunya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,

“Jika engkau memiliki perak 200 dirham dan telah mencapai haul (satu tahun), maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan untuk emas, Anda tidak wajib menzakatinya kecuali telah mencapai 20 dinar, maka darinya wajib zakat setengah dinar, lalu dalam setiap kelebihannya wajib dizakati sesuai prosentasenya,”

Lalu bagaimana dengan emas dan perak yang berbentuk perhiasan? Apakah harta tersebut juga wajib dizakati?

Hukum Mengeluarkan Zakat Perhiasan Wanita

Menurut Ensiklopedi Wanita Muslimah susunan Haya binti Mubarak Al-Barik, ada sejumlah ketentuan yang harus dipahami ketika akan mengeluarkan zakat perhiasan. Apabila wanita tersebut memiliki perhiasan untuk berhias, maka tidak terkena zakat.

Sebaliknya, jika perhiasan tersebut untuk disimpan yang sewaktu-waktu dipergunakan untuk mengatasi kesulitan yang datang mendadak, maka fungsi perhiasan berubah menjadi uang simpanan. Perhiasan yang seperti ini wajib dikeluarkan zakatnya.

Perhiasan yang tidak wajib dibayarkan zakatnya ialah mutiara, intan berlian, permata yaqut, lulkluk, marjan, zabarjad, dan lain-lainnya yang berupa batu mulia. Kecuali jika permata-pertama itu diperdagangkan, hukumnya berubah menjadi wajib dizakatkan.

Dr Amir Said az-Zibari melalui Tanya Jawab Seputar Zakat menjelaskan bahwa nisab zakat bagi perhiasan yaitu dengan timbangan beratnya, bukan harga. Apabila beratnya kurang dari nisab meski harga lebih tinggi, maka dianggap belum mencapai nisab.

Nisab emas adalah 85 gram emas. Apabila emas yang dimiliki melebihi nisab, zakat yang harus dibayar sebesar 2,5% dari emas yang dimiliki.

Adapun, apabila orang yang mengeluarkan zakat (muzaki) memiliki emas, perak, dan logam mulia lainnya, perhitungan zakatnya disatukan dengan nisab senilai 85 gram emas. Cara menghitung zakat emas adalah 2,5% x jumlah emas yang tersimpan selama 1 tahun.

Dijelaskan dalam buku Fikih Wanita Empat Madzhab oleh Dr Muhammad Utsman Al-Khasyt, apabila perhiasan yang telah mencapai nisab itu dibebaskan dari zakat, maka banyak orang berlomba-lomba untuk menumpuknya. Terlebih, harganya cenderung stabil dan tidak menutup kemungkinan akan naik.

Karena itu, zakat dikeluarkan untuk memutus rantai agar tidak ada yang berlomba-lomba menumpuknya sehingga tidak ada yang menjadikan emas sebagai sarana untuk monopoli.

Nabi Muhammad bersabda,

“Tidaklah seorang pemilik emas atau pemilik perak yang tidak mengeluarkan haknya, melainkan di hari kiamat kelak akan dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari api lalu dipanaskan di neraka Jahannam, selanjutnya disetrikakan pada lambung, kening, dan punggung mereka,” (HR Bukhari dan Muslim).

Syarat Zakat Emas

Merujuk pada Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah, syarat harta yang dikenakan zakat mal, seperti emas, perak, dan logam mulia lainnya, adalah milik penuh, halal, mencapai nisab, dan haul.

Nisab adalah syarat minimum harta yang dapat dikategorikan sebagai wajib zakat, sedangkan haul adalah masa kepemilikan harta sudah berlalu selama 12 bulan Qomariyah/tahun Hijriyah.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat, Apa Ya?



Jakarta

Orang yang berhak menerima zakat memiliki sebutan sendiri. Golongan penerima zakat ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah At Taubah ayat 60,

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang membutuhkan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,”


Berdasarkan firman Allah SWT pada ayat di atas, maka golongan penerima zakat terdiri atas 8 kelompok, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Lantas, apa sebutan yang disematkan bagi para penerima zakat?

Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat

Orang yang berhak menerima zakat disebut dengan mustahik. Mengutip dari buku Berzakat Itu Mudah susunan Dr H Ahmad Tajuddin Arafat M S I, secara bahasa zakat diartikan sebagai pertumbuhan dan perkembangan, kesucian, keberkahan, banyaknya kebaikan, dan keberesan.

Singkatnya, zakat berarti tumbuh dan berkembang. Menurut istilah, zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat karena Allah SWT.

Syekh Mahmud Syalthut mendefinisikan zakat sebagai sebagian harta yang dikeluarkan oleh orang kaya untuk saudara-saudaranya yang fakir dan untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat. Zakat dapat menyucikan dosa dari orang yang mengeluarkannya, mengembangkan pahala, serta hartanya.

Hukum membayar zakat sendiri ialah wajib. Banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan terkait kewajiban membayar zakat, salah satunya surah Al Baqarah ayat 43,

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Arab latin: Wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta warka’ụ ma’ar-rāki’īn

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk,”

8 Golongan Penerima Zakat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada surah At Taubah ayat 60, setidaknya terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat. Fakir dan miskin disebutkan paling pertama pada ayat tersebut karena mereka sangat membutuhkan zakat jika dibanding dengan golongan yang lain.

Fakir dan miskin ialah golongan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Sementara amil adalah petugas yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Selain itu, ada juga mualaf. Arti dari mualaf ialah seseorang yang baru memeluk agama Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan tauhid serta syariahnya

Lalu, ada riqab atau budak yang ingin memerdekakan dirinya. Ibnu Abbas dan Al-Hasan menyebutkan bahwa tidak masalah jika budak dimerdekakan dari hasil harta zakat.

Kemudian ada gharimin, orang-orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terakhir, fisabilillah.

Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang demi Allah SWT. Dahulu kala, golongan ini merupakan mereka yang terjun ke medan pertempuran atau jihad, saat ini diartikan sebagai berdakwah.

Etika Penerima Zakat yang Harus Diperhatikan

Menukil dari buku Kajian Fikih dalam Bingkai Aswaja oleh Ahmad Hawassy, hendaknya penerima zakat memiliki sejumlah sikap dan etika ketika mendapat zakat. Antara lain sebagai berikut:

  • Mengerti bahwa Allah mewajibkan memberikan zakat kepadanya agar mencukupi kepentingannya
  • Berterima kasih kepada pemberi zakat dan mendoakannya. Orang yang tidak berterima kasih sama seperti tidak bersyukur kepada Allah
  • Memperhatikan apa yang diberikan kepada dirinya, jika tidak halal maka jangan diambil
  • Menghindari terjadinya syubhat dengan cara menerima pemberian zakat secukupnya agar tidak menerima pemberian melebihi kebutuhan

Itulah pembahasan mengenai sebutan bagi orang yang menerima zakat beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Rukun Sedekah dan Manfaat yang Didapatkan



Jakarta

Rukun sedekah penting diketahui oleh umat Islam agar sedekah yang dikeluarkan lebih maksimal dalam meraih keberkahan. Sedekah adalah pemberian sesuatu dari seorang muslim kepada yang berhak menerimanya secara ikhlas dengan mengharap ridha Allah SWT.

Islam mengajarkan pemeluknya untuk bersedekah. Perintah untuk bersedekah tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 245, Allah SWT berfirman:

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ


Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan,”

Dijelaskan dalam buku Fiqih susunan Khoirun Nisa’ M Pd I dkk, sedekah diberikan secara sukarela tanpa jumlah yang ditentukan. Pemberian tersebut harus dilandasi dengan rasa ikhlas, jangan sampai ada riya atau pamrih saat bersedekah.

Hukum sedekah sendiri ialah sunnah muakkad yang artinya sangat dianjurkan. Namun, pada kondisi tertentu sedekah bisa berubah menjadi wajib.

Contohnya, ada orang miskin dengan kondisi kelaparan datang kepada kita meminta makanan. Keadaan orang tersebut memprihatinkan jika tidak diberi makan dia akan sakit parah atau nyawanya terancam.

Padahal, di waktu yang bersamaan kita memiliki makanan yang dibutuhkan orang tersebut. Kondisi itulah yang membuat sedekah berubah menjadi wajib, maka jika tidak dilakukan kita akan berdosa.

Selain itu, sedekah juga dapat berubah menjadi haram hukumnya apabila kita mengetahui barang yang disedekahkan digunakan untuk kejahatan atau maksiat. Dalam bersedekah, ada sejumlah rukun yang harus diperhatikan, berikut rinciannya sebagaimana dinukil dari buku Fiqh Ekonomi Syariah karya Mardani.

4 Rukun Sedekah

Rukun sedekah terdiri dari 4 hal, antara lain sebagai berikut:

  1. Pihak yang bersedekah
  2. Penerima sedekah
  3. Benda yang disedekahkan
  4. Sigat ijab dan kabul. Ijab adalah pernyataan pemberian dari orang yang memberi, sementara qabul berarti pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian

Manfaat Sedekah

Menurut buku Dirasah Islamiyah oleh Al Mubdi’u dkk, sebagai sebuah amalan yang mulia tentu sedekah mengandung banyak manfaat, yaitu:

1. Membuka Pintu Rezeki

Dengan bersedekah, berarti kita membuka pintu rezeki. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Nabi Muhammad bersabda:

“Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah,” (HR Baihaqi)

2. Menghindari Marabahaya

Manfaat sedekah lainnya yaitu terhindar dari marabahaya. Sedekah menjadi penolak bala, penyubur pahala, penahan musibah, sekaligus kejahatan. Rasulullah SAW bersabda,

“Bersegeralah untuk bersedekah. Karena musibah dan bencana tidak bisa mendahului sedekah,” (HR Thabrani)

3. Memperpanjang Usia

Sedekah juga bermanfaat bagi kelangsungan hidup, yaitu memperpanjang umur. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi,

“Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khotimah), Allah akan menghilangkan darinya sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri,” (HR Thabrani).

4. Sebagai Naungan di Hari Kiamat

Sedekah dapat menjadi naungan pada hari kiamat kelak, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits,

“Naungan bagi seorang mukmin pada hari kiamat adalah sedekahnya,” (HR Ahmad)

5. Dilipatgandakan Rezekinya

Dalam surat Al Baqarah ayat 261, Allah SWT berfirman:

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui,”

Itulah pembahasan mengenai rukun sedekah dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Perintah Zakat Selalu Disandingkan dengan Ibadah Salat, Ini Dalilnya



Jakarta

Perintah zakat selalu disandingkan dengan ibadah salat. Hal ini disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya surat Al Baqarah ayat 110 yang berbunyi:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ١١٠

Artinya: “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,”


Selain salat yang disebut sebagai tiang agama, zakat juga menjadi ibadah wajib yang dikerjakan oleh umat Islam. Wahbah Az-Zuhaili melalui Fiqih Islam Wa Adillatuhu Juz 3 menyatakan bahwa kewajiban menunaikan zakat wajib karena kitabullah, sunnah Nabi SAW, serta ijma’ umat Islam.

Zakat mulai diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah setelah diwajibkannya puasa Ramadan dan zakat fitrah. Namun perlu diingat bahwa zakat fitrah tidak wajib bagi para nabi menurut ija’, karena zakat fitrah adalah alat untuk menyucikan diri yang barangkali kotor, semetara itu para nabi bebas dari kotoran.

Menukil dari buku Argumen Kontekstualisasi Zakat dalam Al-Qur’an susunan Rufi’ah, perintah zakat disandingkan dengan ibadah salat karena hendaknya seorang muslim menunaikan perintah tersebut sebagaimana salat lima waktu tanpa merasa berat.

Dr KH A Muhyiddin Khotib M H I melalui Rekonstruksi Fikih Zakat menuturkan bahwa Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi mencatat bahwa jumlah penyandingan itu bahkan diulang sebanyak 82 kali.

Selain surat Al Baqarah ayat 110, perintah zakat yang disandingkan dengan salat juga tersemat dalam surat Al Maidah ayat 55,

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ

Artinya: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah),”

Terdapat juga dalam ayat 43 surat Al Baqarah yang berbunyi:

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku,”

Kedudukan Zakat dalam Islam

Kedudukan zakat termasuk ke dalam rukun Islam yang keempat. Selain itu, zakat juga sebagai pilar bangunan Islam yang agung sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Artinya: “Islam didirikan di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu,” (Muttafaqun ‘alaihi)

Jenis-jenis Zakat

Merangkum arsip detikHikmah, zakat terbagi ke dalam dua jenis yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Berikut pembahasannya.

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan pada bulan Ramadan, tepatnya menjelang Idul Fitri. Besaran zakat fitrah setiap orang adalah satu sha’ atau setara dengan 3,5 liter atau sekitar 2,5 kilogram makanan pokok.

Zakat ini bisa berupa beras, gandum, dan sejenisnya sesuai dengan daerah yang bersangkutan. Zakat fitrah juga bisa diganti dengan uang, namun harus setara dengan harga makanan pokok sesuai besaran zakat tersebut.

2. Zakat Mal

Yang kedua yaitu zakat mal atau zakat harta. Zakat jenis ini wajib dikeluarkan seorang muslim sesuai dengan nisab dan haulnya.

Nisab adalah syarat minimum harta yang dapat dikategorikan sebagai wajib zakat. Sementara haul adalah masa kepemilikan harta sudah berlalu selama 12 bulan Qamariyah/tahun Hijriyah.

Zakat mal tidak memiliki batasan waktu. Dengan demikian, zakat jenis ini bisa dikeluarkan sepanjang tahun ketika syaratnya sudah terpenuhi.

Demikian pembahasan mengenai dalil perintah zakat yang selalu disandingkan dengan ibadah salat. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Mauquf Alaih dalam Wakaf? Begini Penjelasannya



Jakarta

Mauquf alaih erat kaitannya dengan perwakafan. Wakaf sendiri tergolong ke dalam amal kebaikan yang termasuk sedekah jariyah.

Nantinya, orang yang mewakafkan harta tetap mendapat pahala meski telah wafat. Wakaf telah ada sejak zaman Rasulullah.

Menukil dari buku Hukum Perwakafan di Indonesia susunan Hujriman, wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqoda-yaqifu-waqfa” yang artinya ragu-ragu, berhenti memperlihatkan, memerhatikan, meletakkan, mengatakan, mengabdi, memahami, mencegah, menahan, dan tetap berdiri.


Ditinjau dari segi istilah definisi wakaf ialah pemberian yang dilakukan dengan cara menahan dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Maksud dari menahan berarti menghindarkan barang tersebut agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya.

Hukum wakaf adalah sunnah muakkad yang mana dianjurkan karena termasuk ke dalam sedekah jariyah. Dalil penganjuran wakaf termaktub dalam firman Allah SWT pada surat Ali Imran ayat 92,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya,”

Dalam wakaf, terdapat juga beberapa rukun yang harus dipenuhi agar sesuai dengan syariat dan memberi keberkahan. Nah, pada rukun wakaf itu terdapat mauquf alaih.

Lantas, apa yang dimaksud dengan mauquf alaih?

Pengertian Mauquf Alaih

Mengutip buku Wakaf Uang: Konsep dan Implementasinya susunan Dr H Acep Zoni Saeful Mubarok M Ag dkk, mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukkan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW). Sederhananya, mauquf alaih berarti penerima wakaf perorangan yang harus disebutkan namanya.

Apabila nama penerima tidak disebutkan, maka harta wakaf akan diberikan kepada fakir miskin. Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

Dijelaskan melalui Hukum Perdata Islam karya Siska Lis Sulistiani, mauquf alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah. Ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.

Selain itu, mauquf alaih juga dibedakan ke dalam dua macam, yaitu mauquf alaih yang bersifat tertentu dan mauquf alaih yang bersifat umum. Menurut Imam Al-Ghazali, syarat dari mauquf alaih yang bersifat tertentu ialah orang yang pantas dalam menerima hadiah dan wasiat, sementara syarat dari mauquf alaih yang sifatnya umum yaitu hal-hal yang bertujuan untuk pendekatan kepada Allah SWT seperti dikutip dari buku Ekonomi dan Manajemen ZISWAF tulisan Dr Tika Widiastuti S E M Si.

4 Rukun Wakaf

Selain mauquf alaih, ada sejumlah rukun lainnya yang harus dipenuhi ketika hendak berwakaf. Apa saja? Berikut pemaparannya seperti dikutip dari buku Hukum Wakaf Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H.

1. Wakif

Pewakaf atau wakif harus memenuhi syarat-syarat seperti, sudah mencapai usia baligh, memiliki akal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Contohnya seperti barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf Alaih

Mauquf alaih adalah penerima wakaf. Mauquf alaih tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta wakaf, tetapi dapat memanfaatkan harta tersebut.

4. Sighat

Sighat wakaf merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Demikian pembahasan mengenai mauquf alaih dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Syarat Wakaf, Lengkap dengan Rukun dan Keutamaannya



Jakarta

Syarat wakaf penting diketahui oleh umat Islam. Wakaf adalah salah satu sedekah jariyah yang mana ketika pewakaf wafat maka pahalanya tetap mengalir.

Secara istilah, wakaf merupakan pemberian yang dilakukan dengan cara menahan dan menjadikannya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Definisi menahan di sini yaitu menghindarkan barang tersebut agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya, seperti dikutip dari buku Hukum Perwakafan di Indonesia susunan Hujriman.

Wakaf hukumnya sunnah muakkad yang berarti dianjurkan. Dalil mengenai anjuran wakaf tersemat dalam surat Ali Imran ayat 92,


لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya,”

Lantas, apa saja yang termasuk ke dalam syarat wakaf? Berikut pembahasannya sebagaimana dinukil dari buku Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia oleh Dr Mardani.

Syarat Wakaf dalam Islam

Menurut Prof Dr Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, syarat wakaf terdiri atas 4 hal yaitu:

  1. Wakaf dilakukan pada barang yang boleh dijual dan diambil manfaatnya dalam keadaan barangnya masih tetap utuh, seperti harta tidak bergerak, hewan, perkakas, senjata, dan lain sebagainya
  2. Wakaf digunakan untuk kebaikan, seperti kepentingan orang-orang miskin, masjid, kaum kerabat yang muslim atau ahli dzimmi
  3. Wakaf dilakukan pada barang yang telah ditentukan. Dengan demikian, tidak sah wakaf pada barang yang tidak diketahui
  4. Wakaf dilakukan tanpa syarat. Wakaf dengan syarat tidak sah kecuali jika seseorang mengatakan “itu adalah harta wakaf setelah aku meninggal dunia,” wakaf tetap sah dengan syarat seperti ini.

Sementara itu, dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, syarat wakaf terdiri atas 6 hal yang mencakup:

  1. Wakif atau orang yang mewakafkan harta
  2. Nazir atau orang yang bertanggung jawab mengelola harta wakaf tersebut
  3. Harta benda wakaf atau harta yang diwakafkan
  4. Ikrar wakaf untuk kehendak mewakafkan sebagian harta bendanya demi kepentingan orang banyak
  5. Peruntukan harta benda wakaf atas harta yang tersedia
  6. Jangka waktu wakaf

4 Rukun Wakaf dalam Islam

Mengutip dari buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H, berikut merupakan 4 rukun wakaf:

1. Pewakaf

Seorang wakif harus memenuhi sejumlah syarat seperti, berusia baligh, berakal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Termasuk dalam kategori ini adalah barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf ‘alaih

Mauquf ‘alaih adalah penerima wakaf perorangan harus disebutkan namanya. Namun, jika nama penerima tidak disebutkan maka harta wakaf akan diberikan kepada para fakir miskin.

Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

4. Sighat

Pernyataan atau sighat wakaf ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Keutamaan Wakaf

Keutamaan dari wakaf yaitu diganjar pahala sedekah jariyah seperti yang disinggung pada pembahasan sebelumnya. Dalam surat Al Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman:

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌۚ ٧

Artinya: “Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya. Lalu, orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang sangat besar,”

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad menjelaskan terkait keutamaan wakaf. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah, ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang ia tinggalkan, mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun, sungai yang ia alirkan, sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup, semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati,” (HR Ibnu Majah)

Pada surat Al Baqarah ayat 261, dikatakan Allah akan melipatgandakan ganjaran bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan-Nya.

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui,”

Itulah pembahasan tentang syarat wakaf beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Sighat Wakaf Bisa Berupa Tulisan, Lisan dan Isyarat, Begini Penjelasannya


Jakarta

Sighat wakaf bisa berupa tulisan, lisan, atau suatu isyarat yang bisa dipahami maknanya. Sighat wakaf juga kerap disebut sebagai pernyataan pemberian wakaf dan penerimanya.

Menurut buku Bunga Rampai Zakat dan Wakaf susunan Sri Oftaviani, sighat atau lafaz adalah pernyataan yang dikemukakan dengan berbagai bentuk, baik itu tulisan, lisan atau isyarat. Umumnya, pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan untuk menyatakan wakaf oleh siapa saja, sementara secara isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan cara tulisan atau lisan.

Namun, pernyataan dengan isyarat harus sampai benar-benar dipahami agar pihak penerima wakaf dapat menghindari persengketaan di kemudian hari.


Sighat Wakaf Sebagai Salah Satu Rukun

Sighat atau ikrar termasuk ke dalam salah satu rukun wakaf yang disepakati oleh jumhur Fuqaha. Maka, jika sighat wakaf tidak ada tentu wakafnya belum sempurna.

Maksud dari sighat sendiri yaitu pernyataan yang berupa penyerahan barang-barang wakaf kepada nazhir untuk dikelola sebagaimana yang diharapkan oleh pemberi wakaf seperti dijelaskan dalam Hukum Wakaf oleh HR Daeng Naja.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Sighat Wakaf

Pada buku Hukum Perjanjian Islam di Indonesia oleh Abdul Ghofur Anshori, sighat berarti ijab kabul yang dilafazkan. Berkaitan dengan itu, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam sighat wakaf, antara lain sebagai berikut:

  • Hendaklah dilafazkan bagi orang yang bertutur
  • Hendaklah diganti dengan tulisan bagi orang yang tidak boleh bertutur
  • Lafaz wakaf mesti dipahami oleh penerima wakaf atau saksi
  • Lafaz wakaf harus jelas dari segi jenis, luas, tempat, bentuk dan jumlah

Apa Saja yang Dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf?

Dijelaskan dalam buku Pengantar Hukum Zakat & Wakaf oleh Elbeth Bauer, dalam Pasal 21 UU Nomor 41 Tahun 2004, suatu pernyataan wakaf dituangkan dalam akta ikrar waqaf yang memuat:

  1. Nama dan identitas wakif
  2. Nama dan identitas nazhir
  3. Data dan keterangan harta benda wakaf
  4. Peruntukan harta benda wakaf
  5. Jangka waktu wakaf

4 Rukun dalam Wakaf

Mengutip dari buku Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya oleh Dr Ahmad Mujahidin S H M H, berikut merupakan 4 rukun wakaf:

1. Pewakaf

Seorang wakif harus memenuhi sejumlah syarat seperti, berusia baligh, berakal sehat, dan menjadi pemilik sah dari barang yang akan diwakafkan. Selain itu, tidak ada paksaan dalam proses mewakafkan dan tidak ada larangan bagi wakif untuk menghibahkan harta tersebut.

2. Mauquf

Mauquf adalah harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang kepemilikannya sah dan halal. Termasuk dalam kategori ini adalah barang-barang yang dapat dipindahkan seperti buku, kendaraan, dan sejenisnya, serta barang-barang yang tidak dapat dipindahkan seperti tanah atau rumah.

3. Mauquf ‘alaih

Mauquf ‘alaih adalah penerima wakaf perorangan harus disebutkan namanya. Namun, jika nama penerima tidak disebutkan maka harta wakaf akan diberikan kepada para fakir miskin.

Penerima wakaf tidak memiliki kepemilikan pribadi atas harta tersebut, melainkan hanya dapat memanfaatkannya.

4. Sighat

Sighat wakaf merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak yang mewakafkan. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa sighat dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis oleh pewakaf.

Sebaiknya, proses pengikraran wakaf sebaiknya disaksikan oleh minimal dua orang saksi. Bahkan lebih baik jika ada kehadiran seorang notaris dan dokumen wakaf juga diresmikan melalui sertifikat.

Demikian pembahasan mengenai sighat wakaf dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat!

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com