Tag Archives: zulham farobi

Nama Lain Sunan Maulana Malik Ibrahim, Tokoh Pelopor Dakwah Walisongo



Jakarta

Maulana Malik Ibrahim adalah salah satu tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa yang dikenal dengan walisongo. Ia memiliki sejumlah nama lain atau panggilan.

Disebutkan dalam buku Sejarah Wali Songo karya Zulham Farobi, nama lain Maulana Malik Ibrahim adalah Sunan Gresik. Nama ini diperoleh karena ia melakukan dakwah untuk pertama kalinya di Gresik, Jawa Timur. Tepatnya di Desa Sembalo, yang pada saat itu desa tersebut masih berada di bawah kekuasaan Majapahit.

Saat ini, Desa Sembalo termasuk ke dalam daerah Leran Kecamatan Manyar letaknya tepat 9 kilometer arah utara Kota Gresik.


Selain Sunan Gresik, Maulana Malik Ibrahim juga memiliki delapan nama lain. Mengutip buku Wali Sanga karya Masykur Arif, berikut nama lain Sunan Maulana Malik Ibrahim,

  • Sunan Tandhes
  • Sunan Gribig
  • Sunan Raja Wali
  • Wali Quthub
  • Mursyidul Auliya’ Wali Sanga
  • Sayyidul Auliya’ Wali Sanga
  • Maulana Maghribi
  • Syekh Maghribi

Menurut buku The History of Java karya Raffles, Maulana Malik Ibrahim dipanggil Syekh Maghribi karena ia lahir dari Maghrib nama lain dari Maroko, Afrika Utara. Mengenai asal kelahiran dari Sunan Maulana Malik Ibrahim, hingga kini masih belum dapat dipastikan. Ada yang menyebutkan bahwa ia berasal dari Maroko, namun ada juga yang mengatakan bahwa ia keturunan dari Campa atau bahkan Iran.

Dakwah Maulana Malik Ibrahim di Gresik

Dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa terkhusus Gresik, Maulana Malik Ibrahim melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui pergaulan sehari-hari.

Ia tidak secara langsung menghakimi dan membujuk masyarakat untuk berpindah kepercayaan. Secara tidak langsung Sunan Gresik menunjukkan budi pekerti melalui perbuatan dan tingkah lakunya sesuai dengan ajaran Islam.

Melansir tulisan Asep Saeful Mimbar yang terbit dalam Jurnal Wawasan dengan judul Memahami Islam: Perspektif Otentisitas dan Budaya Politik Lokal, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik pada waktu itu adalah berdagang dengan cara membuka warung.

Hal ini dilakukan Sunan Gresik bukanlah tanpa sebab. Pasalnya, Sunan Gresik pintar untuk membaca situasi masyarakat pada saat itu.

Sunan Gresik pada akhirnya berdagang di Pelabuhan yang mana sebagai pusat aktivitas perekonomian bagi masyarakat pada saat itu. Dengan bertemu banyak masyarakat, inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh Sunan Gresik untuk menyebarkan agama Islam.

Mengingat pada saat itu, situasi dan kondisi di desa tersebut sedang dilanda perang saudara hingga menyebabkan krisis ekonomi. Inilah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh Sunan Gresik untuk pelan-pelan mengambil simpati masyarakat.

Sunan Gresik menyediakan bahan pokok dengan harga yang murah bahkan bukan hanya sampai di situ saja ia juga bersedia untuk mengobati masyarakat secara gratis. Dari sinilah, Sunan Gresik berupaya untuk pelan-pelan masuk dan mengambil simpati dari masyarakat.

Metode dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim

Masih dalam sumber yang sama, metode dakwah Maulana Malik Ibrahim mengadopsi bentuk dakwah yang telah dicontohkan pada masa Rasulullah SAW. Di mana, ciri dari dakwah tersebut ialah sarat akan kebijaksanaan, membangun tali persaudaraan, membantu rakyat yang miskin, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Berdakwah dengan cara yang bijaksana tersebut termuat dalam firman Allah SWT dalam surah An Nahl ayat 125,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Artinya: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”

Dari cara Sunan Gresik dengan segala kelembutan serta keramahtamahannya inilah, lambat laun banyak dari mereka yang memeluk agama Islam. Sehingga, pada akhirnya ketika Sunan Gresik sudah berhasil untuk mendapatkan simpati yang cukup banyak dari masyarakat ia memutuskan untuk berkunjung ke Kerajaan Majapahit yang saat itu berada di Trowulan.

Diketahui, pada saat itu Raja Majapahit Prabu Brawijaya V tidak memutuskan untuk memeluk agama Islam namun tetap menyambut dengan baik kehadiran Sunan Gresik bahkan memberinya sebidang tanah di daerah Leran, Gresik. Pada akhirnya, Sunan Gresik memanfaatkan tanah tersebut untuk mendirikan pesantren sebagai sarana yang menunjang dalam menyiarkan agama Islam.

Itulah perjalanan dakwah Sunan Gresik yang merupakan nama lain dari Sunan Maulana Malik Ibrahim. Sejumlah sumber menyebut, Sunan Gresik adalah tokoh walisongo pertama yang berdakwah di wilayah Jawa.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Masjid Pendirian Wali Songo yang Masih Berdiri Kokoh


Jakarta

Wali Songo merupakan sebutan para mubaligh atau orang yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Beberapa di antaranya membangun masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial dalam perjalanan dakwahnya.

Lalu, masjid mana saja yang didirikan oleh Wali Songo sebagai salah satu sarana dakwah? Berikut informasinya.

Masjid yang Dibangun oleh Wali Songo

Proses Islamisasi yang dilakukan Wali Songo erat hubungannya dengan masjid dan pesantren-pesantren. Masjid-masjid yang mereka bangun tidak hanya menjadi tempat ibadah, melainkan simbol spiritual dan kebudayaan Islam di Nusantara.


Berikut adalah beberapa nama masjid yang didirikan oleh Wali Songo:

1. Masjid Sunan Bonang

Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024).Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng

Sunan Bonang punya nama kecil Raden Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila (Dyah Siti Manila binti Arya Teja).

Asti Musman dalam bukunya yang berjudul Sunan Bonang: Wali Keramat, menuliskan bahwa Masjid Sunan Bonang dibuat oleh Sunan Bonang sebagai tempat untuk berdakwah.

Lokasinya ada di Jl. Sunan Bonang, Bonang, Kec. Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Makam Sunan Bonang ada sekitar 50 meter dari masjid ini.

Masjid Sunan Bonang ini telah mengalami dua kali renovasi, yakni pada tahun 2013 dan 2016. Namun, karena masjid lama atau yang asli tidak bisa menampung jamaah dalam jumlah yang besar, maka dibuatlah bangunan masjid baru berdampingan dengan bangunan masjid aslinya.

Meski begitu, bangunan lama Masjid Sunan Bonang masih dipertahankan dengan menata kembali batu bata yang digunakan pada masjid aslinya. Hanya saja, temboknya ditutup dengan keramik.

Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024).Penampakan masjid peninggalan Sunan Bonang di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Minggu (17/3/2024). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng

Satu-satunya bagian bangunan yang masih asli adalah empat tiang penyangga bangunan yang ada di tengah ruangan. Warna kemerahan dipadu dengan ornamen warna emas merupakan dominasi warna masjid ini.

2. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak, Rabu (17/4/2024).Masjid Agung Demak, Rabu (17/4/2024). Foto: Mochamad Saifudin/detikJateng

Walisongo yang mendirikan Masjid Agung Demak adalah Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said. Lokasinya ada di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Dikutip dari buku Sejarah Islam Nusantara oleh Ustad Rizem Aizid, salam sejarahnya, masjid Agung Demak didirikan atas dan pimpinan para wali pada sekitar abad ke-15. Masjid Agung Demak adalah Masjid Agung Kerajaan Demak Bintara.

Selain sebagai masjid kerajaan pada zamannya, masjid ini juga difungsikan sebagai Masjid Jami. Karena letaknya berada di sebelah barat alun-alun.

Menurut buku Sejarah Wali Songo karya Zulham Farobi dan Buku Pintar Seri Junior karya M. Iwan Gayo, Masjid Agung Demak didirikan oleh Wali Songo pada 1477 M. Namun, pendapat populer lain juga ada yang menyebut tahun 1401 Saka.

Sunan Kalijaga juga dijuluki Syekh Malaya. Beliau sempat mempelajari dari Sunan Bonang

3. Masjid Agung Sunan Ampel

Masjid Sunan Ampel. Foto Malik Ibnu Zaman.Masjid Sunan Ampel. Foto: Malik Ibnu Zaman.

Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel yang bernama asli Raden Rahmat, bersama para santrinya sekitar tahun 1421 М. Letaknya ada di Kelurahan Ampel, Pabean Cantikan, Surabaya, Jawa Timur.

Mengutip buku bertajuk Masjid-masjid bersejarah di Indonesia oleh Abdul Baqir Zein, luas bangunan masjid ini berukuran 46,80 x 44,20 m. Di dalamnya ada 4 tiang utama dari kayu jati yang masing- masing berukuran 17 x 0,4 x 0,4 m tanpa sambungan.

Keempat tiang itu menyangga atap yang bersusun tiga, yang menandakan ciri khas arsitektur masjid di Jawa. Di mana, mengandung arti Islam, iman, dan ihsan.

Menara di Masjid Agung Sunan Ampel juga menjadi salah satu ikon masjid ini. Sampai saat ini, Masjid Agung Sunan Ampel masih dikunjungi oleh umat Islam sebagai destinasi wisata religi. Dikelilingi perkampungan penduduk yang padat dengan aneka usaha.

Sunan Ampel wafat pada tahun 1481. Beliau dimakamkan di sebelah kanan Masjid Ampel.

4. Masjid Sunan Giri

Dalam buku Walisongo: Sebuah Biografi karya Asti Musman, disebutkan bahwa Sunan Giri mendirikan masjid ini di atas bukit bernama Kedaton Sidomukti. Tapi, cucu ketiga Sunan Giri memindahkan Masjid Sunan Giri ke Makam Sunan Giri pada 1544 M.

Masjid Sunan Giri beralamat di Jl. Sunan Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Adapun ciri khas dari Masjid Sunan Giri diantaranya adalah pintu gapura masjid yang seperti Candi Bentar, ornamen dengan gaya Majapahit, hingga pintu masuk ruang haram pria yang mirip Padu Aksara dengan hiasan huruf Arab di sekeliling atas pintu.

Masjid ini sempat mengalami kerusakan akibat gempa pada 1950, sehingga sempat mengalami perbaikan.

Sunan Giri yang memiliki nama asli Raden ‘Ainul Yaqin, merupakan putra dari Syekh Maulana Ishaq. Sunan Giri juga dikenal dengan nama Raden Paku.

5. Masjid Menara Kudus

Kompleks Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Selasa (27/6/2023).Kompleks Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Selasa (27/6/2023). Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng

Masjid Al-Aqsa Manarat Qudus atau disebut juga Masjid Menara Kudus didirikan oleh Sunan Kudus yang nama aslinya Ja’far Shadiq pada 1549 M. Beliau adalah putra dari Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, saudara kandung Sunan Ampel.

Awalnya, nama masjid ini Masjid Al-Aqsa atau al-Manar. Al Manar sendiri artinya menara. Nama Masjid Menara Kudus diambil dari pendirinya yakni Sunan Kudus. Pasalnya, masjid ini sangat terkenal sehingga daerahnya pun disebut Kudus (kudus berarti suci).

Masjid peninggalan bersejarah Sunan Kudus memiliki banyak keunikan. Salah satunya yaitu ada akulturasi budaya dalam arsitekturnya.

Masjid Menara Kudus menjadi salah satu bukti perjumpaan kebudayaan Islam dan Hindu. Hal ini bisa dilihat dari berupa bangunan yang unik dan berarsitektur seni tinggi.

Ada yang menonjolkan sarana ibadah yang sakral (yaitu masjid) dan di sisi lain terdapat candi yang bergaya ornamen Hindu yang digunakan sebagai menara masjid.

Masjid-masjid yang dibangun oleh Wali Songo jadi warisan sejarah dan juga simbol perjuangan mereka menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Keberadaannya terus dijaga dan menjadi wisata sejarah religi, yang diharapkan mampu untuk mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai agama.

(khq/fds)



Sumber : www.detik.com